NovelToon NovelToon
Ibu Palsu Untuk Anak-anak Ku

Ibu Palsu Untuk Anak-anak Ku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / BTS / Blackpink / CEO / Percintaan Konglomerat / Ibu Tiri
Popularitas:12k
Nilai: 5
Nama Author: zahra xxx

Victor Winslow, seorang CEO sukses, terlibat dalam kecelakaan tragis saat terburu-buru menjemput anak-anaknya, menabrak seorang wanita yang kehilangan ingatannya dan tidak memiliki identitas. Sementara itu, putrinya Kayla mengalami penurunan kesehatan yang drastis dan menginginkan seorang ibu. Victor, dengan keputusan yang ekstrem, memberikan ingatan dan informasi palsu kepada wanita itu agar bisa menjadi ibu bagi anak-anaknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zahra xxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 30

Victor melangkah dengan hati-hati, langkahnya menggema di koridor rumah sakit yang sunyi. Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak kunjung mendapat jawaban. "Bagaimana mungkin wanita itu adalah dokter? Jika benar, berada di sini sangat berbahaya," gumam Victor dalam hati, wajahnya terlihat tegang.

Tas kerjanya bergoyang-goyang di tangannya, ekspresi frustrasi terpancar dari tatapannya yang tajam. "Sialan," Victor mengumpat pelan sambil mengentakkan kakinya di lantai yang dingin. Dia merasa perlu untuk segera membawa Jennie pulang sebelum ingatan wanita itu kembali, dan membuat masalah besar bagi Victor.

Dengan tekad yang kuat, Victor masuk ke ruangan Jennie. Di dalam, dia melihat Jennie menidurkan kedua anaknya di ranjang rumah sakit. Daniel duduk di sofa dengan sibuk memainkan ponselnya.

"Kenapa kau kesini?"tanya Victor, duduk di sebelah Daniel dengan tatapan serius.

Daniel menjawab dengan suara rendah, "Aku hanya menjaga agar wanita itu tidak kau manfaatkan lebih jauh lagi." Senyum licik tersemat di wajahnya, mencerminkan ketidakpercayaan yang semakin membesar antara mereka sejak Victor memberikan identitas Jennie kepada wanita itu.

Mereka duduk berdampingan, namun suasana terasa tegang. Victor membuka tas kerjanya dan mengeluarkan laptop serta beberapa dokumen yang ia letakkan di atas meja. Keduanya membenamkan diri dalam dunianya masing-masing, tanpa berbicara satu sama lain.

Sudah setengah jam Jennie berusaha menidurkan kedua anak kembarnya, dan kini mereka sudah terlelap dengan tenang. Suara napas mereka yang pelan mengisi ruangan, memberikan suasana damai. Namun, Jennie merasa bosan. Dia menoleh ke arah Victor yang sibuk dengan berkas-berkasnya, sementara Daniel masih asyik bermain ponsel.

Dengan hati-hati agar tidak membangunkan anak-anaknya, Jennie turun dari ranjang rumah sakit dan berjalan menuju mereka. "Kenapa kau sampai ke sini?" tanya Jennie kepada Victor.

Victor yang merasa Jennie berbicara kepadanya mengangkat kepala dari berkas-berkasnya. "Baru beberapa menit yang lalu," jawabnya singkat, mencoba tersenyum.

Daniel yang mendengar percakapan itu meletakkan ponselnya. "Kau bosan, Jen?" tanyanya, menatap Jennie dengan tatapan perhatian.

"Sepertinya begitu," Jennie menjawab dengan suara sedikit malas.

Daniel yang mendengar jawaban itu segera bangkit dari tempat duduknya. Dia mengambil sebuah paperbag dari meja dan mengeluarkan beberapa buku dari dalamnya. "Aku membelikanmu ini," katanya, menyerahkan buku-buku itu kepada Jennie. "Ada beberapa novel dan yah... kamu bilang tertarik dengan masakan tadi pagi, jadi aku juga membeli buku resep masakan."

Jennie menerima buku-buku itu dengan tatapan skeptis. Dia membuka salah satu novel dan melihat sampulnya. "Kau pikir aku anak kecil yang membaca novel romansa seperti ini?" ujarnya, nada suaranya terdengar kesal. "Ini, ambil kembali," sambungnya seraya menyerahkan kembali buku itu kepada Daniel.

Daniel terdiam, sedikit terkejut dengan reaksi Jennie. Dia mengambil kembali buku itu tanpa kata-kata, sementara di sudut ruangan, Victor hanya bisa menahan tawa kecil.

"Tapi biasanya wanita membaca buku seperti ini, Jen," ujar Daniel sambil menggaruk lehernya, canggung.

Jennie mendengus. "Berikan saja buku itu kepada pacarmu, bukan aku," katanya, tidak tertarik. Pandangannya lalu tertuju pada berkas di atas meja yang bertuliskan "Proyek Pembangunan Pusat Perbelanjaan".

Tanpa meminta izin, Jennie mengambil berkas itu dan mulai membacanya. Daniel melihatnya dengan tatapan mengejek. "Apa kau mengerti tulisan-tulisan itu, gadis kecil?" sindirnya.

Jennie mengangkat wajahnya, tatapannya tajam. "Sepertinya mulutmu harus dipotong agar tidak memanggilku sembarangan," balasnya dengan nada tajam, sambil terus membaca isi berkas itu.

Daniel terdiam. Jennie ini memang tipe wanita yang sangat menyebalkan, pikirnya.

Sementara itu, Jennie terus membaca dokumen pembangunan pusat perbelanjaan dengan serius. Matanya menyusuri setiap detail rencana dan rancangan pusat perbelanjaan itu. "Aku yakin pusat perbelanjaan ini hanya akan ramai di awal saja," ujarnya tiba-tiba, tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.

Victor mengerutkan dahinya, heran dengan komentar Jennie. Namun, sebelum dia sempat bertanya, Daniel sudah menyela dengan nada sombong, "Sudah kuduga, wanita seperti mu mana mengerti tentang dunia pusat perbelanjaan."

Jennie menatap datar Daniel. "Memang benar, pusat perbelanjaan kalian jelek. Bahkan jika aku menjadi perusahaan yang akan bekerja sama dengan kalian, aku akan menolak," katanya tegas.

Daniel dan Victor saling pandang, terkejut dengan pernyataan Jennie. Jennie melanjutkan, "Kalian terlalu bangga karena perusahaan kalian besar dan sudah dikenal. Tapi, bagiku proyek ini akan gagal meski sudah dibangun dan selesai."

Victor duduk lebih tegak, kini benar-benar tertarik dengan penjelasan Jennie. "Apa maksudmu?" tanyanya.

Jennie menjelaskan dengan cermat, "Masalahnya bukan pada pembangunan yang sudah terstruktur dengan baik, tetapi pada alasan kenapa orang harus ke sana dan berapa keuntungan yang bisa diperoleh pusat perbelanjaan itu. Bisakah pusat perbelanjaan ini masuk top 10 besar pusat perbelanjaan terlaris yang mampu menghasilkan 1 triliun per tahun? Dan apakah pusat perbelanjaan itu bisa meningkatkan penjualan perusahaan yang bekerja sama dengan mereka?"

Jennie memaparkan semua kelemahan proyek dengan rinci. Dia menjelaskan bahwa lokasi pusat perbelanjaan itu tidak strategis, kompetisi di daerah itu sangat tinggi, dan daya tarik yang ditawarkan tidak cukup unik untuk menarik minat pengunjung dalam jangka panjang. "Kalian mungkin akan mendapatkan lonjakan pengunjung di awal, tetapi tanpa strategi pemasaran yang kuat dan penawaran yang unik, pusat perbelanjaan ini akan kehilangan daya tariknya."

Victor dan Daniel terdiam, terkesima oleh pengetahuan Jennie yang mendalam. Bahkan Victor yang biasanya percaya diri dengan proyek-proyeknya kini mulai meragukan keberhasilan rencana ini. Jennie melihat ekspresi mereka dan tersenyum tipis, merasa puas telah menyampaikan pandangannya.

"Jadi, sebelum kalian melanjutkan proyek ini, pikirkan lagi strateginya. Jangan hanya mengandalkan nama besar perusahaan," ujar Jennie, menutup berkas itu dengan tegas. Dia menatap Victor dan Daniel dengan serius. "Coba perbaiki lagi semua ini dan pikirkan lebih matang-matang. Kalau aku jadi kalian, aku akan membangun pusat perbelanjaan yang lebih baik."

Jennie menghela napas panjang. "Kenapa aku berbicara begitu banyak? Sepertinya otakku mulai tidak beres belakangan ini," serunya sembari menggaruk kepalanya, merasa sedikit canggung.

Victor terdiam sejenak, mencerna semua yang baru saja dikatakan Jennie. Ia sadar bahwa Jennie punya poin kuat dan benar-benar paham apa yang dia bicarakan. "Sepertinya aku tahu kenapa Kim Grup membatalkan kerja sama itu. Kim Grup tidak salah. Aku yang terlalu gegabah mengambil keputusan," ujar Victor, merasa bersalah.

Jennie mengangkat alis, senyum tipis menghiasi wajahnya. "Emm, para pria brengsek memang bodoh," ejeknya, tak bisa menahan diri.

Jennie mengubah topik pembicaraan dengan cepat. "Anak-anak bilang kau menemui Dokter Jack. Apa yang dia katakan tentangku? Apa aku sudah boleh pulang?" tanyanya, berharap mendapatkan jawaban yang diinginkannya.

Victor menatap Jennie dengan simpatik. "Ayolah, gips di kakiku bahkan sudah dilepas. Aku tidak butuh terapi berjalan itu. Kakiku akan sehat dengan sendirinya," lanjut Jennie dengan nada memohon.

Victor mengangguk pelan. "Kau bisa pulang besok lusa," jawabnya, sebelum kembali menenggelamkan dirinya di depan laptop, berusaha fokus pada pekerjaannya.

Jennie tersenyum lega. Akhirnya dia bisa segera kembali ke rumah, meskipun ada perasaan aneh yang menghantui pikirannya. Ia berharap pulang ke rumah akan membantunya mendapatkan kembali ingatan dan kehidupan normalnya.

Sementara itu, Daniel masih terdiam, mencoba mencerna semua yang telah terjadi. "Aku sepertinya harus menyelidiki Jennie lebih lanjut, mendengar penjelasannya sepertinya wanita ini sudah biasa dengan pekerja seperti ini."ujar Daniel dalam hati.

1
FeVey
wah... wah.... gak bahayata...??? ternyata victor punya niatan menjadikan korban kevelakaan mnjdi istrinya.... /Shy/
Dedi Aljufri
baru baca tp cerita nya buat penasaran .. . semangat Thor 😊
Dede Dedeh
okk masih nyimak!!
Anita Jenius
1 iklan buatmu
Mắm tôm
Mantap banget nih thor, jangan berhenti menulis ya!
Keyla: makasih, tenang aja gk bakalan berhenti
total 1 replies
Ryner
Ceritanya bikin nagih thor, terus lanjut ya!
Keyla: makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!