Rosetta Luwig di hidupkan kembali setelah mengalami sebuah kecelakaan dimana ia sedang mengandung anak kakak tirinya. Dia mencintai Jhonatan Maxiliam, namun ternyata pria itu justru mencintai adiknya. Dengan berbagai cara dia menjebak Jhonatan hingga mengandung anaknya, namun sayang ternyata anaknya tidak di akui bahkan keluarganya membencinya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permohonan Maaf
Albert tersenyum senang melihat wajah Lili yang seperti terbakar oleh api. “Berhati-hatilah, suatu saat nanti Maxiliam akan bosan dengan mu.”
“Aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi. Kau yang harus berhati-hati, aku bisa saja membuat mu keluar dari rumah.”
Albert mengangguk dengan santai. “Aku akan berhati-hati, terima kasih karena memperingati ku.”
“Lili kamu tidak ingin bertemu dengan ayah mu?” Tanya daddy Agam.
“Tidak Mom, aku belum siap.”
“Mom, Dad, Kakak tidak ada di apartemen, katanya sudah pulang,” ucap Albert.
Daddy Agam terlihat kecewa, padahal ia ingin bertemu dengan Javer. “Daddy ingin bertemu dengan Javer dan Rosetta.”
Nyonya Diane pun berpikir jika Albert tau keberadaan putrinya. “Albert apa kamu bisa memberitau Mommy keberadaan kakak mu?”
“Maaf Mom, aku tidak tau,” ucap Albert berbohong. Ia tidak mungkin mengatakannya karena takut kemarahan kakaknya.
Nyonya Diane menghela nafas panjang, sepertinya ia harus meminta bantuan seseorang dan juga suaminya harus berusaha dengan keras agar menemukan keberadaan Rosetta.
Pada malam harinya.
Lili menghubungi Maxiliam, namun sama sekali tak ada satu panggilan darinya yang di angkat. Ia mencoba menghubungi kantornya namun tidak di angkat. “Kemana Maxiliam?”
“Tidak mungkin Maxiliam mengkhianati ku, Maxiliam sangat mencintai ku.” Ia mencoba membuang pemikirannya. Ia kembali mengubungi Maxiliam, namun sama sekali tak di angkat. Entah apa yang harus ia lakukan agar Maxiliam menghubunginya. "Aku harus ke Mommy dan Daddy."
Lili keluar dari kamarnya sambil berlari ke ruang keluarga. Ia memperlihatkan wajah sedihnya dan tangisannya. "Mommy, Daddy,"
"Kenapa?" tanya Daddy Agam.
"Maxiliam sama sekali tidak bisa di hubungi, aku takut dia ke rumah kak Rosetta."
Albert mengerutkan keningnya. "Memangnya kakak tau dari mana jika Maxiliam ke rumah kak Rosetta?"
Nyonya Diane mengangguk, ia setuju dengan ucapan Lili. "Benar, Maxiliam tau dari mana rumah Rosetta?"
"Bisa saja kak Rosetta mengatakan pada Maxiliam dan mereka diam-diam bertemu."
Albert tak terima, kakaknya adalah wanita yang baik-baik, seandianya wanita di depannya tidak seperti seekor rubah, mungkin kakaknya tidak akan menderita.
"Jadi kau memfitnah kakak ku? kau menuduh kakak ku?"
"Jadi selama ini Mommy dan Daddy membiarkan kak Lili menuduh kakak ku?" tanya Albert. Selama ini orang tuanya diam saja. "Bagaimana kalau aku yang di fitnah? Apakah kalian akan percaya padanya?"
"Lagi pula jika Maxiliam benar menemui kak Rosetta masih ada Javer, ayah dan anak tidak bisa di putuskan dengan apa pun."
"Albert, bukan seperti itu. Lili sudah cukup!" tegas daddy Agam. Ia bahkan masih ingin membujuk Rosetta untuk kembali ke rumah ini.
"Aku kecewa pada kalian." Albert melenggang pergi, ia menyalakan mobilnya.
Nyonya Diane menatap Lili dengan tatapan kecewa. "Sudah cukup Lili! jangan menambah masalah lagi."
Dia pun menuju ke lantai atas kemudian di ekori oleh Daddy Agam.
"Sayang sebaiknya kau mencari Rosetta. Kau tau, aku tidak bisa melihatnya lepas dari keluarga ini."
"Aku akan mencoba untuk mencarinya," ucap daddy Agam.
"Ini semua gara-gara kamu, seandainya saja kamu tidak mengatakan untuk memutuskan hubungan dengannya. Lihatlah ini, ini semua perbuatan mu. Kau terlalu memanjakan Lili sampai aku kehilangan putri ku dan sekarang kau ingin Albert keluar dari rumah ini. Aku ingin kau bersikap tegas pada Lili."
Daddy Agam memegang bahu nyonya Diane. "Maafkan aku, aku akan mencoba untuk mencari Rosetta dengan meminta bantuan Maxiliam."
Ia pun merogoh ponselnya dan menghubungi Maxiliam. Namun sama sekali tak bisa menghubunginya.
"Aku tau, kita harus ke rumah Emely."
Sementara itu, Maxiliam terus berusaha mendapatkan maaf dari Rosetta dan Javer. Pria itu tidak bosan menunggu mereka keluar hingga membuat Mario merasa jengah dengan perlakuan Maxiliam. Seandianya saja tak ingin membuat keributan, sudah ia hubungi Lili dan kedua orang tua Rosetta untuk membawanya pergi.
"Rosetta Maxiliam masih berada di depan, aku akan menghampirinya."
Rosetta tak menjawab, ia tak peduli Mario mau melakukan apa dengan Maxiliam.
"Keluar Maxiliam!"
Maxiliam keluar, ia tidak berniat meladeni Mario. Namun ia ingin memperjuangkan Javer dan Rosetta, setidaknya ia harus berusaha untuk mendapatkan maaf dari mereka.
"Kapan kau akan pergi dari sini?" tanya Mario dengan nada dingin.
"Aku tidak akan pergi sampai mereka memaafkan aku."
Mario mengepalkan kedua tangannya. Ia langsung meninju wajah Maxiliam dan menarik kerah baju Maxiliam. "Apa perlu aku membunuh mu?"
"Bunuh aku jika kau memang mau, tapi aku tidak akan pergi dari sini."
Ck
Mario berdecak, ia kembali meninju perut Maxiliam hingga pria itu jatuh ke tanah.
"Daddy Malio."
Mario menghentikan tangannya yang siap meninju wajah Maxiliam. "Javer." Ia melepaskan kerah baju Maxiliam.
"Sayang kenapa datang kesini?" tanya Mario dengan lembut.
"Aku ingin kelual, bisakah Daddy menemani ku dan Mommy."
"Tentu saja sayang, ayo." Mario membawa Javer dan menggenggam tangannya.
"Javer tunggu sayang, maafkan Daddy. Berikan Daddy kesempatan sayang."
Javer tak menjawab, Mario dengan cepat memisahkan tangan Maxiliam di tangan Javer.
"Lepaskan tangan Javer!"
"Sayang."
Javer memutar tubuhnya, ia tak memperdulikan Maxiliam yang duduk berlutut di tanah.
...
Rosetta dan Mario serta Javer melewati Maxilim. Mereka menghabiskan waktu bersama, Mario menemani Javer bermain dan berbelanja kebutuhan Javer, dan tanpa terasa mereka sudah menghabiska waktu seharian bersama Javer sampai waktu makan malam tiba.
Setelah selesai makan, Javer dan Rosetta pun pulang. Mereka bertiga terkejut melihat Maxiliam masih berlutut dan menunduk.
Maxiliam menoleh, namun ia menahan dirinya. Ia yakin mereka akan menyuruhnya pergi.
"Sudah biarkan saja." Mario menggenggam tangan Javer dan Rosetta kemudian berlalu pergi.
Maxiliam hanya bisa diam dan melihat kedua orang yang ia cintai di genggam oleh pria lain. Hanya permintaan maafnya lah yang ia harapkan saat ini.
Javer tak bisa memejamkan kedua matanya. Ia terus saja teringat dengan Maxiliam, suara di luar terdengar petir yang menyambar. Ia menuruni ranjangnya dan keluar dari kamar. Suasana di rumahnya pun remang-remang hanya ada sebagian cahaya yang masuk lewat kaca jendela.
"Javer!"
Javer terkejut, ia menoleh ke arah belakang dan melihat ibunya. "Mommy."
"Javer ingin sesuatu?" tanya Rosetta. Sebenarnya ia tak bisa tidur karena mendengar suara petir dan hujan deras. Ia ingin melihat bagaimana keadaan Maxiliam.
"Sebenalnya ..." Javer menunduk, ia takut mengatakannya.
"Javer ingin apa?"
"Javel ingin melihat om Maxi Mom."
"Hah." Rosetta menghela nafas. "Baiklah, biar Mommy yang pergi. Mommy akan melihat Maxiliam. Javer tunggulah di kamar," ucap Rosetta.
Sementara di tempat lain.
Lili tengah tersenyum melihat jus yang ia buat, ia menambahkan sesuatu di jus tersebut yang bisa mengubah nasib Albert.