EKSLUSIF HANYA DI NOVELTOON, JIKA ADA DI TEMPAT LAIN BERARTI PLAGIAT! LAPORKAN!
FB: Erna Liasman
IG: Erna Less22
Melisa adalah agen rahasia yang terkuat, sayangnya ia malah mati di tangan sang kekasihnya karena atas perintah ketua agennya.
Namun, ia di beri kesempatan kedua hidup di tubuh seorang wanita lemah yang mati akibat jatuh dari tangga.
Di saat kesempatan kedua ini lah ia pun membalaskan dendamnya kepada kekasih dan ketua agen rahasia itu, dan juga membalas mereka yang menyiksa pemilik tubuh yang ia tinggali itu.
Bagaimana kisah selanjutnya? Bagaimana hubungan ia dan sepupunya? Yuk simak kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon less22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
"Tidak ada yang perlu aku takutkan, hanya saja, kau itu orang awam, masuk ke kandang harimau apa kau ingin cari mati?" tanya Alneozro khawatir.
'Aku tidak peduli, aku pernah mati satu kali, untuk membalaskan dendamku, akti tidak takut mati kedua kalinya,' batin Grameisya.
"Kau kenapa cerewet sekali sih. Yang masuk ke kandang harimau itu kan aku, bukan kamu," ucap Grameisya tersenyum kecut.
"Kau adalah gadis yang keras kepala yang pernah aku temui," ucap Alneozro menatap Grameisya dalam.
"Ah, terima kasih atas pujian mu," ucap Grameisya tersenyum dengan menyipitkan matanya.
"Jika adalah masalah, kau beri tahu aku, aku akan membantumu," ujar Alneozro menatap langit yang penuh bintang itu.
"Kenapa kau ingin membantu orang luar seperti ku, kita baru saja kemarin bertemu. Kau tidak perlu membahayakan dirimu dengan masalah ini. Aku pasti akan menyelesaikannya," ucap Grameisya.
'Dia ... gadis tangguh yang tidak pernah aku temui selama ini,' batin Alneozro.
"Sudahlah, itu saja yang ingin aku tahu, kau seharusnya bertemu dengan para guru yang lain untuk acara malam ini kan? Ayo masuk," ajak Grameisya berjalan terlebih dahulu untuk masuk ke dalam ruangan.
Alneozro mengikuti Grameisya dari belakang dan ia pun kembali bergabung dengan guru yang lain.
Malam pun semakin larut, para murid di persilakan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Alneozro mendekati Grameisya.
"Mau ku antar?" tawar Alneozro.
"Tidak perlu, aku datang dengan supir ku," tolak Grameisya.
"Baiklah kalau begitu, ini kartu nama ku, jika kau butuh apa-apa kau hubungi nomor ku." Alneozro memberikan sebuah kartu nama yang tertera nama dan fotonya dia sana.
Grameisya menerimanya dan melihat ada nomor ponsel pribadi.
"Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu," ucap Grameisya mengangguk. Ia pun meninggalkan Alneozro lalu masuk ke dalam mobilnya.
❤️❤️❤️
Belum sampai di rumah, Grameisya di hadang oleh Yessy, Gladis dan Mia di tengah jalan.
"Keluar kamu!" perintah Yessy.
Grameisya pun keluar dari mobil dan bejalan mendekati mereka.
"Kalian ini kenapa? Bukannya kalian saling berpecah belah ya, mendadak kalian semua jadi akur, pasti kalian membetuk kubu yang sangat kuat," ucap Grameisya tersenyum dengan menaikan sudut bibirnya.
"Kenapa kau bisa kenal dengan Tuan Alneozro, kenapa kau sangat beruntung sekarang? Apa yang kau pakai dan kau gunakan sehingga banyak orang kini mendekatimu? Kau pakai guna-guna ya?" tebak Gladis.
"Itu adalah keberuntungan ku, kenapa kalian yang sewot?" tanya Grameisya.
"Tidak boleh, kau tidak boleh beruntung! Aku sangat membencimu Grameisya! Sangat membenci kehadiran mu dalam keluarga!" teriak Yessy.
"Kenapa memangnya? Aku tidak pernah menganggu mu. Kalau kau tidak suka keberadaan ku ya kau tinggal pergi saja," ucap Grameisya sewot.
"Ayo, kita lukai mukanya, biar dia tidak bisa lagi mengoda Tuan Alneozro," ucap Mia.
"Hey para Nona, apa yang ingin kalian lakukan? Jika Tuan besar tahu kalian akan di marahi," ucap Pak Ahmad menghalangi mereka bertiga untuk berbuat kejahatan.
"Pak Hilman! Cepat tangkap pak Ahmad, dia tidak boleh merusak rencana ini!" perintah Yessy dengan mata memerah.
Rasa kebencian mereka kepada Grameisya menjadi-jadi.
"Oh, ingin melukai ku kemari lah," tantang Grameisya.
Mereka bertiga memegang pisau dan ingin melukai Grameisya.
"Nona! Jangan lakukan itu! Bagaimana jika kalian membunuh Nona Grameisya!" teriak pak Ahmad yang kini kedua tangannya dan tubuhnya di tahan oleh para supir yang lain. Mereka terpaksa melakukannya karena di ancam oleh mereka.