"Aku ini kamu anggap istri bukan sih mas! Pulang kerja tidak pernah menyapaku, langsung main HP sampai lupa waktu, waktu sholat pun kau lupa" sentak Andin. "Diam kau! Aku ini lelah bekerja, pulang2 malah denger kau ngomel? Tak tau diri! Ini rumahku! Ini kehidupan ku, kau cuma numpang tak usah mengatur ku" jawab Firman tak mau kalah.
Deg
Andin terkejut dengan penuturan suaminya. Apa dia bilang? Ini rumahnya? Hah yang benar saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuma Utari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 Hari-hari Andin di kantor
"Banyak yang nggak betah kerja jadi sekretaris aku karena aku suka semena-mena? "
"Semena-mena? " tanya di sela-sela kesibukannya bekerja. Menurutnya kata-kata Alex cukup ambigu.
"Bukan semena-mena yang tadi aku lakukan. Maaf jadi khilaf. Kedepannya aku akan lebih berhati-hati. Maksudku semena-mena itu ya, aku menyuruh mereka untuk giat bekerja, gak boleh ngeluh, gak boleh ada kesalahan satupun"
"Hehe kalau itu sih aku setuju pak. Katanya semua atasan gak mau deh ada kesalahan secuil pun"
"Haha kamu paham juga"
Hening. Setelah pembicaraan itu keheningan menyelimuti mereka. Alex bingung harus memulai percakapan apa lagi. Ia akan sungkan jika menanyakan tentang suaminya tempo hari yang ia temui di mall.
Karena di antara mereka hanya ada diam. Tanpa mereka sadari waktu telah menunjukkan jam makan siang. Alex yang notabene selalu memesan makanan dari luar mulai menawari Andin.
"Mau nitip? Aku pesen makanan di luar" tanyanya.
"Enggak pak makasih. Saya bisa makan di kantin. Permisi"
Sepeninggal Andin. Alex segera menghubungi asisten pribadinya untuk urusan makan siang. Menurutnya saat ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan pendekatan. Pasalnya mereka baru saja bertemu lagi setelah insiden di mall kemarin. Lagi pun ini masih jam makan siang.
Selesai makan siang, saat Andin hendak menaiki lift menuju ruangannya. Ia dihadang beberapa pegawai perempuan yang bertandang sedikit menor dengan baju yang ngepres. Ia tak mengizinkan Andin untuk menggunakan lift.
"Maaf yaa, lift ini khusus untuk manusia" haha canda Laura, si kembang kantor ini. Menurutnya sendiri.
"Maaf, tapi saya hanya akan menggunakan lift ini. Bukan mau membawa binatang ke sini" jawab Andin tak Terima.
"Iya tau, tapii. Dengan postur tubuh kamu yang... Ups" ucap Laura lagi dengan menutup mulutnya manja.
"Udah sana kamu naik tangga darurat aja. Hitung-hitung olahraga kan? " saut Jessica, teman Laura.
"Oh jadi kalian mempermasalahkan berat badanku? "
"Iya, kenapa? Kami ini lebih senior dari kamu ya. Sudah sepantasnya kamu lebih tunduk sama kami" itu adalah Sisca, teman se geng Laura juga.
"Sekte darimana itu? Baiklah karena saya lagi malas ribut. Saya akan menuruti mau kalian. Permisi" ucap Andin bebarengan dengan pintu lift tertutup menandakan lift telah siap membawa tiga perempuan tadi naik ke atas.
"Huh huh huh, baru setengah jalan. Capeknya" keluh Andin saat ia benar-benar melewati tangga darurat saat menuju ke ruangan bosnya.
Setelah kurang lebih 30 menit Andin naik tangga. Sekarang ia telah sampai di lantai tempat bosnya bekerja.
"Akhirnya sampaaiiii, sekarang aku harus cepat-cepat ke ruangan Alex. Takut dia nunggu" teriak Andin begitu ia sampai di lantai tempat ruangan Alex berada.
"Andin. Atur ulang jadwal untuk besok. Batalkan semua janjiku bertemu kolega. Aku ada urusan mendadak"
"Eh t-tapi Lex. Ah maksud saya Pak. Apa tidak apa-apa membatalkan sepihak saja?"
"Sebelumnya. Panggil saya cukup Alex saja" ucap Alex dengan seringai tipisnya.
"Maaf, tadi saya salah. Baik Pak. Akan saya atur ulang" jawab Andin patuh.
"Sayang sekali. Padahal aku ingin mendengar kamu panggil aku dengan tanpa embel-embel Pak. Sepertinya menarik"
Andin hanya tersenyum tipis menanggapi ocehan bossnya itu. Karena baginya. Pantang untuknya sok akrab jika sedang di kantor. Ia harus tetap bersikap profesional.
**
Sore tiba.
Sore ini Andin tidak akan langsung pulang. Ia akan mampir terlebih dahulu ke salon miliknya. Ia akan mengecek langsung jalannya salon tersebut.
Tingg. Bunyi bel. Pertanda ada pelanggan baru.
Seorang wanita dandanan menor masuk ke dalam salon hendak melakukan sebuah treatment khusus kuku.
Saat melewati kasir, netranya tak sengaja menangkap sosok yang tak asing baginya.
"Eh kamu Andin ya? Ngapain kamu disini? Ohh jadi yang katamu kamu seorang sekretaris itu aslinya cuma pegawai salon toh. Hahaha".
"Anda mau treatment apa kesini? Atau hanya ingin mengejek saya? " tanya Andin pada perempuan itu yang tak lain adalah Shela.
"Dasar, udah gendut, jelek. Belagu lagi. Aku mau pedicure cepet" ucap Shela dengan ketusnya.
"Baik. Satu paket pedicure kita bandrol dengan harga satu juta lima ratus" jawab Andin dengan tetap memperlihatkan senyumnya.
Para pegawai Andin yang melihat itu sebenarnya cukup geram dengan perilaku perempuan menor itu. Ia ingin membela boss mereka dengan mengatakan jika Andin adalah pemilik salon ini. Namun Andin yang tahu jalan pikiran karyawannya segera meng kode untuk tutup mulut.
**
Begitu sampai rumah. Firman rupanya telah sampai lebih dulu. Entah apa yang mengganggu fikiran suaminya itu hingga rela duduk di sofa. Sepertinya ia sedang menunggu ku, batin Andin. Ah Andin yakin, pasti ada suatu hal yang akan dibicarakan oleh suaminya itu.
"Kenapa baru pulang? "
"Di jalan macet mas" jawab Andin singkat.
"Macet macet omong kosong. Sekarang udah jam 7 malam Andin. Perusahaan mana yang memperkerjakan pegawai barunya sampai jam segini!! " bentak Firman.
Hati Andin mencelos mendengar bentakan suaminya. Apa yang ada di fikiran suaminya ini. Selama ini ia diam saat hanya diberi nafkah tak masuk nalar. Tapi sekarang? Saat ia berinisiatif mau membantu ekonomi suaminya malah suka dibentak-bentak.
"Gak usah teriak-teriak mas. Di rumah ini bukan cuma ada kita yang udah dewasa. Ada dua anak kecil yang harus dipantau mentalnya. Kita bicara di kamar"
"Udahlah. Aku cuma mau bilang. Aku, ibu, mbak Retno, mas sugeng dan Chika besok akan balik kampung"
Kening Andin mengernyit dalam. Kenapa ia tak diberi tahu dari awal? Kenapa mendadak saat ia baru saja mulai bekerja.
"Ada acara apa mas? Kenapa sampai semua keluarga kamu ikut? "
"Keluarga ku juga keluarga mu ndin. Gak usah sok tak mengakui"
"Iya iya terserah kamu. Tapi ada urusan apa? "
"Ehmmm. Ada hajatan keluarga"
"Berapa hari? " tanya Andin pada akhirnya. Percuma ia bertanya terus pada suaminya.
"Entah, mungkin sekitar satu minggu? "
Sontak kedua mata Andin terbuka lebar mendengar penuturan suaminya. Apa tadi katanya? Seminggu? Acara apa yang akan mereka hadiri sampai seminggu.
"Itu acara keluarga inti Ndin. Udahlah kamu fokus sama kerjaan kamu aja" bukan Firman yang menjawab. Melainkan Retno yang bebarengan keluar dari kamar dengan ibunya.
Andin menahan diri untuk tak merotasi matanya. Kalau sudah ada ibu mertua dan kakak iparnya pasti urusannya akan panjang.
"Kamu ini kan bekerja. Jadi nggak mungkin ikut juga kan. Udahlah biarkan kami pergi. Kalau kamu kesepian ya kamu dateng aja ke rumah orang tua miskinmu itu" sahut bu Winda dengan mulut yang sedikit monyong. Sudah seperti tersengat tawon.
"Terus kerjaan mas Sugeng? " entah apa yang ada di fikiran Andin sampai tiba-tiba menanyakan pekerjaan suami kakak iparnya itu.
"Urusan mas Sugeng urusanku ya! Kamu nggak berhak ikut campur. Udah Fir, mau dia setuju atau enggak yang penting kita udah ngomong ke dia. Toh anaknya juga udah ada pengasuh kan. Belagu!! " sahut Retno uang kesal karena Andin malah mengungkit Sugeng suaminya.
"Yaudah mas, terserah kalian. Tapi aku minta duit" ucap Andin sambil menyodorkan tangan.
"Buat apa Ndin?" Tanya Firman dengan b*dohnya.
"Mas, aku ini masih istrimu ya. Dan sekarang kamu mau ninggalin aku pulang kampung selama seminggu. Terus aku sama fara mau makan apa? "
"Ya kan kamu kerja Ndin" bu Winda menimpali.
"Aku baru tadi bekerja bu, tidak mungkin aku langsung digaji kan? "
"Yaudah yau nih" potong Firman yang langsung menyodorkan pecahan uang seratus ribu berjumlah 20 lembar.
"Firman? Gak salah kamu kasih istrimu segitu? " tanya Retno yang tak rela jika Andin diberi uang banyak.
"Udah deh mbak. Mbak juga sering minta ke mas Firman kan? Katanya aja pinjem, tapi ga pernah dibalikin. Makasih ya mas" ucap Andin dan langsung berlalu ke dalam kamar.
"Firrr... "
"Udah mbak., mending sekarang kita istirahat biar besok kita gak capek di perjalanan. Kita disana juga nanti kan masih ada acara buat kita" ucap Firman.