NovelToon NovelToon
Menjadi Guru Di Dunia Lain

Menjadi Guru Di Dunia Lain

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sistem / Akademi Sihir / Penyeberangan Dunia Lain / Elf
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ned_Kelly

Arthur seorang guru honorer di sekolah negeri yang memiliki gaji pas-pasan dengan jam mengajar yang tidak karuan banyaknya mengalami kecelakaan pada saat ia hendak pulang ke indekosnya. Saat mengira kehidupannya yang menyedihkan berakhir menyedihkan pula, ternyata ia hidup kembali di sebuah dunia yang sama sekali berbeda dari sebelumnya.

Tetapi uniknya, Arthur kembali menjadi seorang guru di dunia ini, dan Arthur berasa sangat bersemangat untuk merubah takdirnya di dunia sekarang ini agar berbeda dari dunia yang sebelumnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ned_Kelly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 31: Berita Buruk

Kedatangan Lewis dan Tuan Leonardo sungguh membuatku tersentak. Aku tidak pernah menduga mereka akan muncul di tengah hari yang tenang ini. Lewis, seperti biasa, datang dengan senyumnya yang cerah, seolah-olah dunia tidak pernah memberinya alasan untuk bersedih. Namun, berbeda dengan sosoknya yang ceria, Tuan Leonardo tampak jauh lebih murung, membawa aura berat yang membuat udara di sekelilingnya terasa menekan.

Aku hanya butuh satu pandangan untuk menyadari bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Wajahnya yang penuh pengalaman hidup, biasanya begitu tenang dan terkendali, kini terlihat menyimpan beban yang tak dapat dia bagikan di depan orang lain. Sebagai seseorang yang telah mengenalnya cukup lama, aku tahu bahwa ini bukan saat yang tepat untuk bertanya secara langsung.

Dengan cepat aku beralih pada murid-muridku yang sedang tenggelam dalam tugas mereka. "Baiklah, hari ini kita selesai lebih awal," ucapku sambil tersenyum. Sejenak mereka tampak bingung, beberapa saling bertukar pandang dengan ekspresi penuh tanda tanya. Tak biasanya aku mengakhiri pelajaran secepat ini. Namun, satu isyarat dariku—tatapan yang sedikit lebih dalam dan lembut—sudah cukup untuk mereka memahami bahwa ada sesuatu yang harus kubicarakan secara pribadi dengan kedua tamu ini.

Meski ada rasa penasaran yang tergambar di wajah-wajah muda itu, mereka tak berkata apa-apa. Dengan rapi mereka merapikan barang-barang, lalu satu per satu meninggalkan ruangan dengan langkah pelan. Suara bisikan dan langkah kaki yang bergema di koridor seakan menjadi latar belakang yang sunyi, menambah intensitas perasaan misterius yang menyelimuti ruangan.

Saat pintu kelas tertutup dengan lembut di belakang mereka, keheningan yang mencekam jatuh di antara kami. Aku memandang kedua tamuku, terutama Tuan Leonardo, yang kini berdiri kaku di tempatnya, seolah-olah dia sedang berjuang melawan sesuatu di dalam dirinya. Ada ketegangan yang jelas terlihat di matanya, tapi juga rasa tertekan yang seakan mengungkapkan betapa beratnya beban yang dia bawa.

"Lewis, Tuan Leonardo," aku memulai dengan hati-hati, mencoba menyeimbangkan antara rasa hormat dan keingintahuan. "Apa yang membawa kalian ke sini?"

Lewis menggaruk belakang kepalanya, masih tersenyum tipis meski aku bisa melihat ada kegelisahan yang tersembunyi di balik sikapnya yang santai. Sementara itu, Tuan Leonardo tetap terdiam. Hanya suaranya yang berat dan lembut kemudian memenuhi ruangan, tapi tetap menyimpan rahasia di balik setiap kata yang dia ucapkan. Aku tahu, ini bukan percakapan yang akan berjalan dengan mudah—ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kunjungan biasa.

"Ayah ada apa? Kenapa wajah ayah tertekuk seperti itu?" Charlotte pun ikut khawatir, Charlotte memegangi tangan ayahnya dengan lembut.

Tuan Leonardo menatapku, tatapannya seolah memberitahu ku untuk mengeluarkan Charlotte dari dalam kelas. Aku kebingungan, di satu sisi aku ingin mengikuti keinginan Tuan Leonardo, namun di sisi lain Charlotte bersikeras untuk tetap bertahan di dalam kelas dan ingin mengetahui apa sebenarnya yang terjadi.

"Putri Charlotte, saya sangat berharap putri keluar sebentar dari sini...Kami ingin membicarakan sesuatu yang serius di sini" Lewis mencoba memberi tahu Charlotte, tetapi Charlotte tetap tidak peduli.

"Aku tidak akan pergi dari sini!" kata Charlotte dan ia malah berlari ke arah ku dan memegang erat bahuku, tubuhnya sangat dekat padaku.

Terima kasih sudah mengingatkan, dan mohon maaf jika ada kesalahan yang saya buat dalam mengikuti kebijakan. Saya akan memastikan untuk menjaga konten sesuai dengan yang diharapkan.

"Ayah, ada apa? Kenapa wajah Ayah terlihat begitu murung?" Charlotte bertanya dengan nada khawatir sambil melangkah mendekat. Dia meraih tangan Tuan Leonardo dengan lembut, seolah ingin meredakan ketegangan yang tergambar di wajahnya.

Tuan Leonardo memandangku, tatapannya berbicara lebih dari kata-kata, seakan meminta bantuanku untuk mengeluarkan Charlotte dari ruangan ini. Aku bingung, terjebak di antara keinginan untuk menuruti permintaan halus itu dan kesadaran bahwa Charlotte tak akan mudah diusir. Ada sesuatu yang membuatnya ingin tetap bertahan, dan aku bisa merasakan kegelisahan serta tekadnya yang semakin kuat.

Lewis mencoba mengambil alih situasi. "Putri Charlotte," katanya dengan suara halus, "Saya sangat berharap Anda bisa keluar sebentar. Ada hal penting yang ingin kami bicarakan."

Namun Charlotte tak bergeming. "Aku tidak akan pergi dari sini!" katanya tegas. Tak hanya sekadar menolak, Charlotte mendekat ke arahku, dan sebelum aku sempat berpikir, dia sudah memegang erat bahuku. Tubuhnya yang halus terasa begitu dekat, dan kehangatan yang ia pancarkan menyiratkan betapa keras kepalanya untuk tetap tinggal.

Keheningan melingkupi kami sesaat, ketegangan di ruangan itu terasa semakin menebal. Aku menatap Tuan Leonardo dan Lewis, berharap ada jalan keluar dari situasi ini, namun tatapan Charlotte yang penuh dengan keteguhan mempersulit segalanya.

Mata tuan Leonardo menatap langsung ke arah Charlotte, wajahnya terlihat jelas marah. "Charlotte jadilah anak baik dan pergi, ayah tidak ingin kau mendengarkan berita ini... biarkan ayah membahas ini dengan gurumu ini"

Pegangan tangan Charlotte semakin erat di bahuku, bahkan ia tidak peduli seberapa dekat tubuhnya pada tubuhku saat ini. "Aku bilang tidak ya tidak! Aku akan tetap di sini, aku bukan anak kecil lagi!"

Mata Tuan Leonardo menatap tajam ke arah Charlotte, sorot matanya seperti bara api yang berkobar. Wajahnya mengeras, penuh amarah yang nyaris tak terkendali. "Charlotte," katanya dengan nada suara bergetar namun tegas, "Jadilah anak yang baik... Pergilah. Ayah tidak ingin kau mendengar ini. Biarkan ayah menyelesaikan urusan ini dengan gurumu."

Charlotte mematung, namun dalam sekejap matanya menyala penuh perlawanan. Tangannya yang menggenggam bahuku semakin erat, begitu kuat hingga aku bisa merasakan getaran di tubuhnya. Napasnya terasa pendek dan cepat di sebelahku, sementara tubuhnya kini begitu dekat dengan milikku seakan dia berusaha menggapai perlindungan—atau kekuatan. "Tidak!" suaranya pecah, setengah tersedak oleh emosi yang menyesakkan dada. "Aku sudah bilang tidak, Ayah! Aku bukan anak kecil lagi!"

Air mata tampak membayang di sudut matanya, namun Charlotte menolak untuk menurunkannya. Setiap kata yang keluar dari bibirnya seolah berdarah, lahir dari luka batin yang telah lama terpendam. "Kenapa, Ayah? Kenapa selalu menjauhkanku? Aku punya hak untuk tahu! Ini hidupku juga, bukan hanya urusan kalian."

Tuan Leonardo menarik napas dalam, ekspresinya sejenak berubah. Ada sesuatu yang terselip di balik amarahnya—entah itu rasa bersalah, rasa takut, atau bahkan penyesalan. Tapi dia tetap menggelengkan kepala. "Kau masih terlalu muda untuk ini, Charlotte... terlalu berbahaya."

Charlotte mundur selangkah, merasakan dinding dingin di belakang punggungnya. "Berbahaya?" bisiknya, suaranya retak namun tajam. "Apa yang bisa lebih berbahaya dari ketidaktahuan? Ayah menyembunyikan sesuatu... dan aku akan mengetahuinya, apakah Ayah izinkan atau tidak."

Tuan Leonardo tampak kehilangan kata-kata untuk sesaat, wajahnya semakin tegang. Lalu dia berbalik ke arahku, seolah mencari dukungan atau solusi, namun aku hanya bisa diam. Momen ini bukan milikku untuk dipecahkan. Ini adalah luka lama yang sedang dibuka.

Sebelum ada yang sempat berbicara lagi, Charlotte tiba-tiba berlari keluar dari ruangan, dengan napas tersengal dan airmata yang kini mulai jatuh tanpa bisa ditahan lagi. Aku hanya bisa memandanginya, perasaan bersalah dan ketidakberdayaan bercampur aduk di dalam diriku.

Tuan Leonardo mendesah panjang, suaranya lelah, "Aku... aku tidak bisa membiarkan dia tahu. Bukan sekarang. Itu terlalu banyak untuk dia hadapi."

Aku hanya bisa mengangguk pelan, tidak ada kata-kata yang bisa menenangkan badai yang baru saja terjadi.

"Aku ingin dia selamat..." kata Tuan Leonardo, lebih pada dirinya sendiri daripada padaku. "Kutukan itu... itu bukan hal yang bisa dia tanggung sendirian."

Aku berdiri terpaku, bingung dan terkejut dengan apa yang baru saja diungkapkan oleh Tuan Leonardo. Kutukan? Apa maksudnya? Rasanya seperti awan gelap menggantung di atas kami, menambah beban berat di udara. Aku menoleh pelan ke arah Tuan Leonardo, yang kini tampak menunduk, ekspresinya penuh dengan rasa bersalah dan keputusasaan.

“Kutukan?” tanyaku dengan suara pelan, berusaha memahami. “Siapa yang terkena kutukan? Charlotte?”

Tuan Leonardo menggelengkan kepalanya pelan, seolah ingin menegaskan bahwa Charlotte bukanlah orang yang terkena kutukan itu. “Bukan,” jawabnya akhirnya, dengan nada yang nyaris penuh kepedihan. “Bukan Charlotte.”

Ketidakpahamanku semakin mendalam. Jika bukan Charlotte, siapa yang terkena kutukan itu? Aku merasa seolah berada di tengah kabut tebal, tak mampu melihat jelas arah atau solusi. “Lalu apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa Tuan Leonardo tampak begitu khawatir?”

Tuan Leonardo menghela napas panjang, seakan mengumpulkan kekuatan untuk menceritakan kisah yang berat ini. Dia melangkah menuju jendela besar di ruangan, menatap keluar ke arah pemandangan yang tampak damai, seolah mencari ketenangan di luar.

“Beberapa waktu yang lalu,” ia memulai dengan suara yang bergetar, “keluarga kami mengadakan sebuah pesta besar di mansion . Itu adalah acara yang sangat bergengsi, dengan tamu-tamu terhormat dari seluruh penjuru negeri. Semuanya tampak sempurna—sampai malam itu berakhir.”

Aku memperhatikan dengan penuh perhatian, merasa seperti setiap kata yang diucapkan Tuan Leonardo membawa kita lebih dekat ke kebenaran yang mengerikan. “Kemudian, setelah pesta itu,” lanjutnya, “Istriku, Minerva, mulai menunjukkan gejala-gejala yang aneh.”

Dia berhenti sejenak, tampak berat untuk melanjutkan. Aku bisa merasakan ketegangan di udara, membuatku semakin gelisah. “Apa gejala-gejala itu?” tanyaku, mencoba mendorong agar dia melanjutkan.

“Awalnya hanya gejala-gejala fisik yang tampaknya tidak berbahaya,” katanya, suaranya serak. “Kelelahan ekstrem, nyeri yang tidak bisa dijelaskan, dan penurunan berat badan yang cepat. Tapi lama-kelamaan, kondisinya memburuk. Penyembuh yang aku sewa tidak bisa memberikan diagnosis yang jelas, dan semua usaha pengobatan sepertinya sia-sia.”

Tuan Leonardo berbalik, wajahnya dipenuhi dengan kekhawatiran dan keputusasaan. “Minerva... dia mengidap kutukan misterius. Kutukan ini... berkembang dengan cara yang aneh. Tidak hanya merusak tubuhnya, tetapi juga tampaknya mempengaruhi pikirannya. Seolah ada sesuatu yang menggerogoti dirinya dari dalam.”

Aku merinding mendengar deskripsi itu. Kutukan mematikan yang tak terdeteksi dan tidak dapat diobati—itu terdengar seperti sesuatu dari mimpi buruk. “Jadi, apa yang terjadi dengan Minerva?” tanyaku, berusaha memahami.

“Kutukan ini tampaknya mengubah segala sesuatu yang ada di dalam dirinya,” jelas Tuan Leonardo. “Kondisi fisiknya semakin memburuk, dan dia sering mengalami halusinasi, seperti ada sesuatu yang berbicara melalui dirinya—bukan suara asli dari dirinya sendiri. Semakin hari, kutukan ini semakin mendalam, menggerogoti setiap bagian dari dirinya.”

“Apa hubungannya dengan Charlotte?” tanyaku. “Mengapa Tuan Leonardo khawatir tentang Charlotte?”

Tuan Leonardo menghela nafas yang berat. "Aku hanya tidak ingin membuat Charlotte sedih mendengar cerita ini, dia sangat menyayangi ibunya dan kemungkinan istriku sudah tidak bisa diselamatkan lagi"

Aku mencoba memahami situasinya, dan kesedihan yang tergurat di wajah Tuan Leonardo terasa begitu nyata. Setiap kata yang keluar dari mulutnya mengandung kepedihan yang mendalam, dan aku bisa merasakan betapa berat beban yang ia pikul. Namun, satu hal masih menggantung di benakku, pertanyaan yang belum terjawab. Mengapa beliau datang menemuiku hari ini?

Aku mengalihkan pandanganku ke arah Lewis, dan tanpa perlu berkata-kata, dia tersenyum tipis, seolah sudah memahami apa yang sedang kupikirkan. Senyumnya tenang, namun di baliknya ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang menandakan bahwa dia juga tahu ada lebih dari sekadar penyakit yang sedang kami hadapi di sini.

Spontan, sebuah pertanyaan keluar dari mulutku. “Apa ini semua karena sebuah konspirasi?”

Tuan Leonardo tidak menjawab, wajahnya tampak semakin tegang. Tapi sebelum aku bisa merasa terlalu canggung, Lewis yang berdiri di sampingnya justru menanggapi dengan tenang, seolah dia sudah menunggu momen ini. “Pengamatan Anda memang tajam, Pak Guru Arthur,” ujarnya, masih dengan senyum di wajahnya, meskipun matanya tetap tertutup rapat. “Saya sangat terkesan dengan kecepatan tanggap Anda.”

Senyum Lewis, meski tampak ramah, justru menambah ketegangan. Cara dia berbicara, dengan nada yang ringan namun penuh makna, membuatku sadar bahwa apa yang aku pikirkan mungkin lebih dari sekadar asumsi. Ini mungkin benar-benar melibatkan sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang mereka sembunyikan dengan hati-hati.

Aku menarik napas dalam, mencoba menjaga nada suaraku tetap tenang meskipun pikiran di kepalaku berputar cepat. “Bolehkah saya mendengar lebih lanjut? Atau, mungkin maksud kedatangan Tuan Leonardo dan Anda, Lewis, hari ini adalah untuk membahas hal itu dengan saya?” tanyaku pelan, berusaha agar kata-kataku tidak menyinggung Tuan Leonardo, yang jelas sudah dalam keadaan emosional.

Mataku sesekali melirik ke arah Tuan Leonardo, mencoba membaca ekspresi wajahnya. Dia tampak diam, tetapi sorot matanya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang lebih besar di balik diamnya itu. Aku tak ingin memaksa, namun aku juga tahu bahwa ini adalah saat yang penting. Ada lebih banyak hal yang dipertaruhkan di sini daripada yang awalnya kubayangkan.

Lewis tetap tersenyum, tapi senyumnya kini berubah lebih serius. "Kami ingin Anda ikut kami ke mansion, Pak Guru Arthur. Nyonya Minerva juga ingin bertemu dengan Anda."

Aku terkejut, namun tersenyum tipis mendengarnya. Rupanya, Nyonya Minerva masih mengingat pertemuan singkat kami waktu itu. Ada sedikit rasa haru di dadaku. Meskipun dalam keadaan seperti ini, beliau masih ingin menemuiku. Mungkin aku bisa sedikit membantu meringankan apa yang beliau derita.

“Baiklah, saya akan ikut ke mansion,” ucapku sambil menghela napas pelan, sudah siap menghadapi apapun yang akan terjadi di sana. Tapi sebelum aku sempat berbicara lebih lanjut, pintu kelas mendadak terbuka dengan keras, dan di sana berdiri Charlotte, wajahnya penuh emosi. Dia menatap tajam ke arah kami bertiga, jelas sekali bahwa dia telah mendengar setiap kata yang kami bicarakan.

"Aku juga ikut ke mansion, titik!" Charlotte berkata dengan nada penuh ketegasan, matanya menyala dengan semangat yang tak bisa dipadamkan. "Aku tidak peduli ayah melarangku menemui ibu atau tidak!"

Rupanya, dia telah mendengarkan percakapan kami dari luar kelas, dan sekarang ia berdiri teguh di hadapan ayahnya, menuntut untuk diikutsertakan. Tatapan mereka saling beradu dengan intensitas yang mengancam. Keduanya keras kepala, dan tak ada yang mau mundur.

Tuan Leonardo, yang semula tampak tenang dan penuh kesedihan, kini berubah tegang. Wajahnya mengeras, jelas bahwa dia tidak ingin Charlotte ikut. Namun, Charlotte bukanlah tipe yang mudah diatur. Dia menantang tatapan ayahnya tanpa gentar, seolah mengatakan bahwa tidak ada apa pun di dunia ini yang bisa menghentikannya.

Aku merasa terjebak di antara perseteruan ayah dan anak ini, suasana mendadak menjadi sangat mencekam. Lewis, yang berdiri di sampingku, hanya bisa menggaruk kepalanya, meskipun jelas sekali dia tidak merasakan gatal sama sekali. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia tak ingin terlibat lebih jauh dalam drama keluarga ini, namun dia juga tahu bahwa ini bukan situasi yang bisa diabaikan begitu saja.

“Charlotte, ini bukan urusanmu,” suara Tuan Leonardo terdengar berat dan tegas. “Kau belum siap menghadapi apa yang akan kau lihat di sana. Ayah tidak ingin kau terlibat.”

“Terlambat, Ayah!” sergah Charlotte, matanya berkilat dengan kemarahan. “Ibu adalah orang yang paling ku sayangi di dunia ini, dan aku berhak tahu apa yang terjadi padanya. Aku sudah bukan anak kecil lagi!”

Situasi semakin memanas, dan aku merasa seperti bom waktu sedang berdetak di antara kami. Aku harus melakukan sesuatu sebelum keadaan semakin buruk, tapi sepertinya aku juga bingung harus berbuat apa sehingga aku lebih memilih menggaruk kepala ku yang tidak gatal sama seperti yang dilakukan oleh Lewis.

1
~YUD~
lajrooot!!
Ned: entar dulu ye kasih Ned nafas dulu wkwkwk...
total 1 replies
Ned
Parah nich, dari pagi tadi update eh kelarnya sore
~YUD~
di festival lunaris ini Arthur bakal ikut main apa cuma jadi guru pengawas doang?
Ned: Jadi pengawas doang, tapi....ada tapi nya hehe/CoolGuy/.... tungguin apa yang bakalan terjadi di sana
total 1 replies
~YUD~
nanti Arthur sama Brandon bakal duel gak author?
Ned: Ya tunggu aja tanggal mainnya
total 1 replies
Gamers-exe
kirain masamune date 👍🗿
~YUD~
nanti Charlotte sama Arthur bakal saling cinta gak author?
Ned: Yakin gak ada yang mau sama Celestine nih /CoolGuy/
「Hikotoki」: betul sekali, jadi meski charlotte umur 16 masih available buat dinikahi
total 8 replies
Erwinsyah
mau nabung dulu Thor🤭
Ned: Monggo silakan, jangan lupa vote dan rate bintang 5 nya kakak
total 1 replies
~YUD~
apa tuh yang segera terungkap?
Ned: apa tuh kira-kira hehehe
total 1 replies
R AN L
penasaran sekali reaksi murinya lihat kekuatan asli guru ny
Ned: tar ada kok, tunggu aja tanggal main nya heheh
total 1 replies
Ned
Update diusahakan tiap hari, setidaknya akan ada 1 BAB tiap hari...kalo Ned bisa rajin up mungkin 2-3 BAB...

Minggu Ned libur
R AN L
di tunggu up ny
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
Ned: kalo gak berhalangan tiap hari update, Ned usahakan ada 1 chapter update lah minimal sehari....Minggu kayaknya libur...doain aja Ned bisa nulis terus
total 4 replies
R AN L
Luar biasa
vashikva
semangatt
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!