Seorang abdi negara yang berusia matang, di pertemukan dengan gadis muda yang tingkahnya mirip petasan.
"Ingat saja mukanya yang selalu di tekuk dan mulutnya yang berkata ketus. Lama-lama ia lebih mirip dedemit dari pada manusia! Tapi untung saja tampan. Besok pagi saat berangkat aku usilin ahh, siapa tau moodnya sedikit berubah dan mau tersenyum manis. Itung-itung membantunya supaya cepat kawin, huhuhu ... Kawin!" Ranti mesam-mesem dan siap menyuap satu sendok penuh.
Tapi, pucuk di cinta ulang pun tiba. Sosok yang sedari tadi ia pikirkan, tiba saja muncul berlalu di hadapannya dengan muka lempengnya.
Dengan netra sedikit membola nan mulut terbuka siap melahap sendok di depannya, Ranti menatap terkejut akan kemunculan lelaki itu.
Panjang umur, baru juga di pikirin langsung nungul!
Jangan baca novel ini! karena bisa menyebabkan kecanduan yang berkepanjangan! hihihi 🤭
Yang cari pacar ramadhann, kuyy kepoin yukkk🤣
Terimakasihh🙏😚🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mitta pinnochio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecolongan
Ranti terperangah, dengan sorot melebar penuh keterkejutan. Ia menatap bergantian kedua orang yang tengah berdiri tepat di hadapannya. Wanita itu, Mbak biduan ini, tanpa permisi tanpa mengucap salam. Datang tanpa di undang, main serobot langsung nyosor begitu saja.
Susah payah Ranti seharian ini mengatasi emosinya yang naik turun. Ehh, tanpa di duga wanita ini tiba saja muncul pun semakin membuatnya badmood tidak karuan. Terlebih pria itu juga nampak tak keberatan saat di kecup si Mbak biduan. Ohh, astaga Ranti rasanya benar-benar ingin menghilang. Dan entah kenapa, rasa asing yang kapan hari singgah di dadanya itu kembali lagi. Seperti ada tangan tak kasat mata yang menekan kuat di ulu hatinya.
"Ya allah, kok tiba-tiba hati ku jadi berdenyut nyeri begini yaa?" batinnya dengan kepala setengah menunduk.
Sementara pria itu, Braja juga tak kalah kagetnya. Namun, berbeda dengan Ranti yang tak bisa berbohong dengan mimik wajahnya, ekspresinya sebisa mungkin ia kontrol agar tetap terlihat tenang. Tanpa Ranti sadari, tadi saat Maya mengecup dirinya, netranya sempat mencuri pandang ke arahnya. Dan tepat saat itu, ada segurat rasa kecewa yang ia tangkap dari sorot gadis itu.
Melirik sarat akan sorot serius, Braja tau jika Ranti saat ini sedang di landa bimbang. Entah ragu akan hal apa, Braja pastinya belum tau. Tapi ia berani menjamin jika Ranti merasa kurang nyaman perihal sikap Maya barusan.
"Mas."
Braja tersadar ketika sebuah sapuan lembut membelai rahangnya. "Ahh, iya?" Mengerjap, ia kemudian menurunkan jemari lentik itu dengan pelan. Maya, wanita itu dengan beraninya melakukan kontak fisik dengannya, entah atas unsur apa? Jelasnya Braja mulai merasa risih tentang sikapnya ini.
"Kenapa diam? Pasti kaget yaa? Maaf ya, aku kesini gak bilang dulu sama kamu, tapi tadi tante Indira sempat telepon katanya kamu pulang cepet, makanya aku nekat datang kemari," ujarnya sembari tersenyum dan setia berdiri lekat di sisi tubuh Pria itu.
Bergeser memberi jarak, Braja melirik ke belakang tubuh Maya, dimana Ranti masih diam menunduk tanpa sedikitpun bergerak.
"Bisa kita lanjutkan saja di rumah?"
Mendengar respon Braja yang seakan mengacuhkan ucapannya, Maya hanya mengangguk kecil seraya tersenyum canggung. "Tentu."
Setelah mengatakan hal itu, lantas mereka kembali melangkah menuju mobil. Braja berjalan di depan dengan Maya yang menyusul di sampingnya, sendangkan Ranti setia mengekor di belakang dengan kepala.
Braja sempat beradu pandang dengan Ranti, tapi gadis itu langsung memalingkan wajah.
Dalam hati, Ranti merutuki akan sikapnya.
Heyy, Ranti kemana rasa percaya dirimu pergi? Kenapa jadi kuyu lesu begini.
Meremat jemarinya yang berkeringat, begitu pintu mobil dapat di buka, tanpa menunggu di suruh ia langsung naik di kursi belakang.
~
"Caa, ayo cepet! Sebentar lagi calon Mbak ipar kamu datang."
"Bentaran napa Bu, kaya yang dateng orang penting aja, hebohnya sampe segininya," sahut sewot karena Ibunya yang terlampau lebai hanya karena kedatangan perempuan yang endingnya belum tentu jadi Mbak iparnya.
"Ishh, jangan gitu kamu."
"Lah emang iya kok," Caca menjuling sebal.
"Caca, kamu jangan bikin Ibu badmood yaa," ingatkan.
"Aku gak ada bikin Ibu kesel, ibu sendiri yang aslinya moody an parah!"
Setelahnya, Caca langsung melenggang pergi keluar kamar.
Sementara Indira, wanita paruh baya itu berdecak kesal melihat sikap putrinya yang tak jauh berbeda dengan Braja perihal ini.
Tak lama, sosok yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Braja berjalan beriringan dengan Maya yang menggandeng lengannya.
Jangan tanya Ranti dimana? Sudah jelas gadis itu mengekor di belakang.
"Wahh, sudah sampai. Ayo masuk," Indira dan juga Caca menyambut keduanya di depan pintu.
Masuk kedalam, Indira langsung merangkul ramah Kepada Maya. Caca yang melihat itu pun hanya melirik sengit, dan sejurusnya ia malah terpaku dengan gadis yang juga melintas di depannya.
"Lahh, Rann!" kejutnya dengan tatapan heran akan penampilan Ranti saat ini.
"Hehe, Mbak," Ranti hanya nyengir canggung dan berlalu begitu saja.
Kendati demikian, sebelum pergi ia menyempatkan diri bersalaman dengan Bu Indira seperti biasa.
Tak memperdulikan akan sepasang netra yang saat ini tengah menatapnya serius.
Sampai di dalam kamar, Ranti segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Menatap langit-langit kamar, pikirannya kembali menerawang akan ucapan yang di lontarkan Pak Braja.
Pantang bagi saya menarik uacapan saya kembali, Saya sudah sah menjadi pacar kamu?
Membuang nafas panjang, Ranti menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Pasti Pak Braja gak serius, pasti itu!" kalau serius mana mungkin ia diam saja saat di kecup perempuan lain, terlebih di depan pacarnya.
Ihh, pacar katanya.
Lagi pula ia harus sadar, dirinya dan juga mbak biduan itu spek nya berbeda. Di lihat dari sisi manapun, Ranti jelas kalah saing. Dari segi body serta face saja, sudah jelas ia kalah telak. Apa daya lahh yang cuma gadis desa.
"Haissshh! Kenapa jadi musingin hal gak penting begini. Mending aku mandi terus makan lahh, dari pada nanti ujung-ujungnya nangis lagi gara-gara kelaperan."
Beranjak, Ranti lantas bergegas membasuh diri.
Di ruang tamu, Braja dan juga Indira beserta Maya tengah berbincang sambil bersenda gurau, meskipun nyatanya yang sedari tadi berbicara hanya ibunya dan juga Maya. Sedangkan Caca, adiknya itu malah melengos pergi entah kemana.
Jujur pikiran Braja saat ini tengah berkecamuk memikirkan sosok gadisnya yang beberapa saat lalu, melihatnya dengan sorot sendu.
Braja bahkan sempat tertegun, melihat Ranti yang beberapa kali menghindari tatapannya. Berbeda dengan biasanya yang hanya kuncing-kucingan, kali ini ada jelas semburat luka yang ia dapati dari netra gadis itu.
Menegakkan tubuhnya, Braja lantas berpamitan ijin ke kamar untuk berganti baju.
Ia lekas mengayun langkahnya meninggalkan ruang tamu.
Berbeda dengan ucapannya, Braja melangkah ke dalam dapur mencari keberadaan seseorang. Hingga tungkainya terus melangkah, sayup-sayup ia mendengar suara seseorang dari arah belakang rumah.
Di sana, di pagar tembok yang sebagian di pasang teralis besi. Ranti berjinjit di atas kursi sedang berbicara dengan seseorang.
Dari sepengamatannya, Gadis itu tampak riang bertukar sapa dengan lawan bicaranya. Terlihat dari tawanya yang menguar, serta kekehan yang sesekali terdengar.
Braja lantas mendekat, masih menggunakan seragam PDH, ia berjalan santai dengan tubuhnya yang tampak kekar berbalut rapi hingga pesonanya bertambah berkali-kali lipat.
"Bicara dengan siapa?" bisik Braja di telinga gadis itu sambil melirik sosok yang terhalang oleh rimbunnya pohon di depan sana.
...----------------🍁🍁🍁----------------...
"Guyss, jangan lupa tekan like sama subscribe novel ini yaa🙏
Gak usah kirim gift gak apa-apa kok, yang penting kalian ninggalin jejak di karya ini. Terimakasih 🙏🤗
stok terus kesabaran dalam momong ya Braja memang tidak mudah tapi pasti ada hasilnya.
SEMANGAT Thor 🤗
SEMANGAT Thor 🤗
jangan cuek2 Ran palingan kalo Braja nggak kelihatan juga nyariin.. begitulah ngambeknya cewek 🤭
SEMANGAT Thor 🤗
kasihan Braja mumet diseneni Kono kene 🤭
SEMANGAT Thor 🤗