Madava dipaksa menikah dengan seorang pembantu yang notabene janda anak satu karena mempelai wanitanya kabur membawa mahar yang ia berikan untuknya. Awalnya Madava menolak, tapi sang ibu berkeras memaksa. Madava akhirnya terpaksa menikahi pembantunya sendiri sebagai mempelai pengganti.
Lalu bagaimanakah pernikahan keduanya? Akankah berjalan lancar sebagaimana mestinya atau harus berakhir karena tak adanya cinta diantara mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelet
Brakkk ...
Madava menggebrak pintu dengan keras membuat dua orang yang sedang bercanda itu seketika menghentikan tawa mereka. Keduanya terkejut saat melihat sosok Madava yang sudah berdiri angkuh dengan rahang mengeras.
"Kau ... apa yang kau lakukan di rumahku?" seru Madava yang terkejut bukan main saat melihat Asrul-lah yang tengah bercanda dengan Rafi.
Rafi yang melihat wajah penuh emosi Madava seketika menelan ludah dan menundukkan kepalanya.
"Loe kenapa pulang marah-marah sih, Va? Tuh liat, Rafi jadi ketakutan 'kan?" kesal Asrul yang segera meraup tubuh mungil Rafi ke atas pangkuannya.
"Loe juga, ngapain ke rumah gue tanpa izin?" kesal Madava.
Ayu yang tadi sedang membuat minuman segara berlari mendekat saat mendengar suara keributan itu.
"Ada apa ini?" tanya Ayu bingung.
"Nggak papa. Dava aja nih, datang tiba-tiba, bikin kaget orang aja," ujar Asrul dibalas dengusan kesal oleh Madava.
Ayu mengangguk. Kemudian ia mengambil alih Rafi yang tampak ketakutan. Ayu menggendong Rafi masuk ke kamar mereka meninggalkan Madava dan Asrul yang duduk berdua.
"Ngapain loe datang tiba-tiba? Sudah kayak jelangkung aja loe," tukas Madava sinis.
"Bangsat! Loe tuh yang jelangkung. Pulang-pulang nggak ngucap salam," balas Asrul. Begitulah interaksi mereka. Terlihat seperti bertengkar, padahal memang sudah biasa begitu.
"Suka-suka gue. Rumah-rumah gue juga," ucap Madava jengkel. Ia pun mengambil gelas berisi sirup milik Asrul yang baru dihidangkan oleh Ayu tadi dan menenggaknya hingga tandas tak bersisa. Mata Asrul sampai membulat kesal.
"Woy, minum gue tuh!"
"Emang gue pikirin."
"Dasar; temen lucknut loe!"
"Loe belum jawab pertanyaan gue tadi, ngapain loe ke sini?" tanya Madava sinis.
"Bukannya beberapa hari yang lalu gue udah bilang kapan-kapan mau kemari," ucap Asrul mengingatkan Madava.
"Ya nggak tiba-tiba juga kali. Mana pas gue nggak ada."
"Gue juga nggak sengaja kok. Semalam gue tidur di rumah mama. Pagi ini mau balik ke apartemen. Pas balik, nggak tau kenapa mobil gue tiba-tiba udah terparkir di sini," ujar Asrul beralasan. Padahal ia memang sengaja datang ke sana. Asrul tahu, setiap hari libur Madava akan pergi jogging pagi-pagi sekali. Lalu menjelang siang, ia akan nge-gym di tempat fitnes langganan mereka.
"Loe kita gue percaya?"
"Nggak percaya ya udah. Nggak maksa juga kok."
"Cih. Menyebalkan."
"Ngaca woy! Kurang gede apa kaca di kamar loe. Yang menyebalkan itu loe sendiri, bukan gue."
Baru saja Madava ingin menimpali kata-kata Asrul, Ayu sudah keluar sambil menggendong Rafi.
"Mau kemana?" tanya Madava heran.
"Mau ke pasar dulu, Mas," jawab Ayu lembut.
"Kenapa Rafi nggak ditinggal aja? Kasian lho, panas-panasan entar," ujar Asrul.
"Nggak papa, Mas. Sudah biasa kok." Sebenarnya Ayu pun tidak tega, tapi mau bagaimana lagi. Mana mungkin ia meninggalkan Rafi di rumah itu berdua saja dengan Madava. Ia sebenarnya yakin saja Madava tidak mungkin menyakiti anak kecil seperti Rafi, hanya saja ia sadar kalau Madava tidak nyaman dengan keberadaan Rafi pun Rafi yang masih sering takut dengan Madava.
"Naik apa?"
"Naik ojek aja entar."
"Naik ojek?" serunya dengan mata membulat. "Aku antar aja, yuk!" Asrul sudah berdiri dan meraih kunci mobil yang ada di atas meja. Ia bersiap hendak mengantar Ayu ke pasar.
"Eh, ng-nggak usah, Mas. Makasih. Biar aku naik ojek aja," ujar Ayu yang tak enak menerima penawaran Asrul.
"Udah. Nggak papa. Sekalian juga aku mau pulang. Daripada naik ojek, 'kan kasihan sama Rafi."
"Nggak usah, Mas. Serius deh. Nggak usah repot-repot," tolak Ayu.
"Aku nggak repot kok. Rafi mau 'kan naik mobil Om?" Asrul melempar pertanyaan pada Rafi yang dijawab Rafi dengan anggukan pelan. Ia belum berani bersuara karena ada Madava di sana. "Tuh, Rafi aja mau. Loe, Va, nggak papa 'kan gue anterin Ayu ke pasar? Kasian tau nggak. Mana bawa anak kecil. Empet-empetan, panas-panasan pula." Asrul menoleh ke arah Madava yang memasang wajah cemberut.
Dia melirik Rafi yang sedang meliriknya juga. Ingin melarang, tapi apa yang akan Asrul katakan bila ia melarang. Apa alasannya.
'Ah, sudahlah! Biarin aja. Emangnya kenapa aku harus melarang.'
Madava lantas mengangguk membuat Asrul tersenyum lebar. Melihat Madava mengizinkannya begitu saja pergi dengan Asrul, sebenarnya membuat Ayu kesal. Padahal ia seorang suami, bagaimana bisa membiarkan istrinya pergi dengan laki-laki lain. Namun kekesalannya hanya bertahan sementara. Setelah mengingat kalau pernikahan ini tidak berarti apa-apa bagi Madava, Ayu pun berusaha cuek. Ia pun segera mengekori Rafi yang hendak mengantarnya ke pasar.
Keesokan harinya di kantor, setibanya di kantor, Asrul segera masuk ke ruangan Madava yang juga baru saja tiba.
"Va, gue mau nanya serius."
"Apa?" tanya Madava dengan alis berkerut.
"Loe ada perasaan mau mempertahankan pernikahan loe nggak?" Makin berkerutlah dahi Madava.
"Ngapain loe tanya gitu?"
Asrul berdeham. Kemudian ia duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Madava.
"Gini, jujur, gue tertarik sama Ayu. Secara ya, dia 'kan cuma istri pengganti. Kalau loe nggak ada keinginan untuk mempertahankan Ayu, gue minta loe segera lepaskan dia sebab ... "
"Otak loe kayaknya udah miring?" ketus Madava.
"What?"
"Ya, miring. Orang waras mana yang mau meminta istri orang lain pada suaminya? Loe pikir semudah itu? Noh, lawan mama gue kalau berani?" tantang Madava asal.
"Oh, jadi gue harus menemui Tante Shanum gitu? Oke. Gue nggak masalah. Nanti gue akan bilang langsung permintaan gue ini sama Tante Shanum. Bye ... " seru Asrul girang sambil keluar dari dalam ruang kerja Madava.
Madava sampai melongo melihat tingkah Asrul. Ia pikir saat ia mengatakan itu, Asrul pasti akan mundur. Tapi kenyataannya, ia justru semakin berani. Entah kenapa, Madava merasa kesal.
"Dasar brengsek! Apa sih istimewanya pembantu itu sampai Asrul pun kepincut sama dia? Apa jangan-jangan dia pakai pelet ya?" gumamnya mulai melantur.
...***...
...Happy reading 🥰 🥰 🥰 ...