Giselle mengira menikah dengan Gibran adalah pilihan terbaik dalam hidupnya. Sosok pria yang mau menerima kekurangannya dan melengkapinya. Akan tetapi, semua angan dan impian Giselle berubah menjadi pahit, ketika dia tinggal satu atap dengan mertuanya.
"Jadi wanita bisanya cuma bekerja, gak tahu dapur, gak tahu kerjaan rumah tangga. Sudah begitu, kamu menikah lama dan tidak memiliki anak. Jangan-jangan kamu mandul, Sell?"
Perkataan pedas, tudingan miring, ditambah dengan ketidakberdayaan Gibran kian menambah runyam suasana. Dapatkah Giselle bertahan dengan konflik batin yang dia alami setiap harinya? Akankah pondok mertua yang tak indah ini perlahan-lahan menjadi rumah yang bisa menerimanya dan memanusiakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Pramudya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memicu Masalah
Giselle pada akhirnya memilih untuk meminta maaf kepada Ibu mertuanya. Walau, sebenarnya secara logika apa yang disampaikan suaminya benar adanya. Mereka adalah pasangan halal. Melakukannya juga dalam bingkai pernikahan. Tidak seperti pasangan bukan mahramnya yang berbuat zina. Namun, bagaimana lagi memang beberapa orang dengan pemikiran yang kolot akan menganggap hal-hal menjadi masalah dan juga selalu dipermasalahkan.
"Kamu tidak perlu meminta maaf kepada Ibu, Sayang. Yang kita lakukan itu benar, bukan perbuatan zina," balas Gibran.
"Berani kamu sama Ibu, Bran? baru bertemu mertuamu yang kaya raya sekali saja, kamu sudah berani kamu sama Ibu. Kamu harus ingat dan tahu, darimana kamu berasal. Jika Ibu tidak melahirkan kamu, kamu tidak akan pernah ada," balas Bu Rosa dengan tampak begitu marah.
"Semua anak tidak meminta dia dilahirkan, Bu. Sebab, itu sepenuhnya ada di keputusan orang tuanya. Namun, Gibran berharap Ibu bisa membedakan mana yang mahram dan tidak. Jika, Gibran berzina itu salah, Bu. Namun, Gibran melakukan bercinta dengan istri Gibran sendiri. Tidak ada yang salah."
Bu Rosa menggelengkan kepalanya. Kesal dengan Gibran. Seolah Gibran sekarang sedang menggurui dirinya.
"Aa Gibran, seharusnya Aa tidak berbicara begitu kepada Ibu. Seharusnya seorang anak harus menghormati Ibunya," balas Annisa.
Sekarang, giliran Annisa yang turut berbicara. Menyalahkan Gibran karena seharusnya Gibran bisa menghormati Ibunya. Bukan bersikap seperti itu kepada Ibunya.
"Sekarang kamu sudah tahu kan Neng Nisa. Gimana berubahnya Gibran setelah menikah. Bukan hanya tidak sopan, tapi juga tidak pernah memberikan uang untuk Ibu. Semua penghasilannya diberikan untuk istrinya," balas Bu Rosa.
Agaknya sekarang, Annisa memiliki celah untuk masuk dan juga tahu bagian mana yang harus dia korek untuk mendapatkan simpati dari Ibunya Gibran. Selain itu, dengan sedikit memicu masalah, pastilah Giselle juga akan kian tersudut.
"Kadang siapa istri itu mempengaruhi suami, Bu. Seharusnya kamu memprioritaskan Ibu yang sudah melahirkan kamu, Mas. Bukan seperti itu," balas Annisa lagi.
Sekarang, justru Annisa turut mempersalahkan Gibran. Merasa bahwa yang dilakukan Gibran itu salah. Pastilah semua itu karena Giselle yang membujuk suaminya atau mungkin sudah meminta terlebih dahulu semua uang dan pendapatan suaminya.
"Kamu di sini hanya orang luar, Nisa. Tidak udah ikut campur urusan keluarga dan rumah tanggaku. Sebaiknya, kamu pergi," balas Gibran dengan tegas.
Annisa menggelengkan kepalanya perlahan. Dia benar-benar tidak menyangka dengan Gibran yang sekarang justru mengusirnya. Lebih dari itu, Gibran mengatakan bahwa dia adalah orang luar. Orang luar yang seharusnya tidak perlu untuk angkat suara.
"Kamu berubah A Gibran. Dulu kamu tidak pernah berbicara kasar seperti ini," balas Annisa.
Sungguh, situasi rumah yang seperti ini membuat Giselle jengah. Mereka yang hanya sekadar bertamu justru ikut-ikutan bersuara dan memantik api. Ambang batas kesabaran manusia ada batasnya. Hingga, akhirnya Giselle kembali berbicara sekarang.
"Nisa, aku harap kamu adalah wanita baik-baik. Tidak sepantasnya wanita yang dulu hanya seorang mantan dan terus-menerus ke sini sementara Mas Gibran sudah beristri. Muliakanlah dirimu sendiri. Di luar sana masih banyak pria yang lajang dan bisa menerima kamu. Tolong sebaiknya kamu pergi. Maaf, kamu hanya tamu dan tidak sepantasnya ikut campur dengan semua permasalahan keluarga kami," ucap Giselle.
"Ibu ...."
Annisa kembali bersuara dan menatap Bu Rosa. Seolah meminta perlindungan dari Bu Rosa. Hingga Bu Rosa kembali emosi dan marah kepada Giselle.
"Annisa kemari karena dia datang untuk Ibu. Sebaiknya kamu yang pergi, Sell. Kamu di sini hanya wanita pembawa bencana. Membuat suami saya meninggal, membuat anak saya berani kepada ibunya sendiri, dan juga tidak bisa memberikan keturunan. Pergi sana!"
Ya Tuhan, hati Giselle teriris perih. Seharusnya menantu mendapatkan tempat di rumah mertuanya sendiri. Akan tetapi, sekarang justru orang lain yang notabene hanya mantan anaknya justru dibela-bela setinggi langit. Sementara menantu sendiri justru diusir dari dalam rumah.
Giselle tersenyum miris dengan apa yang diucapkan oleh Ibu mertuanya itu. "Andai Ibu bisa melihat Giselle dengan sudut pandang yang lebih baik. Sayangnya, Ibu tidak suka dengan Giselle dari awal. Merasa Giselle hanya wanita yang membawa musibah di sini. Terima kasih, Bu ... dari Ibu, Giselle benar-benar belajar apa itu arti bersabar. Namun, Giselle tidak habis pikir seorang mertua justru mengusir menantunya sendiri untuk wanita yang notabene hanya seorang mantan."
Usai mengatakan semua itu, Giselle berlalu pergi. Hatinya kembali sakit. Seolah dia dibandingkan dengan mantan kekasih suaminya dulu. Begitu sudah sampai di dalam kamar, Giselle mengemas pakaiannya ke dalam koper. Lebih baik, memang dia pergi dari rumah mertuanya.
"Sudah tidak ada lagi tempat untukku, di pondok mertuaku sendiri. Bahkan Ibu yang ku anggap layaknya Ibu sendiri justru mengusirku, lebih memilih mantan pacar suamiku dulu."
Hati Giselle sangat pedih. Lebih baik baginya untuk pergi. Sementara, ketika Gibran hendak mengejar Giselle, justru Bu Rosa kembali berceramah.
"Kejar istrimu yang tidak berguna itu. Kalian berdua sama saja. Pasangan memalukan. Tidak tahu malu," ucap Bu Rosa.
Kali ini, Gibran memilih berlalu pergi. Dia ingin melihat ke kamar apa yang dilakukan Giselle sekarang. Andai Giselle benar-benar hendak pergi, Gibran akan mempertahankan Giselle di sisinya. Akan berusaha menahan Giselle.
sedih kalo berada di posisi Gisel semuanya serba salah