NovelToon NovelToon
IDIOT BUT LUCKY

IDIOT BUT LUCKY

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Genius / Hamil di luar nikah / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Mata Batin / Kumpulan Cerita Horror
Popularitas:14.1k
Nilai: 5
Nama Author: diahps94

Tiga sejoli menghabiskan usia bersama, berguru mencari kekebalan tubuh, menjelajahi kuburan kala petang demi tercapainya angan. Sial datang pada malam ketujuh, malam puncak pencarian kesakitan. Diperdengarkan segala bentuk suara makhluk tak kasat mata, mereka tak gentar. Seonggok bayi merah berlumuran darah membuat lutut gemetar nyaris pingsan. Bayi yang merubah alur hidup ketiganya.

Mari ikuti kisah mereka 👻👻

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon diahps94, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Barisan Ayah

Puluhan mobil beriringan, berhenti serentak di perkemahan. Puluhan orang dengan kaos hitam keluar bersamaan, mengawal ketak orang yang Djiwa kenal. Layaknya film mafia turun tangan membasmi masalah, terlihat tampan berkarisma. Lantas di susul kemunculan tiga manusia berpenampilan layaknya pengangguran. Sungguh jomplang sekali strata mereka, dilihat dari penampilan saja orang sudah tahu.

Anak mana yang tak suka ayahnya berkunjung, tapi pria mana yang suka semua urusannya di campur tangan pihak lain. Djiwa bukan bayi lagi, dia berhak hidup di atas pijakan kakinya sendiri. Di awasi seramai ini, menyebarkan aura menindas ke semua orang, Djiwa tak tahu harus menaruh muka dimana setelah ini.

"Woah, wow Daebakk!" Pekik gadis barisan K-Pop.

"Aduh-aaduhhh, mau seserahan apa lagi syuting sih?" Celetuk seorang siswi.

"Aw merinding deh liat yang macho, bulu ku anu." Kalau ini banci sekolahan yang berujar.

Ingin mengubur diri dalam-dalam, Djiwa mulai tak betah, ingin kabur mata batinnya jelalatan. Kalau yang dilihat bukan setan sih tak masalah. Pasrah dengan keadaan, seolah tak kenal dia berusaha menghindari interaksi dengan barisan para ayah. Dia mengutuk hubungan tiga ayahnya yang tiba-tiba akrab dengan Mahendra. Dia juga mengumpat dalam hati, mengapa Mahendra harus menyelesaikan urusan kerjanya begitu cepat. hingga punya waktu luang untuk menyiksa mental anaknya.

Bagas sedari tadi memperhatikan mimik wajah Djiwa yang terus berubah. Dominan kesal, tapi kadang terlihat psikopat juga. "Kau ketempelan?"

"Eh.." Djiwa cukup kaget di tepuk bahunya oleh Bagas.

"Oh ngelamun doang ternyata, udah jangan liat rombongan orangtua pamer harta itu, ayo kita urus api unggun untuk nanti malam." Bagas ingin membantu senior mempersiapkan kayu.

Setuju dengan ajakan Bagas, Djiwa pikir bisa rehat sebentar dari mengumpat dalam hati. Tahunya malah semakin menumpuk umpatan itu. Bagaimana tidak ingin mengumpat saat Djiwa dan temannya mengumpulkan kayu, dan ingin menatanya di tengah perkemahan, justru orang-orang Mahendra melakukan itu lebih dulu, dan melarang siswa untuk membatu. Jadi sebenarnya yang kemah itu bapak-bapak itu atau murid-murid.

Hal itu belum seberapa, hutan di sulap layaknya tempat rekreasi untuk relaksasi di alam. Lampu gantung dengan sinar temaram, jamuan makanan siap lahap, live musik akustik, dan semua di sewa oleh Mahendra. Malam puncak api unggun yang harusnya syahdu, menegangkan, dan penuh suka cita menjadi menyebalkan di mata Djiwa. Benar semua orang sorak sorai, tapi tidak dengannya. Dia merasa di titik terendah hidupnya, tak bisa melakukan apapun seperti gaya diri.

"Mau mandi?" Tawar Anton, dengan handuk di pundak dan gayung di tangan kanan.

Djiwa menggeleng. "Aku sudah mandi dengan Bagas kemaren."

"Busetdah, hari ini bro bukan yang kemarin. Sementang ganteng, terus nggak mau mandi. Ganteng juga percuma kalau bau mah." Anton merangkul Djiwa, menyeret paksa temannya untuk mandi bersama.

"Hei...hei... Tunggu dulu, aku harus ambil peralatan mandi ku dulu." Tak afdol juga mandi asal celup, batin Djiwa.

"Barengan saja dengan ku, kaya nggk pernah aja." Anton memainkan alisnya naik turun.

"Cih, kau menjijikkan, seperti om-om kurang asupan." Djiwa lupa dengan sakit hatinya, dia mandi dengan Anton.

Api unggun menyala kian hangat, siswa setengah melingkar menghadap ke jajaran guru dan pembina. Melantunkan mars sekolah, dilanjutkan dengan lagu kebangsaan. Usai bernyanyi, gerimis turun tak menarik hati panitia agar bubar, seolah gerimis bukan penghalang, pentas seni tetap berjalan. Kelas Djiwa menampilkan drama menirukan gaya beberapa guru saat mengajar di kelas. Sukses melakoni peran masing-masing, tepuk tangan kian ramai terdengar. Kelas yakin, sejauh ini penampilan mereka yang terbaik.

"Aduh coy, ntar kalau gue di keluarin dari sekolah gimana ya, tadi pak Rudiono serem banget ngeliatin, pas gue impersonate dia. Haduh, hancur sudah masa SMA ku yang indah." Galuh, anak gaul dari ibukota mengeluhkan tampilannya, padahal ia sendiri yang usul ingin menirukan sang guru.

"Wkwkwk, pak Rudiono memang begitu mukanya, wajah nahan bokernya gak pernah ketinggalan dalam segala situasi." Anton mencoba menghibur.

"Oh jadi maksud kamu, sekarang juga saya seperti nahan boker?" Rudiono berniat memberi dukungan, dikecewakan dengan perbincangan para murid.

Anton menengok patah-patah, nyawanya hilang seketika, menelan ludah seperti gerakan slow motion. "Eh, anu....bapak seperti mau mene...lan orang."

"Pak Rudiono, punten pak, jadi sebenarnya dialog tampilan ada yang rumpang, nah yang di ucapan Galuh dan Anton tadi tidak kami tampilkan karena terlalu kasar, eh mereka malah lanjutkan di belakang layar, maaf kalau menimbulkan kesalahpahaman dengan bapak." Djiwa tersenyum, berusaha meyakinkan gurunya dengan sebuah dusta.

Jika bukan Djiwa yang angkat bicara Rudiono tak dapat percaya, namun bintang sekolah terlihat jujur. "Hoalah gitu, yowes-yowes gak usah pada ngeri gitu liat bapak, bapak tuh kesini mau bilang kalian keren sekali, penampilan spektakuler parodi guru, belum ada loh yang berani menjadikan saya bahan guyonan di depan publik."

Raut muka Rudiono yang kembali santai dan hangat, menjadikan Galuh anak kota mendekat. "TOS dulu lah kalau gitu pak."

TOS

Murid dan guru itu bersenda gurau, murid lainnya ikut nimbrung sayang tak bisa diabadikan momen karena ponsel masih di bawa panitia. Berbeda dengan mereka, Anton nyari mengompol di celana. Kali ini ia berhutang jasa pada Djiwa, beri kode dua jempol ke arah Djiwa. Dasarnya anak-anak, meski salah tetap saling membela bukan.

Hasil pentas seni sudah diumumkan, kelas Djiwa menjadi juara utama dengan perolehan suara hampir lima puluh persen. Wali kelas bangga anak didiknya mampu menggulingkan opini bahwa kelas mereka berisikan anak buangan. Sebagai juara, diistimewakan akan pulang dengan menaiki bus kelas satu dari pihak sekolah. Anak-anak bersuka cita, hanya Djiwa yang bermuram durja.

"Wow, aku tak sangka kau mampu berlakon dengan apik, ku rasa kau bisa jadi bintang besar jika kau mau." Mahendra memuji Djiwa dengan tulus.

Pujian dari Mahendra sedikit banyak memberi arti dalam diri Djiwa, hati kecilnya tersenyum. Semua tak berlangsung lama karena Yanto berceloteh. "Hish, peran sebagai bintang kelas, apa bagusnya. Kau kalah epik dengan Anton dan Galuh, apalagi Bagas yang jadi Mbah dukun, menyala sekali mereka."

"Juara kelas kan tak usah akting juga memang kehidupan sehari-hari mu." Imbuh Dayat.

Tak mau ketinggalan, Ujang turut berkomentar. "Sama sekali tak menantang, tak menarik di tonton."

"Dari sekian mulut kenapa kalian ini menghujat anak sendiri, sungguh tak patut." Djiwa tak menganggap serius ucapan ketiga ayahnya.

"Kalau saja kakek mu ikut, pasti dia juga akan menayangkan kau hanya ambil peran bintang utamanya, harusnya sesekali jadi figuran." Saran Yanto.

"Jadi biduan kek, atau kang kendang sesekali." Ujang membayangkan Djiwa jadi biduan seram juga, hingga dia bergidik ngeri.

"Ya nggak usah di bayangkan juga jadi biduannya, ah elah." Djiwa hendak pergi tidur bersama teman-temannya, ini sudah pukul satu dini hari.

"Mau kemana?" Tangan Mahendra menarik tangan kanan Djiwa yang bebas.

"Mau kemana lagi, ya mau tidur lah." Dongkol sekali rasanya kalau sudah ngantuk masih di tanya-tanya.

"Tidur dengan kita saja, disana terlalu gelap." Mahendra khawatir akan keselamatan Djiwa.

"Dan membuatku malu di hadapan teman-teman? Kenapa kau hobi sekali mengacaukan hari ku?" Djiwa mulai lepas kendali.

"Aku tak bermaksud begitu, aku hanya khawatir." Tukas Mahendra.

"Khawatir mu, adalah beban untukku." Djiwa pergi, meninggalkan luka baru di hati Mahendra.

Bersambung

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
aduhhhh djiwaaaaaa tolonginnnn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
yaa alloh,,, knp jd kerasukan lagiiii...
mkny pakkkk dekatkan diri sama yg maha kuasa....
jd kasiannn sm C musdal🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
djiwa dipercaya 👍👍👍👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
gelang ny sayang ma djiwa
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ya salammmm galauuuuu😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
ngareppp yaaa🤭🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
😱😱😱
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
waduh 😣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Memang kesurupan 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Setuju 🤫
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
klo tinggal di desa,,, bareng2...
koplak nyaa nularrr nnti😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
wajarrrrr
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂😂
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
diaa inget Zalina🤧
◌ᷟ⑅⃝ͩ● ᴹᴿˢ᭄°Ney Maniez🔮𝙎⃟𝙈
😂😂😂😂
lbh kyakkk yaaa,,,
bpk nyaa djiwa sultannn
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Itu ujian untukmu Djiwa, semoga kamu bisa menjaga amanah kiai 😁
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Ternyata Djiwa msh keturunan kiai 👍😍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Alhamdulillah ternyata gelangnya bisa melindungi Djiwa lg 😉
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Wow apa gelangnya hidup lg 😱
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!