Seorang gadis berparas cantik yang selalu menyembunyikan wajahnya dibalik cadar. Kini harus menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan sebuah keadilan untuk kedua ALM orangtuanya yang dibunuh secara sadis oleh suruhan orang tersohor di daerah dimana mereka tinggal.
"Apakah kamu berjanji akan memberikan hukuman mati pada mereka Pak Hakim?" Tanya wanita itu pada seorang hakim ketua yang sudah tak bisa menahan gejolak hasratnya saat serbuk minuman itu sudah merasuki tubuhnya.
Sementara itu Zahira sudah memasang sebuah Camera tersembunyi di kamar hotel itu.
"Baiklah, aku akan melakukan apapun untukmu. Tolong bantu aku untuk menuntaskan hasratku ini!" Seru ketua hakim itu dengan wajah memohon.
Zahira tersenyum kecut menatap wajah Pria yang sudah mendapatkan amplop coklat dari orang terkaya dan sekaligus dalang pembunuhan itu.
Yuk mampir ikuti kisah selanjutnya. Jangan lupa like komen ya🙏🥰🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Setelah meninggalkan jejak sayang, Zico keluar menuju ruang kerjanya. Sementara Zahira masih tertegun dalam keseorangan. Hatinya semakin tak menentu.
Zahira menatap wajahnya di kaca, terlihat sekali masih merah merona. "Ya ampun, kenapa wajahku bisa merah seperti ini? Pasti tadi dia melihatnya. Ah, Zahira, kenapa kamu membuat malu saja," rutunya sendiri sembari menyisir rambutnya yang sebatas bahu sudah diwarnai kecoklatan.
Terlihat jelas kecantikan wanita itu, sungguh wajah yang sempurna berada dibalik cadar. Zahira menata mahkotanya dengan perlahan.
"Ghem!"
Zahira terjingkat kaget saat melihat Zico sudah berdiri di depan pintu kamar. Tak bisa lagi mengelak, maka wajah cantiknya dapat terlihat nyata oleh Pria itu.
"Mas, ka-kamu perlu apa?" tanyanya gugup.
"Perlu kamu. Eh, maksud aku mau ambil Handphone yang ketinggalan," ucap Zico mendekat pada sang istri yang terlihat sedang panik dari raut wajahnya.
Terkadang Pria itu merasa heran, gadis cantik dan sangat pemalu ini bisa melakukan hal yang tak wajar saat hatinya sedang diliputi kemarahan dan dendam. Dia rela mengorbankan mahkota berharganya demi sebuah keadilan. Kembali rasa bersalah melipir dihatinya. Tetapi masih bersyukur dialah hakim itu yang telah mengambil hal berharganya, dan dia juga bersyukur bisa memperistri wanita itu. Bagaimana jika hakim yang lain, sungguh tak dapat membayangkan.
Zico masih diam terpaku menatap kecantikan sang istri saat tak menggunakan kain penutup wajah dan rambutnya.
"Cantik!" serunya menatap begitu lekat.
Zahira tak berani menatap wajah tampan seorang Hakim agung yang dulu sangat dia benci, tetapi takdir seseorang tak ada yang tahu, nyatanya sekarang Pria itu sudah menjadi suaminya.
Zahira tak tahu harus berbuat apa, hatinya tak menentu. "Mas, bisa lihatnya biasa saja?" pinta wanita itu sembari menunduk.
"Ah, Maaf. A-aku keluar dulu," ucap Zico juga salah tingkah.
Setelah Zico keluar, Zahira segera meraih hijab instan miliknya yang ada di lemari dan segera mengenakan. Wanita itu segera merebah disamping bayi mungil itu, mencoba untuk istirahat dan memejamkan mata. Tetapi entah kenapa rasa kantuk tak ia temui. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar mencari kesibukan.
Zahira menemui Bibik yang sedang memasak untuk makan malam, tadi siang memang sengaja tak masak karena majikannya makan diluar.
"Lagi ngapain, Bik?" tanya Zahira yang sudah berada di belakang wanita baya itu.
"Eh, Non Zahira, ini Bibik lagi buat kopi buat Tuan," jelas Bibik sembari mengaduk kopi hitam.
"Oh, Mas Zico suka kopi ya, Bik?" tanya wanita itu penasaran minum teman rokok Pria itu.
"Iya, Non, Tuan sukanya kopi, kecuali sarapan harus susu putih," jawab Bibik memberi tahu.
Jika dia suka kopi, kenapa tadi dia bilang apa saja boleh. Hah, dasar lelaki kalau sudah Bucin emang gitu kali ya, apa saja boleh asalkan wanita pujaannya yang menyajikan, maka hantam kromo saja.
"Bik, biar aku yang mengantarkan ya," pinta wanita itu.
"Ah, baik Non."
Zahira segera membawa secangkir kopi menuju ruang kerja suaminya. Sedikit nervous saat mengetuk pintu ruangan itu.
Setelah mendapat izin masuk, Zahira segera membuka pintu ruangan itu. Zico belum sadar siapa yang meletakkan kopi diatas meja kerjanya.
"Terimakasih Bik," ucapnya tanpa menoleh
"Ya sama-sama," jawab Zahira dengan perasaan entah.
"Sayang!" Pria itu segera berdiri dari duduknya dan menghampiri Zahira.
"Ka-kamu benaran datang menemui aku?" tanya Zico dengan senyum sumringah.
"Nggak sengaja, tapi cuma mau bantuin pekerjaan Bibik," elak wanita itu.
Zico hanya tersenyum menanggapi ucapan istrinya itu. "Tidak apa-apa walau tidak disengaja, tetapi aku sangat bahagia dengan kehadiranmu disini. Jagoan Abi mana, masih tidur?" tanyanya sembari merangkul bahu Zahira untuk membawanya duduk di sofa.
"Hmm, masih tidur," jawab Zahira seadanya.
"Kenapa tidak tidur?" ujar Radit berjalan mengambil kopinya yang ada di meja kerja dan membawanya duduk disamping Zahira. Pria itu menyeruput kopi hitam itu.
"Ah, tidak ngantuk," jawab wanita itu masih nervous saat tangan Pria itu melingkar di belakangnya.
"Kenapa, mikirin aku ya? Atau mau aku temani tidurnya?" tanya Zico dengan senyum lembut.
"Ti-tidak," jawab Zahira sangat irit. Entah kenapa wanita yang biasanya selalu kesal dan ngegas, kini tak bisa bicara apapun saat bersama sang suami.
Rasa tak ada lagi yang dibicarakan, Akhifa pamit untuk keluar dari ruang kerja suaminya dengan alasan ingin melihat Zafran, takut bayi mungil itu terbangun.
Zico hanya mengiyakan tanpa bisa menahan, sebenarnya ia ingin selalu sang istri ada di sampingnya, tetapi masih alasan yang sama, tak ingin membuat wanita itu tidak nyaman.
Malam ini setelah makan malam, Zahira kembali ke kamar, seperti biasanya, menimang bayinya, karena tadi sore Zafran tidur sangat lama, maka malam ini bayi itu masih melek tak menemui kantuknya.
Zahira membiarkan Zafran main sendiri di atas tempat tidur, ia segera menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu untuk melaksanakan ibadah wajib empat rakaat.
"Belum tidur Zafran, Dek?" tanya Zico baru masuk.
"Belum, Mas, titip sebentar, aku mau sholat isya," ujar wanita itu minta tolong.
"Hmm, tidak ingin berjamaah sama aku?" tanya Zico.
"Kalau mau jamaah di masjid Mas, jamaah nanti sholat tahajud," jawab Zahira sembari menggelar sajadahnya.
"Ah, iya juga. Tapi disini masjidnya agak jauh, Dek."
"Sejauh apapun, wajib hukumnya bagi lelaki berjamaah di masjid untuk shalat wajib."
"Iya, kamu benar, mulai besok subuh aku akan sholat berjamaah di masjid," ujar Zico serius.
"Alhamdulillah." Wanita hanya mengucap syukur dan tersenyum lembut, lalu segera melaksanakan ibadah empat rakaat.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, tetapi Zafran masih tahan begadang, Zahira sudah ngantuk berat.
"Hai, masih belum tidur kamu, Sayang?" sapa Abinya sembari naik menghampiri bayi mungil itu.
"Tidur sana, Umi, biar Abi yang jagain Zafran," ucap Zico menyuruh istrinya untuk tidur, karena ia melihat mata Zahira sudah lima wat.
"Kamu tidak apa-apa aku tinggal tidur, Mas?" tanya Zahira merasa tidak sopan.
"Tidak apa-apa, tidurlah."
Zahira merasa lega, dan segera memejamkan matanya, tak menunggu lama ia sudah menemui mimpinya. Sementara Zico masih bermain dengan Zafran. Saat bayi itu rewel ia segera menimang sehingga putranya tertidur dalam gendongannya, lalu memindahkan ke tempat tidur dengan sangat hati-hati agar tak terbangun lagi.
Setelah bayi itu tidur, Zico berpindah posisi tidur, yaitu disamping Zahira. Tangannya memeluk wanita itu dari belakang.
Ternyata Zahira tidur kesadarannya sangat tipis, ia akan terbangun bila merasakan ada yang berbeda ditubuhnya. Zahira membuka mata dan melihat lilitan tangan suaminya membelenggu tubuhnya.
"Sayang, apakah kamu terbangun?" tanya Zico merasa takut bila wanita itu akan meminta untuk melepaskan tangannya.
Zahira mengangguk, tetapi tidak meminta dilepaskan dari pelukan Pria itu. Perasaannya sudah mulai nyaman ada diperlukannya.
"Dek, bolehkah aku meminta hakku?" tanya Zico membuat bulu kuduk wanita itu berdiri.
Bersambung....
Happy reading