NovelToon NovelToon
Sang Penerus (Pendekar Naga Petir) 2

Sang Penerus (Pendekar Naga Petir) 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Epik Petualangan / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:24.1k
Nilai: 5
Nama Author: kelana syair( BE)

perjuangan seorang pemuda untuk menjadi lebih kuat demi meneruskan wasiat seorang pendekar terdahulu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kelana syair( BE), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Pertarungan tak terelakkan

Duar...! Ledakan pun menggema. Dewi Maut yang kemarahannya sudah di ubun-ubun menyerang Barata dengan membabi buta. Serentetan serangan tanpa perhitungan ia lepaskan ke segala arah. Namun, serangan itu tidak cukup untuk menjatuhkan Barata.

Berbekal jurus Langkah Seribu Petir, Barata selalu dapat menghindari serangan yang Dewi Maut Penyebar Kematian lancarkan. Serangan itu hanya lewat tipis di samping tubuhnya.

Duar..... duar....! duar.....! Ledakan terdengar saat pukulan Dewi Maut Penyebar Kematian menghantam pepohonan.

"Kurang ajar, kenapa sulit sekali untuk merobohkan pemuda itu?" gumam wanita itu seraya menyipitkan matanya dengan perasaan geram.

"Apakah cuma begini saja kemampuanmu, Muka Pucat?" tantang Barata, seraya memperbaiki kuda-kudanya.

"Tentu saja tidak. Kau jangan merasa sombong di hadapanku, anak muda. Kau pikir setelah berhasil lolos dari seranganku tadi, anggap aku tidak bisa membunuhmu?" Tangan Dewi Maut Penyebar Kematian mengepal dengan darah mendidih tidak karuan, mendengar nada bicara Barata yang terkesan menghina.

Dewi Maut Penyebar Kematian kemudian mengeluarkan senjata andalannya yang berupa selendang. Selendang itu berwarna hitam, tipis, namun bisa sekuat besi jika digunakan, bahkan ketajamannya bisa melebihi sebilah pedang.

"Dengan selendang ini akan aku tutup rapat-rapat mulutmu, anak muda. Kau patut bangga dapat mati di ujung senjata kebanggaanku ini," desis wanita itu. Tidak ingin membuang waktu, ia pun langsung menyerang Barata.

Hiiiaaat... wuus! Selendang itu pun langsung memanjang, meluncur deras ke arah Barata. Dinding es pun Barata keluarkan untuk menghalaunya, namun tidak ada gunanya karena dinding itu langsung hancur seketika. Barata melesat cepat menghindari terjangan selendang itu. Namun, selendang itu seperti punya mata dan terus mengejarnya ke mana ia menghindar.

"Percuma saja kau lari, anak muda, karena selendang ini akan terus mengejarmu, hihihi," gumam Dewi Maut Penyebar Kematian di sela tawanya.

Andini yang melihat keadaan itu rasanya ingin ikut membantu tuannya, namun dia ingat tadi Barata melarangnya.

Barata bersalto di udara, memutar tubuhnya berkali-kali di udara menghindari serangan selendang wanita itu.

Selendang itu semakin ganas dalam menyerang, bahkan pohon besar pun langsung tumbang terkena sambarannya.

"Pedang Iblis Hitam, keluarlah!" pekik Barata. Pedang berwarna hitam legam seketika muncul digenggamnya.

Hiiiaaaat...! Traang! Terdengar bunyi berbenturan antara kedua senjata. Selendang itu pun langsung berbelok arah dan kembali menerjang pepohonan.

Tidak ingin jadi bulan-bulanan serangan wanita muka pucat, Barata pun melepaskan Pisau Bulan Sabitnya.

"Wanita muka pucat, terima ini! Hiaaat..!" Pisau Bulan Sabit pun Barata lepaskan. Pisau itu meluncur deras tidak beraturan.

Melihat Pisau Bulan Sabit meluncur ke arahnya, wanita muka pucat menghentakkan selendang untuk menepis serangan itu. Deesss...! Pisau Bulan Sabit pun langsung terpental begitu saja dan menancap ke tanah.

"Hihii, percuma saja seranganmu, anak muda. Tidak akan berguna padaku."

Barata tersenyum mendengar perkataan wanita itu. "Coba kau lihat ke atas," tunjuk Barata.

Dewi Maut Penyebar Kematian pun tercekat melihat bola energi berwarna kuning beterbangan dalam jumlah banyak melayang di udara. Itulah jurus Hujan Api Membakar Bumi.

Wanita muka pucat terkejut melihat hal itu. "Kurang ajar, kapan dia menyiapkan jurusnya itu? Kenapa aku tidak tahu."

"Jurus Hujan Api Membakar Bumi! Hiiiiiaat...!" Barata menggerakkan tangannya dan bola api kecil-kecil itu pun berjatuhan layaknya hujan.

Tidak mau terpanggang oleh hujan api itu, wanita muka pucat segera memutar selendangnya. Dan angin kencang pun datang bergulung-gulung menyapu hujan api sampai lenyap.

Duar..... duar.... duar...!

"Apakah kau sudah mengeluarkan semua jurus-jurusmu, anak muda? Jika sudah, sekarang giliranku!" teriak Dewi Maut Penyebar Kematian.

Melihat semua serangan Barata tak membuahkan hasil, Naga Welang pun bersuara, "Barata, untuk bisa mengalahkan wanita ini, kau harus bisa menggunakan Pisau Bulan Sabit ini dengan tepat. Karena tubuh wanita itu tidak akan mampu menahan goresan senjata ini."

"Kenapa bisa begitu, Naga Welang?" tanya Barata heran.

"Tubuh wanita itu berasal dari makam, seperti senjata milikmu itu yang juga berasal dari makam. Jadi, hawa yang terkandung dalam Pisau Bulan Sabit itu sama dengan hawa yang ada di tubuh wanita itu," Naga Welang menjelaskan.

Barata mengangguk-angguk. Ia baru saja sadar kenapa wanita muka pucat itu tadi berteriak keras saat senjatanya mengenai tangannya.

"Rupanya begitu," gumam Barata dengan tatapan tidak lepas dari wanita muka pucat di hadapannya. Ia mengambil napas sejenak, dan segera membuat rencana.

"Hiiiaat..!" Wanita bermuka pucat tersebut berteriak nyaring, tubuhnya menyala putih disertai dengan munculnya bau harum semerbak bunga kantil.

Hihihi... hihihi.... hiiii..! Terdengar suara tawa keras memekik menusuk jantung dan telinga. Tawa itu menggema ke seluruh tempat, membuat Andini mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi diri. Itulah Jurus Tawa Kematian.

Tekanan kuat pun langsung Barata rasakan. Ia seakan mengalami ada ribuan jarum yang menusuk telinganya.

"Suara tawa macam apa ini?"

Barata segera menutup indera pendengarannya menggunakan tenaga dalamnya, namun suara itu masih saja mengganggu telinganya.

"Saat kematianmu sudah tiba, anak muda, hihihi." Dewi Maut Penyebar Kematian lalu berkelebat sangat cepat dengan jurus Langkah Hantu.

Wees.. wees... slaap.. slaaap...! Dengan gerakan yang cepat nyaris tak terlihat, Dewi Maut Penyebar Kematian melesat memulai serangannya.

"Terima seranganku! Hiiiaat!" teriak wanita iblis datang secara tiba-tiba melemparkan selendangnya. Barata yang konsentrasinya terganggu akibat suara tawa tadi tidak sempat menghindar.

Wees...! Selendang itu tepat mengenai Barata dan melilit ke tubuhnya dengan sangat kencang, membuatnya tidak mampu untuk bergerak.

Wanita muka pucat tersenyum menyeringai dan langsung memukul Barata dengan keras.

Dess...... dees.... dees...!! Barata pun langsung terlempar beberapa tombak ke belakang, membuatnya berguling-guling di tanah.

Andini yang melihat Barata terjatuh pun berteriak, "Aku akan membantumu, Tuan!"

Barata segera menggelengkan kepalanya mendengar Andini ingin membantunya, memberi isyarat kepada gadis kecil itu untuk tetap diam di tempatnya.

Wanita iblis itu kemudian tertawa melihat Barata jatuh terkapar dan belum bangun akibat dari serangannya. Ia yakin pemuda itu pasti sudah luka parah.

"Hihihihi... itulah akibatnya jika berani berurusan denganku," Dewi Maut Penyebar Kematian kegirangan melihat Barata tergeletak.

"Adakah seranganmu yang lebih kuat, Muka Pucat?" ucap Barata tiba-tiba. Ia beruntung saat ini memakai Baju Badak Hitam yang ia temukan di reruntuhan kuno kemarin. Dengan baju itu, tubuhnya menjadi terlindungi.

Kedua mata wanita itu melebar, terbelalak mendengar Barata berkata seperti itu.

"Bagaimana mungkin bisa seperti itu? Kenapa pukulan mautku tidak berpengaruh padanya?" gumam Dewi Maut Penyebar Kematian, hatinya diliputi keheranan.

Dalam keadaan berbaring terlilit selendang, Barata menggerakkan jarinya ke arah Pisau Bulan Sabitnya yang menancap di tanah secara diam-diam.

"Aku tidak percaya tidak bisa membunuhmu!" ucap Dewi Maut Penyebar Kematian. Tangan wanita pucat seketika membara merah, ingin memberikan pukulan terakhir pada Barata. Dewi Maut Penyebar Kematian pun langsung melesat ke Barata yang masih belum berdiri.

"Aku pastikan, kau akan mati kali ini, anak muda!" pekik wanita muka pucat itu.

Hiiiaaaat.... Pukulan wanita pucat pun mengarah ke tubuh Barata, tapi di saat hantaman tersebut hampir mengenainya, mendadak sebuah sinar hitam memancar keluar dari tubuh Barata.

Duar...! Ledakan pun menggema. Wanita muka pucat pun terlempar ke udara. Sedangkan selendang yang melilit di tubuh Barata pun terlepas. Barata segera bangkit.

Melihat keadaan wanita muka pucat masih melayang di udara, Barata segera mengibaskan tangannya. Wees...! Pisau Bulan Sabit pun meluncur deras ke atas menuju wanita muka pucat.

Wanita pucat tidak kuasa menghindar karena serangan Barata datang di luar dugaannya.

Kreess... kreess....! Aaaakh ...! Wanita muka pucat berteriak kesakitan saat perutnya terkena sayatan pisau itu dua kali.

Gedebuk...! Muka pucat pun terjatuh cukup keras dengan merasakan rasa yang sangat panas di perutnya.

"Muka pucat, terima kematianmu!" Barata mengarahkan kembali senjatanya, berniat untuk menghabisi wanita itu. Pisau Bulan Sabit pun langsung meluncur kembali ke arah wanita itu.

Melihat Pisau Bulan Sabit datang kembali, wanita muka pucat mencoba berdiri untuk menghalaunya. Namun, betapa terkejutnya setelah tenaganya seakan hilang begitu saja.

Karena tidak ingin mati sekarang, wanita pucat pun mencoba minta pengampunan kepada Barata.

"Ampun... anak muda, ampuni saya!" teriak wanita muka pucat setelah merasakan kekuatannya lumpuh akibat terkena Pisau Bulan Sabit di bagian perutnya.

Pisau Bulan Sabit itu pun kemudian berhenti di depan wanita itu. "Kau jangan pura-pura lemah, Muka Pucat," ucap Barata dengan sikap waspada.

"Tidak, anak muda, aku benar-benar mengaku kalah. Senjata di tanganmu telah melumpuhkan kekuatanku. Jika kau mengampuniku, aku bersedia menjadi pengikutmu," ucap wanita muka pucat dengan suara lirih.

"Menjadi pengikutku? Aku tidak percaya dengan bualanmu, Muka Pucat. Aku tahu kau pasti sedang merencanakan sesuatu," tegas Barata dengan mata melotot.

"Jika anak muda tidak percaya, aku serahkan mustika ini padamu. Mustika itu adalah sumber kekuatanku. Kalau aku berbohong, anak muda bisa mengakhiri hidupku dengan menghancurkan benda itu," ucap wanita bermuka pucat itu dengan jujur.

Barata terdiam beberapa saat lalu bertanya kepada Naga Welang, "Apakah semua yang dikatakan wanita ini benar, Naga Welang?"

"Ya Barata, itu adalah mutiara kehidupan wanita itu. Jika mutiara itu hancur, wanita itu pun akan langsung mati," ucap Naga Welang.

Setelah mendengar penjelasan dari Naga Welang, Barata segera mengambil mustika itu dari tangan wanita bermuka pucat.

"Baiklah, akan aku ampuni kamu kali ini. Sekarang pergilah," ucap Barata.

"Terima kasih, anak muda," ucap wanita muka pucat merasa lega.

"Namaku Barata, panggil saja begitu," perintah Barata.

"Baik, Tuan Barata. Aku akan pergi untuk memulihkan diri. Jika suatu saat kau butuh bantuanku, panggil saja namaku tiga kali sambil menghentakkan kaki ke bumi," ucap wanita itu lalu pergi dengan tertatih-tatih.

Barata merasa beruntung memiliki Pisau Bulan Sabit. Ia tidak menyangka kalau senjata yang dulu diambilnya dari Pulau Seribu Ular, mampu mengatasi perlawanan wanita muka pucat,pendekar tingkat dewa tahap akhir yang tidak mungkin bisa dikalahkan dengan kekuatannya saat ini.

1
Ariel Yono
Lanjutkan
Ariel Yono
lanjutkan
Ariel Yono
makasih Thor
Ariel Yono
mantap
Ariel Yono
oke
Ariel Yono
maju terus
Ariel Yono
lanjutkan
Ariel Yono
mencurigakan
prahara
hancurkan... hancurkan
prahara
makasihh min
prahara
teruskan
rio
lanjutkan
rio
lanjut
Ronaldo vs Messi
mantap lah
Ronaldo vs Messi
maju terus
xio zhou
lanjutkan thord
xio zhou
lanjutkan.
Batsa Pamungkas Surya
penguntit ternyata kalah lihai
Ronaldo vs Messi
lanjutkan
xio zhou
lanjutkan k
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!