"Jordan, sebaiknya kita bercerai saja. Aku bukan wanita yang sempurna untukmu, aku mandul dan tidak bisa memberimu keturunan. Mama, telah mencarikan jodoh yang terbaik untukmu, yang bisa memberimu keturunan, bukan wanita sepertiku yang tidak sempurna." (Celine)
"Bodoh!! Aku tidak peduli dengan opini orang lain tentang dirimu. Memiliki anak dalam rumah tangga memang penting, tapi bagiku tidak ada yang lebih penting daripada dirimu. Jangan menilai sendiri dirimu dengan kalimat-kalimat bodoh seperti itu, kau tidak mandul, hanya saja Tuhan belum mempercayai kita untuk menjaga titipannya. Celine, dengarkan aku, sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkanmu!!" (Jordan)
Celine merasakan dunianya runtuh ketika dokter mendiagnosa jika dirinya tidak akan pernah bisa hamil dan melahirkan. Hati wanita mana yang tidak hancur mendengar kabar tersebut. Dengan air mata yang bercucuran, dia meminta Jordan untuk menikah lagi, namun dengan tegas Jordan menolaknya karena dia sangat mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Terus Dihantui
Rossa berjalan tergesa-gesa di lorong gelap, berkali-kali menoleh ke belakang. Hantu Celine dalam bentuk hologram selalu muncul, mengikuti setiap langkahnya. Sosok itu diam, menatapnya dengan mata penuh kebencian. Di manapun Rossa berada, bayangan Celine tak pernah hilang.
“Pergi! Pergi kau dari sini!” teriak Rossa panik, suaranya menggema di lorong yang sepi.
Hologram Celine tetap diam, tak bereaksi. Matanya yang tajam menatap Rossa tanpa berkedip, seakan menyelami setiap sudut jiwa yang penuh rasa bersalah.
“Kenapa kau terus mengikutiku?! Apa yang kau inginkan dariku?” seru Rossa lagi, suaranya bergetar antara marah dan ketakutan.
Hologram itu masih tak bergeming, hanya berdiri di sana, menatapnya dengan kebencian yang tak terucapkan.
Rossa mundur perlahan, punggungnya merapat ke dinding. “Tolong, berhenti menghantui aku…” bisiknya lemah, namun bayangan itu tetap ada, tak terpengaruh oleh jeritannya.
Setiap detik terasa seperti siksaan, Rossa tahu, dia tak akan bisa lari dari bayangan masa lalu yang terus menghantui dirinya.
Di sisi lain, Jennie pun mengalami mimpi buruk yang sama. Ke mana pun dia berjalan, hantu yang menyerupai Celine selalu mengikutinya. Sosok itu berpakaian penuh darah dengan mata merah yang memancarkan kebencian yang mendalam.
Saat malam, saat Jennie berada di kamar mandi, lampu mulai mati hidup berulang-ulang. Cahaya yang berkedip-kedip membuat bayangan Celine terlihat semakin menyeramkan. Jennie merasakan jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
“Tidak... tidak mungkin,” bisik Jennie, suaranya gemetar.
Sosok Celine muncul di cermin, menatap Jennie dengan mata yang penuh dendam. Jennie mundur dengan gemetar, punggungnya menabrak dinding. “Pergi! Pergi kau!” teriaknya, hampir menangis.
Tapi hantu itu tetap di sana, matanya yang merah menembus Jennie dengan tatapan yang dingin dan penuh kebencian.
“Kakak ipar, maafkan aku... tolong, jangan lakukan ini,” Jennie memohon, suaranya parau. Namun bayangan itu tidak menunjukkan belas kasihan, tetap berdiri dengan diam, memperlihatkan luka-lukanya yang mengerikan.
Lampu terus berkedip-kedip, membuat suasana semakin mencekam. Jennie menutup wajahnya dengan tangan, tubuhnya gemetar hebat. “Tolong, cukup... aku tidak bisa tahan lagi...” lirihnya, namun hantu Celine tetap diam, tak bergeming, hanya menatap Jennie dengan kebencian yang tak terhingga.
Hal serupa juga dialami oleh Nyonya Tamara. Hantu Celine terus mengikuti dan menghantuinya. Setiap kali dia membuka dan menutup mata, sosok Celine selalu muncul di hadapannya. Mata Celine mengeluarkan darah, dan wajahnya pucat pasi, membuat Nyonya Tamara semakin ketakutan.
Saat Nyonya Tamara duduk di ruang tamu, berusaha menenangkan dirinya. Namun, bayangan Celine muncul di sudut ruangan, menatapnya dengan mata berdarah. “Tidak, ini tidak mungkin...” bisik Nyonya Tamara, suaranya gemetar.
Sosok Celine melangkah mendekat, darah menetes dari matanya, membasahi lantai. Nyonya Tamara mundur, tangannya bergetar hebat. “Pergi! Pergi kau! Apa yang kau inginkan dariku?” teriaknya putus asa.
Hantu Celine tetap diam, wajahnya yang penuh kebencian tak beranjak. Nyonya Tamara merasakan ketakutan yang mendalam, dia tidak pernah membayangkan bahwa menantunya akan terus menghantuinya seperti ini.
“Tolong... aku tidak tahan lagi. Maafkan aku...” isaknya, namun sosok Celine tidak bergeming, hanya menatap dengan tatapan yang menembus jiwa, penuh dengan dendam yang tak terucapkan.
Malam itu, Nyonya Tamara tahu bahwa bayangan Celine akan selalu ada, menghantuinya, mengingatkannya akan semua kesalahan yang pernah dia lakukan padanya.
🌺🌺🌺
Malam semakin dingin, namun kehangatan memenuhi kamar Jordan dan Celine. Tubuh mereka yang polos tanpa sehelai benang saling mendekap erat, menghalau udara malam yang menusuk. Pakaian mereka berserakan di lantai, tersisa dari kerinduan yang membuncah setelah satu tahun terpisah.
Aroma gairah menguar, bercampur dengan udara malam yang dingin, menciptakan suasana yang penuh keintiiman. Jordan menatap Celine dengan mata penuh cinta, jemarinya lembut menelusuri setiap lekuk tubuh istrinya. Celine merespons dengan desahan halus, matanya terpejam menikmati sentuhan yang telah lama dirindukan.
Gerakan mereka penuh dengan kehangatan dan kelembutan, setiap sentuhan, setiap ciuman, adalah ungkapan rasa cinta yang dalam. Mereka bersatu dalam irama yang seakan tak terpisahkan, melupakan segala rasa sakit dan penderitaan yang pernah ada.
Malam itu, di kamar yang penuh kehangatan, Jordan dan Celine merasakan cinta mereka yang utuh, memperbaharui janji setia dalam keheningan malam yang hanya menjadi saksi bisu cinta mereka. Mereka tahu, apapun yang terjadi, cinta mereka akan selalu menjadi cahaya dalam kegelapan.
Malam semakin dingin, tetapi kehangatan memenuhi kamar Jordan dan Celine. Tubuh mereka saling mendekap erat, menghalau udara malam yang menusuk. Pakaian berserakan di lantai, hasil dari kerinduan yang membuncah setelah satu tahun terpisah.
"Celine, aku merindukanmu setiap hari," bisik Jordan, suaranya penuh kelembutan.
"Aku juga, Ge. Tak ada yang bisa menggantikanmu," jawab Celine, matanya berbinar.
Mereka saling menatap dengan penuh cinta, jemari Jordan menelusuri lembut wajah Celine. Setiap sentuhan adalah ungkapan rasa cinta yang dalam.
"Jangan pernah meninggalkanku lagi, meskipun itu hanya di dalam mimpi" pinta Jordan sambil menggenggam jadi jemari lentik milik Celine .
Celine tersenyum, "Aku berjanji padamu, Ge."
Malam itu, cinta mereka menyatu dalam keheningan yang hanya menjadi saksi bisu. Jordan kembali mencium bibir Celine, memagutnya dengan penuh hasrat seperti sebelumnya. Dia menindih tubuhnya, melanjutkan kegiatan mereka yang sempat terhenti. Malam yang terasa dingin bagi orang lain justru panas membara bagi mereka berdua.
“Ge, aku mencintaimu,” bisik Celine di antara ciuman mereka, matanya terpejam menikmati setiap momen.
“Aku juga, Celine. Lebih dari yang bisa kau bayangkan,” jawab Jordan dengan suara serak, tatapannya penuh cinta dan keinginan.
Mereka tenggelam dalam keintiman, saling mengeksplorasi dan mengungkapkan kerinduan yang terpendam selama ini. Setiap sentuhan, setiap dessahan, menggema dalam malam yang menjadi saksi bisu cinta mereka yang membara.
.
.
Percintaan mereka telah usai setengah jam yang lalu. Jordan duduk di ruang keluarga dengan segelas wine, tubuhnya hanya terbalut singlet hitam dan celana panjang warna senada. Dengan santainya, dia memegang gelas bening yang berisi minuman beralkohol, menikmati setiap tegukan dengan penuh kenikmatan.
Pandangannya melintas ke jendela, menatap langit malam yang berbintang. Suasananya tenang, hanya diselingi oleh suara gemericik angin di luar. Jordan menikmati momen kesendirian ini, membiarkan kenangan indah bersama Celine masih menghangatkan hatinya.
Max mendekati Jordan, membawa pesan penting. "Tuan, ada yang harus saya sampaikan pada Anda. Kelompok lain mencoba mencari masalah dan mengaitkannya dengan Five Corner," ujarnya serius.
Jordan menoleh, wajahnya terkesan dingin. "Apa lagi yang mereka inginkan sekarang?" gumamnya tanpa ekspresi.
Max menyerahkan pesan itu, menghela napas lega. "Mereka ingin menemui kita besok pagi. Aku pikir mereka punya rencana besar," tambahnya cemas.
Jordan menerima pesan itu dengan tatapan tajam. "Baiklah, beri tahu mereka bahwa kita akan hadir. Dan beritahu anak buahmu untuk siap-siap," perintahnya tanpa senyum.
Max mengangguk, meninggalkan Jordan yang kembali tenggelam dalam pikirannya.. Meski dingin, Jordan adalah pemimpin yang bijaksana dan tegas. Dan Max adalah salah satu dari sedikit orang yang dipercayanya.
🌺🌺🌺
Bersambung
...biar otak'y gk macet,sgl berbuatsn ads konsekuennya
kurang ajar rossa, juga ibunya kakaknya, biar dirasakan pembalasan dr celine 😡😡