Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 25.
Gala akhirnya pulang, ia membuka pintu rumahnya dan berjalan ke arah kamar utama dengan memijat tengkuknya yang terasa pegal. Namun, betapa kagetnya pria itu saat tak menemukan istrinya di atas ranjang mereka, tempat itu kosong hanya ada bantal dan guling yang ditata rapi bersama spreinya.
"Sasa!" panggilnya tapi tak ada sahutan sama sekali.
Ia bergegas keluar dan menemukan istrinya tertidur di sofa depan tv, gala menghembuskan nafasnya penuh kelegaan. Ia melangkahkan kakinya mendekati wanita yang terlelap itu, ia menaruh koper diatas sofa sebelahnya lalu membuka jas dan dasinya.
Setelahnya ia berjongkok dengan sebelah siku bertumpu pada lantai, menatap istrinya yg terlelap, ia mengulurkan tangannya menyentuh pipi yang tirus itu dan tersenyum.
Kalau melihatnya seperti ini gala pun merasa tenang.
Mendadak kepala syahla bergerak tak karuan, bibirnya bergetar dengan mata yang terlihat terpejam kuat seperti orang yang bermimpi buruk.
Ia menggoyangkan pundaknya, "Sa, bangun. Sasa!"
"Bunda!" teriak Syahla yang bangun dari mimpinya, dadanya kembang kempis dengan keringat yang membasahi keningnya.
"Syahla!" panggil Gala pelan dan lembut.
Syahla menoleh, lalu ...
grab
Ia memeluk lelaki itu, hampir saja gala kehilangan keseimbangan namun punggungnya bersandar pada meja, syahla memeluknya dengan begitu erat dan disana ia meluapkan kesedihannya.
Air matanya menetes membasahi pundak suaminya—ia butuh kekuatan, ia butuh sandaran untuk bisa bangun dari rasa takutnya—hanya gala yang bisa ia andalkan tak ada lagi, sungguh syahla benar-benar tak berdaya mengingat perih itu.
Tangan gala yang tadinya hanya diam kini membalas pelukan itu, ia mengusap punggung istrinya pelan dan membiarkan posisinya sampai ia tenang.
"Maafin aku, Mas. Aku takut kehilangan aja, soalnya mas gala belum juga ...." Syahla tak meneruskan ucapannya karena takut suaminya itu mengamuk seperti di mall.
"Tidak memperkenalkan aku pada keluarganya mas," itu yang ingin syahla katakan.
Tetapi ia tahu dirinya salah dan kalimat itu ia tahan ditenggorokan, meski ia juga ingin diperkenalkan pada keluarga suaminya apalagi itu keluarga kandung, maka biarlah ia menunggu suaminya siap membawanya kekeluarganya.
Mungkin belum dapat restu, itulah yang syahla pikir.
Sedangkan dalam pemahaman gala, lelaki itu berpikir bahwa mungkin syahla heran kenapa ia belum juga menyentuhnya?
Tapi jauh dari dalam lubuk hatinya, ia juga berharap bisa memberikan nafkah batin pada syahla hanya saja ia tak tahu cara memulainya—ia bukan sang pujangga atau roman picisan juga play boy gayung yang menjadi titelnya gandi.
Gala melepaskan pelukannya, ia mencengkeram pundak kecil wanita yang dihadapannya, ia tatap lekat manik matanya yang berair.
"Maafin gue juga, ya. Belum bisa memberikan apa yang elo mau, gue pingin ngelakuin itu saat kita sudah suka sama suka. Gue gak segila itu memaksa elo melakukan hal yang begitu ... Begitu ...." Gala grogi untuk melanjutkan kalimatnya, lelaki itu memejamkan matanya dan mengalihkan pandangannya kesebelah kiri dengan bibir yang terasa kelu.
"Begitu intim," itu yang ingin Gala ucapkan tapi hanya tertahan di kerongkongannya.
Sedangkan syahla, wanita itu memiringkan kepalanya tak paham kemana arah pembicaraan suaminya.
"Begitu apa, Mas?" tanya Syahla menautkan kedua alisnya.
"Begitu berisik," jawab Gala singkat, tiba-tiba saja otaknya mengingat ilham dan alesia begituan yang suara mereka terdengar jelas kekamar mereka.
"Oh, begitu," ucap Syahla berusaha memahaminya walau sebenarnya ia tak paham sama sekali dan kepalanya masih mencerna apa yang suaminya paparkan.
"Udah aku maafin, kok. Asal mas gala jangan bangor sama aku," ujarnya menuduh suaminya nakal.
Gala menyentil dahi syahla, "Elo tuh yang bangor, gue nyariin elo seharian ini makanya malam ini gue lembur," kesalnya.
"Maaf mas," cicit Syahla sambil mengusap keningnya yang lumayan nyeri dan bibirnya yang cemberut.
"Sudah-lah, kita tidur aja. Gue capek, tapi bukan disini tidur dikamar. Ntar elo masuk angin," ajak Gala yang langsung berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar utama yang diekori syahla dari belakang.
Syahla tidur diikuti gala yang menyusulnya setelah mencuci muka dan membersihkan diri.
"Besok kita ke toko perhiasan, ya!" ajak Gala sambil merebahkan tubuhnya disamping syahla.
"Untuk apa?" tanya Syahla.
"Beli cincin kawin," jawab Gala lalu menguap.
"Cincin," gumam Syahla tersenyum merekah.
"Tak apa, sya. Bersabarlah, jalani pelan-pelan tapi pasti," ucap syahla dalam hati.
Grab
Hampir saja syahla memekik kala gala menariknya kedalam pelukannya, jantungnya mendadak senam dan matanya membelalak saking kagetnya.
"Kata orang, tidur suami istri itu harus begini," tengil Gala yang terdengar begitu manja.
Gala bersorak ria didalam hatinya, karena syahla sama sekali tak menolaknya justru istrinya ini malah patuh dan diam menurutinya dan ia merasa ah ... Salah tingkah.
Pria itu mulai memejamkan matanya, mengistirahatkan tubuhnya yang lelah dan tanpa obat ia bisa lebih tenang dengan mencium aroma parfum yang menyeruak dari tubuh syahla.
Syahla menengadah melihat gala yang sudah memejamkan matanya, ia pun tersenyum dan menyusul suaminya ke alam mimpi. Siapa yang gak mau dipeluk imam yang sudah halal baginya?
Apalagi vibesnya udah ditingkat paket komplit, Iya kan ...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Keesokan harinya ...
Gala benar-benar mengajak syahla ke toko perhiasan, disana pasutri itu memilih cincin yang sesuai. Gala pasrah dan membiarkan syahla memilih cincin kawin mereka, karena tiap kali dirinya menawarkan cincin berlian istrinya langsung menolak keras gegara harganya miliaran.
"Itu kemahalan, mas. Masa sepasang harganya 1,3 m sih, tokonya minta dibangkrut-in ini mah," kata Syahla dengan suara berbisik.
Ya, beruntung bisik-bisik kalau keras bisa bikin malu sekartu keluarga, mau taruh dimana muka pewaris askara tersebut, mana ia belinya dilangganan emaknya juga. Kan, pemiliknya udah kenal dengan anaknya jendral askara.
Gala memutar bola matanya, ia ikhlas dengan jodoh pilihan mesjid karena memang mereka bertemu di tempat ibadah tersebut.
Padahal yang bayar dia juga, tapi yang panik harga malah istrinya.
Syahla akhirnya memilih cincin kawin mereka yang bermodel sederhana, ada permata satu ditengahnya untuk wanita dan polos untuk laki-lakinya dan ada logo unik di kedua cincin tersebut sehingga tampak simple tapi mewah dengan harga yang terjangkau dimata syahla.
"Apa mau diukir nama pasangannya pak, buk?" tanya pegawai wanita.
"Apa gratis? Kalo bayar gak perlu, deh," jawab Syahla.
Gala membelalakan matanya melirik syahla, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Jangan sampe pemilik toko tiba-tiba nongol, kalo denger ucapan sasa ia sudah naik darah," gumam Gala.
"Dasar syahla, cewek lembut, polos tapi kalo ngomong nyelekit," gumamnya lagi.
Mereka pun pulang.
Dalam perjalanan kedua insan itu berseri-seri penuh senyuman, cincin yang mereka beli sudah tersemat dijari manis masing-masing.
Jalanan begitu tenang dan lancar, suasana pagi menjelang siang pun terasa syahdu bagi mereka yang merasakan suhu kasmaran.
Awalnya semuanya begitu indah menemani jalan tiap jalan yang mereka lalui, hingga dua buah mobil mengikuti mereka dari belakang.
Gala memicingkan matanya ke arah spion disampingnya, dua mobil hitam itu terus mengikutinya sedari tadi, ia membelokkan mobilnya berharap ia salah duga namun ternyata kedua mobil itu terus membuntutinya.
"Pakai sabuk pengamannya, Sa," titah Gala yang membuat syahla sempat bengong.
Syahla mengikat tubuhnya dengan seatbelt mobil, ia lihat wajah suaminya yang tampak tegang, juga laju mobil yang terus ia naikkan kecepatannya.
"Ada apa, Mas?" tanya Syahla melirik pada suaminya.
"Tak apa," jawab Gala menyembunyikannya agar istrinya tetap tenang.
Namun nyatanya syahla mulai gelisah, ia menoleh keluar jendela yang tertutup tepat saat mobil hitam itu melaju melebihi kendaraan yang mereka tumpangi.
"Mas, kenapa mobil itu mengikuti kita dari tadi?" tanya Syahla dengan suara bergetar.
"Tak ada apa-apa," jawab Gala masih sama.
Mereka menuntun gala menuju jalan yang harus mereka lalui dimana mobil gala dihimpit agar tak bisa lolos, tapi seorang gala tak sebodoh itu.
Dia mengurangi kecepatannya hingga dua mobil melaju didepannya dengan kencang lalu gala membelokkan mobilnya dengan cepat.
"Mas gala!" teriak Syahla matanya membulat dan tangannya merayap memegang lengan gala hingga mencengkeram kuat.
Bahkan kepala syahla ikut miring karena mobil yang mendadak belok.
Mobil mereka membelok hingga 180 derajat, beruntung jalanan disana sunyi membuat gala bisa mengubah jalur yang dilewatinya, dua mobil hitam itu kini berada dibelakang mereka.
Syahla terengah-engah dengan jantung yang bekerja berkali-kali lipat, tangan kirinya memegang erat seatbelt yang melindunginya. Sedang yang kanan masih memegang tangan gala, tentu saja ia gemetaran.
Mobil mulai melaju kembali dengan kecepatan tinggi meninggalkan dua mobil yang sudah cukup jauh dari arah mereka yang berlawanan.
"Elo gak apa-apa?" tanya Gala yang tetap tenang seperti air yang mengalir.
"Jantung aku mau copot, Mas. Rasanya kaya naik wahana histeria di ancol, mendadak naik mendadak turun," jawab Syahla tanpa menoleh.
"Tak apa, mereka sudah jauh," ujar Gala masih dengan santainya.
"Kamu mah sudah biasa, Mas. Lah aku?" protes Syahla.
Gala terkekeh pelan, tapi ia juga tak tega melihatnya.
Tangan kirinya terulur mengusap puncak kepala syahla, "Tenang, ok. I will guard you," ujarnya lembut.
Syahla hanya diam mengangguk paham, walau sebenarnya ia masih dalam mode tegang darurat. jika ada ia ingin sekali di anestesi selama kejadian berlangsung, namun inilah resiko menikah dengan mafia, yaitu selalu dalam bahaya.
Mobil mulai melaju dengan kecepatan sedang, melewati keramaian kota dan mulai kembali tenang, itulah yang ada dalam pikiran mereka.
Tapi, siapa sangka suara tembakan yang tiba-tiba mengejutkan mereka.
Dor
Dor
Syahla menutupi kedua telinganya dengan telapak tangannya, ia duduk meringkuk saking kagetnya.
"Brengsek!" umpat Gala mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Dor
Kembali mereka melepaskan tembakannya, gala terus berusaha menjauh dari penjahat agar syahla bisa tenang.
Tapi para penjahat itu terus mengejarnya.
Gala merogoh saku jasnya didalam, untuk ia berikan pada syahla.
"Sa, sasa!" panggilnya sambil menyetir dengan sebelah tangannya dan fokus pada jalanan.
"Iya," jawab syahla menoleh.
"Hubungi ari atau arhan, cepat!" titah Gala memberikan ponselnya.
Dengan tangan gemetar syahla menerimanya, namun disaat itu suara pistol lepas mengejutkan mereka.
Prang
Ponsel Gala terjatuh ke bawah karena syahla terkejut mendengar bunyi yang mengagetkannya
"Tetap tenang sayang, mobil ini anti peluru sudah gue bilang, gua akan jagain elo," ujar Gala dengan lembut.
Bukan bunyi senjata yang mengagetkan syahla kali ini, melainkan ucapan suaminya. "Sayang'' gumam syahla dalam hati lalu tersenyum.
Pikiran syahla melayang kemana-mana menatap wajah tenang itu, wajah yang membuatnya terpesona hingga terasa ke ubun-ubun.
"Cepet, Sa. Jangan ngelamunin gue dulu," ujar Gala sedikit menyentak.
Syahla terbangun dan buru-buru mengambil ponselnya.
Lalu ...