Pemilik Hati

Pemilik Hati (30)

Hari-hari berlalu. Syifa kini tinggal di apartemen David bukan di rumah yang sempat ia tinggali. Alasannya, jarak apartemen ke perusahaan David dan juga ke sekolah tempat Syifa mengajar jauh lebih dekat.

" Nanti siang, akan ada seseorang yang mengantarkan makanan ke sekolah." jelas David singkat saat Syifa sedang memakaikan dasi.

Aktivitas yang kini menjadi keseharian Syifa. Melayani suaminya. David sebenarnya bisa saja melakukannya sendiri. Namun, rasanya berbeda ketika istrinya yang melakukannya.

" Makanan?,"

" Sebagai rasa syukur atas pernikahan kita. Kita juga kan belum mengabarkan pernikahan kita di sekolah. Aku tidak mau ada gosip tidak baik tentang kamu." David melingkarkan tangannya di pinggang Syifa.

Syifa tersenyum. Sangat bersyukur suaminya memperhatikannya seperti itu.

" Mas datang juga untuk makan siang bersama?," tanya Syifa yang kini mulai paham betapa sibuknya suaminya itu.

" Kita akan mengabarkan pernikahan kita. Tentu aku akan datang,"

" Insya Allah, mas. Kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi. Bisa jadi mas tidak bisa datang karena ada meeting dadakan. Jangan mendahului takdir Allah," Syifa mengusap dada suaminya. Mengingatkan dengan tutur kata yang lembut.

David tersenyum dan tidak tersinggung sama sekali. " Ya, Insya Allah mas datang."

Syifa bahagia karena David bukanlah tipe suami yang memiliki ego tinggi yang enggan menerima nasihat atau masukan darinya.

" Maaf belum bisa jadi imam yang baik untukmu. Maaf juga sudah serakah ingin memiliki istri sholehah sementara aku belum pantas." David menarik tubuh istrinya agr merapat ke arahnya.

Syifa membalas pelukan suaminya. Syifa akui suaminya masih banyak kekurangan bahkan sampai detik ini ia belum bersedia mengimami sholat karena merasa belum pantas. Namun, ia sendiri tak sesempurna itu sampai harus memandang rendah suaminya.

Baginya, suaminya mau belajar untuk lebih baik. Memahami agamanya dan mau di ingatkan, itu sudah lebih dari cukup.

" Kita sama-sama belajar."

" Terimakasih." sebuah kecupan mendarat di kepala Syifa yang tinggi badannya hanya sebatas dada David.

" Sama-sama."

Keduanya berjalan menuju dapur dimana makanan sudah tertata di atas meja.

" Untuk resepsi nanti, maaf tidak bisa mengabulkan keinginanmu untuk mengadakan secara sederhana. Ayah dan ibu ingin memperkenalkan menantu pertama di keluarga mereka pada semua orang. Keluarga, kerabat, kolega . Jadi, pasti akan mengundang banyak orang.

Syifa mengangguk. Harapannya memang tidak melakukan resepsi besar-besaran. Saat berencana menikah dengan Andra pun ia mengutarakan hal yang sama dan di sanggupi Andra. Walaupun pada kenyataannya, Andra sebenarnya sudah mempersiapkan pernikahan yang mewah tanpa Syifa ketahui.

Bagaimana nasib rencana pernikahan yang persiapannya sudah matang itu setelah akhirnya gagal? Syifa sendiri tidak tahu. Karena, Andra mengurusnya sendiri melalui pihak wo tentunya.

" Aku ikut saja, Mas. Tidak apa-apa. Ayah dan ibu pasti punya pertimbangan sendiri," Syifa memaklumi.

Status David yang kini sebagai CEO pun pada akhirnya membuatnya harus bisa memahami. Ibu mertuanya sendiri pernah mengatakan alasan ia ingin memperkenalkan menantunya. Tentu agar semua tahu David telah memiliki pendamping.

Tidak ingin lagi ada yang berniat menjodohkannya dengan anak mereka. Kedua orangtua David sudah lelah menolak. Apalagi David yang tak pernah menggubris niat perjodohan dari rekan bisnisnya membuat mereka mendatangi orang tua David.

" Nanti, kamu data saja yang ingin kamu undang. Biar undangan yang nantinya di sebar tidak kurang jumlahnya."

" Ya. Nanti, aku data dulu."

" Dan... Ehkem..." David bingung harus berkata dari mana.

" Kenapa mas?,"

" Aku juga sepertinya mau tidak mau terpaksa mengundang mantan pacarku. Karena aku mengundang teman sekolah dan kuliah. Jadi, rasanya aneh jika aku membuat pengecualian. Takutnya di sangka tidak bisa move on," beberapa kali hubungannya kandas memang atas permintaan mantannya. Bukan David yang mengakhirinya

Davit menatap lekat manik hitam sang istri yang terlihat biasa saja.

" Tidak apa-apa. Undang saja. Aku juga ingin tahu para mantan mas itu," Syifa menyunggingkan senyumnya.

David hanya berdecak melihat sang istri seperti menggodanya.

Jika dulu ia akan bangga karena punya banyak mantan. Sekarang itu rasanya malah akan jadi bumerang karena mereka bisa saja datang dan menjadi duri di rumah tangganya.

Syifa jadi tergelak melihat wajah sang suami.

" Ibu bilang, aku harus jadi wanita kuat. Karena memiliki suami yang banyak mantannya perlu tenaga ekstra,"

" Ck....."

"Tapi, aku serius mas. Tidak apa-apa kamu mengundang mereka juga. Kecuali kamu belum move on."

" Punya istri seperti kamu mana mungkin aku belum move on,"

TBC