Bella, seorang gadis ceria berusia 21 tahun, diam-diam menyukai Alex, pria berusia 33 tahun yang sukses menjalankan perusahaan keluarganya. Perbedaan usia dan status sosial membuat Bella menyadari bahwa perasaannya mungkin hanya akan bertepuk sebelah tangan. Namun, ia tak bisa mengingkari debaran jantungnya setiap kali melihat Alex.
Di sisi lain, Grace, seorang wanita anggun dan cerdas, telah mencintai Alex sejak lama. Keluarga mereka pun menjodohkan keduanya, berharap Alex akhirnya menerima Grace sebagai pendamping hidupnya. Namun, hati Alex tetap dingin. Ia menolak perjodohan itu karena tidak memiliki perasaan sedikit pun terhadap Grace.
Ketika Alex mulai menyadari perhatian tulus Bella, ia dihadapkan pada dilema besar. Bisakah ia menerima cinta dari seorang gadis yang jauh lebih muda darinya? Ataukah ia harus tetap berpegang pada logika dan mengikuti kehendak keluarganya? Sementara itu, Grace yang tak ingin kehilangan Alex berusaha sekuat tenaga untuk memiliki Alex.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Adra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengambil Keputusan
Di ruang kerjanya yang luas dan mewah, Alex duduk di balik meja, menatap layar laptop tanpa benar-benar membaca dokumen di depannya. Pikirannya bercabang. Sejak semalam, setelah momen mengejutkan di pesta ulang tahunnya, bayangan Bella terus mengganggunya.
Suara dan ekspresi Bella saat menyanyikan lagu itu… apakah itu memang untuk seseorang yang spesial? Ataukah hanya kebetulan?
Alex menyandarkan tubuhnya ke kursi, menghela napas panjang. Informasi tentang Bella begitu lambat. Edward tidak juga memberi kabar tentang apa pun. Jika Edward serius ingin membantunya, seharusnya dia sudah mendapatkan jawaban.
"Terlalu lama," gumamnya pelan.
Tangannya hampir saja mengambil ponsel untuk langsung menghubungi Edward, tapi ia ragu. Apa dia tidak terlalu terburu-buru?
Tapi di sisi lain, ada sesuatu yang membuatnya tidak tenang. Sesuatu yang ia sendiri belum bisa jelaskan sepenuhnya.
Ia akhirnya mengambil keputusan. Jika Edward tidak juga menghubunginya dalam waktu dekat, maka ia yang akan mencari cara lain untuk mendapatkan jawaban. Bagaimanapun, ia tidak suka menunggu dalam ketidakpastian.
Saat Alex masih larut dalam pikirannya, ponselnya bergetar di atas meja. Ia langsung meraihnya dan melihat nama Edward muncul di layar. Sebuah pesan singkat masuk:
"Alex, apa kabar? Kapan ada waktu luang? Aku ingin bicara serius tentang Bella. Bisa ke studio?"
Alex membaca pesan itu berulang kali. Ada sedikit ketegangan dalam dirinya. Apakah ini kabar baik atau buruk?
Tanpa berpikir lama, ia langsung membalas,
"Aku bisa datang sore ini. Jam berapa?"
Beberapa detik kemudian, Edward membalas,
"Jam 5 sore. Aku tunggu di studio."
Alex meletakkan ponselnya kembali ke meja, mencoba menenangkan dirinya. Setidaknya, ia akan mendapatkan jawaban yang selama ini ia tunggu. Tapi, apakah jawaban itu akan sesuai dengan harapannya?
_____
Sore itu, Alex menepati janjinya. Ia tiba di studio dengan hati yang sedikit gelisah. Ia berharap Bella tidak ada di sana agar bisa berbicara lebih leluasa dengan Edward.
Saat masuk, ia melihat Edward sedang duduk di sofa, memainkan gitar dengan santai. Studio itu masih terlihat baru, dengan beberapa alat musik yang sudah tertata rapi.
Edward menoleh dan tersenyum. "Kau datang tepat waktu," katanya sambil meletakkan gitarnya.
Alex mengangguk dan duduk di seberang Edward. "Jadi, kau ingin bicara soal Bella?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi.
Edward menarik napas panjang sebelum menjawab. "Iya, aku ingin tahu maksudmu sebenarnya. Kenapa kau tertarik pada Bella? Aku tidak mau adikku terluka, Alex."
Alex menatap Edward dengan serius. Ia tahu ini adalah saatnya untuk berbicara jujur.
Alex menatap Edward dengan serius. "Aku ingin bertanya sesuatu tentang Bella."
Edward menyandarkan tubuhnya ke sofa. "Sebelum itu, aku juga punya pertanyaan untukmu," katanya. "Apa yang sebenarnya terjadi dengan pertunanganmu dengan Grace? Kenapa kau tidak menolaknya?"
Alex menghela napas, lalu menundukkan kepalanya sejenak sebelum menjawab. "Aku tidak punya pilihan, Ed. Ayahku sakit setelah aku menolak perjodohan itu sebelumnya. Aku tidak mau mengambil risiko membuatnya semakin parah."
Edward memperhatikan ekspresi Alex. Ia bisa melihat bahwa Alex terjebak dalam situasi yang sulit.
"Jadi kau hanya menerimanya demi ayahmu?" tanya Edward lagi, memastikan.
Alex mengangguk. "Aku tidak mencintai Grace, dan aku tahu aku harus melakukan sesuatu tentang ini. Aku hanya meminta kau mengerti situasiku."
Edward terdiam sesaat, mencoba memahami dilema sahabat barunya itu.
"Lalu, bagaimana dengan Bella?" akhirnya Edward bertanya.
Alex menarik napas panjang. "Aku akan terus terang padanya. Aku tidak ingin dia salah paham. Aku ingin dia tahu bagaimana perasaanku sebenarnya."
Edward mengangguk pelan. "Baiklah, tapi aku harap kau tidak membuat Bella terluka. Dia bukan tipe orang yang bisa bermain-main dalam hubungan."
Alex tersenyum tipis. "Aku tahu, dan aku tidak akan pernah mempermainkan perasaannya."
Pembicaraan itu membuat suasana di antara mereka sedikit lebih lega, tetapi di hati masing-masing, mereka tahu bahwa masalah ini masih jauh dari selesai.
"Bella di mana?" tanya Alex langsung.
Edward melirik sekilas sebelum menjawab santai, "Di cafe. Seperti biasa, dia membantu di sana."
Alex mengangguk pelan. Setidaknya, dengan Bella tidak di sini, ia bisa lebih leluasa berbicara dengan Edward.
Setelah pembicaraan serius tadi, mereka mulai mengobrol hal lain. Edward menceritakan bagaimana rencananya mengembangkan studio ini, mencari pelanggan baru, dan membangun komunitas musik di sekitar mereka.
"Aku ingin tempat ini bukan sekadar studio rekaman," ujar Edward. "Aku ingin ada ruang bagi musisi lokal untuk berkembang, berkolaborasi, dan menampilkan karya mereka."
Alex mengangguk, tertarik dengan ide itu. "Itu bagus. Jika kau butuh bantuan, aku bisa mencarikan koneksi untuk sponsor atau investor."
Edward tersenyum. "Aku tahu kau akan bilang begitu. Terima kasih, Alex."
Mereka terus mengobrol sambil menikmati kopi yang Edward buat. Obrolan mereka mengalir santai, sedikit melupakan drama yang sedang terjadi di sekitar mereka.