Menjadi janda bukanlah sebuah pilihan bagiku,
Tahun pun telah berlalu dan waktu telah menjawab segala perbuatan seseorang.
Cinta itu datang kembali namun tidak sendiri, suamiku yang telah mencampakkan diriku dengan talak tiga yang ku terima secara mendadak. Kini Dia datang kembali di saat sebuah cinta yang lain telah menghampiri diriku yang sebenarnya telah menutup hati untuk siapapun..
Siapa yang harus aku pilih? Sedangkan hati ini masih ragu untuk melangkah kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delima Rhujiwati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ancaman Mas Iwan
Mataku terbelalak dengan gerakan cepat yang di arahkan mas Iwan kepada mas Dian, dengan meraih kerah bajunya terlebih dahulu sebelum melayangkan pukulannya.
"Mas...stop hentikan! Atau aku akan berteriak dan kita akan sama-sama malu..!" Teriakku sambil mengancam mereka berdua yang sedang bersiap kembali untuk melayangkan pukulan masing-masing.
"Lintang kamu...!" Mas Iwan menatapku dengan pandangan mata bengis sembari melepaskan cengkeraman tangannya pada kerah baju mas Dian, begitupun mas Dian
"Apa yang kamu lakukan disini dengan pria ini, huh! Kamu benar-benar keterlaluan Lintang, meninggalkan Shasy dan berdua disini dengan laki-laki bajingan ini!" Teriak mas Iwan lantang, bahkan ada beberapa pengunjung yang mulai mendekat sekedar melihat atau hanya menyaksikan kegaduhan yang telah mas Iwan ciptakan.
"Bukankah kamu yang bajingan, Iwan!"
"Dia tidak meninggalkan Shasy, tapi dia bersamaku untuk melakukan pekerjaan, dan kamu salah besar kalau menilai, lintang adalah peselingkuh seperti yang kamu lakukan pada dirinya!"
Mas Dian menatap mataku dan mencari dimana letak kebenaran ucapan mas Iwan begitupun juga diriku. Tentu saja aku di buat bingung dengan kata-kata mas Iwan yang baru saja aku dengar.
"Maksud mas Iwan bagaiman ya? Salah dimana aku mas? Mas Iwan tidak sedang mabuk bukan?" Tanyaku sambil menelisik penampilan mas Iwan dan kembali mengingat ucapan mas Iwan.
"Hei kamu! Akan aku laporkan kamu pada yang berwajib, dengan tuduhan mengganggu ketenangan orang lain,!" Bukannya menjawab tapi mas Iwan semakin menggila dengan kekonyolannya menuduh mas Dian yang masih saja diam tanpa merespon semua tuduhan dan ucapan mas Iwan.
"Kita pergi dari sini dek, yuk!" Mas Dian mungkin berpikiran lain, juga menjaga harga diri didepan umum.
Aku mengikuti ajakan mas Dian, baru saja beberapa langkah meninggalkan mas Iwan yang masih saja bersungut-sungut, Tiba-tiba kembali mas Iwan melayangkan pukulan pada mas Dian.
Kali ini mas Dian tidak tinggal diam, dengan tetap siaga dan melindungi diriku dan dirinya sendiri, mas Dian berhasil memelintir tangan mas Iwan dan membalas pukulan mas Iwan telak mengenai ulu hatinya, lalu roboh dan mengerang.
"Hei Iwan... Apa tidak bisa bersikap sedikit gentle? Kau sendiri apa tidak tau ini tempat umum? tidak bisakah kamu menghargai Lintang sebagai wanita, belum puas kamu menyakiti wanita seperti Lintang," kali ini mas Dian benar-benar di ujung kesabaran, aku hanya terdiam sambil menahan tangisku rasa yang selalu mas Iwan berikan, rasa yang selalu menyangkut harga diriku, bahkan disaat setelah proses cerai sudah lama usai.
"Pergi dari sini atau aku akan membuat kamu merasa menjadi laki-laki yang sebenarnya, bukankah kalian sudah cerai? Lalu ada masalah apa denganmu? Sebaiknya kamu pergi dari hadapanku sebelum ku patahkan tanganmu!" Gertak mas Dian sambil melepaskan cengkeraman tangannya yang memegang kerah baju yang di kenakan mas Iwan.
Aku hanya mampu menatap ulah kedua pria di depanku, mataku perih namun air mata ini nyatanya sudah kering, hanya untuk menangisi perbuatan mas Iwan yang tidak pernah berubah.
"Kita pergi dek, maaf telah terjadi insiden yang kurang menyenangkan hari ini, kita pindah tempat lain," mas Dian menarik tanganku dan membawaku menjauh dari tempat yang mulai menjadi kerumunan para pengunjung taman.
Mas Dian diam tanpa bicara, genggaman tangannya bahkan semakin erat seolah-olah ada rasa khawatirnya bila aku melarikan diri atau mungkin mas Iwan masih saja nekat mendekatiku.
Kami menuju mobil dalam kebisuan, "kita pulang saja mas, mungkin lain waktu saja," ucapku memecah kesunyian.
"Maafkan semua kelakuan mas Iwan mas!" Ku tatap wajah mas Dian yang terdapat bekas memar pada ujung bibirnya.
Perlahan ku beranikan tanganku untuk mengusap ujung bibirnya.
Tangan mas Dian meraih tanganku lalu meng ecup lembut, dan menatapku sambil tersenyum, "mungkin luka ini tidak seberapa dengan luka yang dek Lintang alami dan rasakan, dan ini akan segera sembuh dengan usapan tanganmu yang lembut ini, dek,"
"Aaahh... Sudah.... sudah! Bualan basi pak dokter, ha ha ha," akhirnya tawa itu pecah juga, ketegangan menjadi cair sesaat.
ponsel ku berdering, dengan suara memekik ingin segera mendapatkan sentuhan dari jari-jariku.
Aku diam, tidak tau harus apa yang bisa aku lakukan, kulihat wajah mas Dian yang masih beku, lalu menatap sendu padaku, "terimalah dek, minta penjelasan apa yang dia mau?" Mas Dian tersenyum padaku memberikan sedikit kelegaan.
Ku terima panggilan itu dan ku alihkan menjadi mode loudspeaker, dengan tujuan agar mas Dian ikut mendengarkan.
"Hallo mas Iwan, apa maumu! Kita sudah cerai dan semua perbuatan konyol yang mas Iwan lakukan pada mas Dian tadi, sangat memalukan!" Jawabku lirih dengan mataku yang lurus menatap kearah jalan raya yang tidak begitu padat.
"Lintang, aku ingin rujuk denganmu, kita rujuk Lintang, dan aku berjanji aku akan memperlakukan dirimu tidak seperti dulu lagi, Rahma sudah tidak bisa hamil Lintang, sedangkan kehidupan putraku tidak bisa menjamin selamat dari masa kritisnya, Lintang tolong aku Lintang!" Ingin aku tertawa tapi apakah itu wajar untuk aku lakukan disaat-saat begini, atau menangis itu?
"Mas.... Itu tidak mungkin! Dan tidak akan pernah terjadi, maaf mas! Sebaiknya jangan pernah menemui ku ataupun melakukan hal bodoh lagi seperti tadi, itu hanya mempermalukan diri sendiri," karena merasa geram dengan ucapan mas Iwan, lalu panggilan ku putus saja sepihak.
Dreetttt.... dreetttt.....
Kembali ponselku berdering, "terima saja dek jangan ditolak, berikan penjelasan yang sebenarnya!" Mas Dian menepikan mobilnya lalu pandangannya tertuju padaku.
Ponsel ku ubah dengan mode loudspeaker lagi dan kami sama-sama mendengarkan.
"Maafkan saya mas sebaiknya tidak menghubungiku lagi, kita bukan suami istri lagi mas, dan untuk rujuk itu sangat tidak mungkin!"
"Tapi Lintang, aku ingin mengasuh Shasy bukankah dia anak perempuan yang seharusnya berada di sisiku sebagai ayah dan walinya kelak!" Mataku nyaris copot saat mendengar kalimat ini, semakin aku tanggapi semakin melonjak, mas Dian di sampingku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Mimpi kamu mas...? Shasy sudah menemukan papa pengganti dan dia tidak butuh seorang papa seperti dirimu mas, kalaupun kita bicara tentang perwalian, saat ini jelas bukan saatnya, maaf jangan menghubungiku lagi, atau mencari ku kalau hanya untuk membahas persoalan yang super konyol ini!"
"Tapi Lintang! Aku akan menggugat kamu beserta keluargamu, karena menghalangi pertemuan antara ayah dan anak, camkan itu!" Ganti mas Iwan yang memutus panggilan secara sepihak, membuatku semakin geram dibuatnya.
Ku tatap benda pipih dan canggih itu, sambil mencerna semua ucapan yang mas Iwan ucapan, ia bahkan tidak segan mengancam akan melalui jalur hukum.
🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️🧚🏽♀️
To be continued 😉
Bestie cukup gila nggak sih 🤭 atau tunggu chapter selanjutnya biar tambah gila yah 🤣🤣, like komen membangun dan plus plusnya donk.
Salam Sayang Selalu by RR 😘
awassss lohhh anumu ntar di sambel sama bini sahnya