Nama gue Arin.Umur dua puluh tahun. Gue hanya gadis miskin .Keinginan gue hanya satu yaitu menaikkan derajat hidup keluarga gue agar tidak dihina dan direndahkan.Gue bekerja sebagai buruh pabrik di siang hari ,sore harinya gue kuliah. Jalan hidup gue penuh dengan liku-liku dan jalan terjal. Banyak cobaan cacian dan makian . Tapi gue tidak akan patah semangat walaupun gue terjatuh berkali-kali gue akan terus bangkit. Ini hidup gue ,dan gue akan terus bangkit dan berjalan menuju cita-cita dan cinta gue. Yuk ikuti dan lihat perjalanan hidup gue untuk memperjuangkan cita-cita dan cinta gue. Karena disitu akan penuh dengan canda tawa dan air mata juga tentang persahabatan yang abadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌹Ossy😘, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Akhirnya ada ide
Fian duduk di bangku di depan ruangan Arin. Dia sangat takut, melihat Arin yang mengalami sesak nafas. Apa yang terjadi dengan Arin. Tadi mereka sedang saling menggenggam tangan.Walaupun telinga nya mendengarkan percakapan antara Bara dan Bram. Tapi tangan Fian terus memegang tangan Arin.
Fian menikmati momen itu. Jemari saling bertaut. Dia mengingat momen itu terakhir kali terjadi lima tahun lalu. Sebelum Arin terkena musibah. Fian terus saja berdoa dalam hati. Dia berdiri, berjalan mondar-mandir. Duduk lagi dan berjalan lagi. Hatinya sangat gelisah. Apakah ada yang dia lakukan menyebabkan Arin terkena sesak nafas begitu.
"Fian, kok di luar?" Bunda yang baru datang dari jalan-jalan ke taman heran melihatnya Fian ada di luar. "Apa ada tamu? Atau sedang ada kunjungan dokter?"
Fian bingung, dia hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada bunda.
"Sini bunda duduk dulu.Habis jalan- jalan kemana aja bun. Sampai mana jalan-jalannya, apa muter-muter mengitari rumah sakit ya Bun?" Fian mengalihkan pertanyaan bunda.Karena dia bingung mau menjawab apa.
"Tidak, cuma duduk di taman rumah sakit. Menemani pasien yang sedang menghirup udara segar. Banyak pasien yang tidak di jenguk. Kasian mereka. Fian, ini pertanyaan bunda belum di jawab."
"Pertanyaan yang mana ya bund?" Fian masih saja belum menemukan kalimat yang pas untuk memberi tahu bunda tentang keadaan Arin.Dia tidak tega memberi tau yang sebenarnya.
"Kenapa kamu di luar Fian? Di dalam ada siapa?"
"Ada Dokter bund."
"Oh..lagi ada pemeriksaan ya. Ya udah bunda tunggu di sini juga. Nanti kalau dokter sudah keluar bunda baru masuk. Memangnya Dokter siapa yang di dalam?"
Fian menggaruk kepalanya lagi. Bagaimana memberitahu pada bunda tentang keadaan Arin. Namun tiba-tiba pintu terbuka.Bunda terkejut. Yang keluar bukan hanya satu dokter. Tapi ada tiga orang dokter sekaligus dan dua orang suster.
"Pak Dokter, apa yang terjadi? Arin kenapa?" Bunda mendekati para Dokter yang baru keluar.
"Dr Bram, anda saja yang menjelaskan. Dokter Bara, anda ikut dengan saya untuk konfirmasi semuanya." Dokter Rizal berjalan meninggalkan bunda sambil mengangguk.Bara mengikuti Dokter Rizal. Dia yang harus memberi semua penjelasan tentang Arin kepada Dokter Rizal. Tentang semua rencananya untuk membuat Arin sadar.
"Dokter Bara, apa Arin tidak apa-apa? Tidak terjadi yang aneh-aneh kan?" Fian ikut bertanya karena melihat aura Dokter Rizal yang sedikit mendung
"Tenang saja semua baik-baik saja. Silahkan semua bisa ditanyakan kepada Dokter Bram." Bara mengangguk kepada bunda dan Fian. Lalu pergi meninggalkan mereka mengikuti Dokter Rizal. Dia harus mempertanggungjawabkan apa yang terjadi pada Arin.
"Mari bunda, Fian kita bicara di dalam." Bram mengajak bunda dan Fian masuk.
Mereka bertiga masuk ke ruangan. Pikiran Fian dan bunda penuh dengan berbagai pertanyaan. Apa yang sebenarnya terjadi pada Arin.
"Silahkan kalian duduk dulu. Begini Bunda, Fian, Arin tidak apa-apa. Dia hanya menunjukan reaksi kalau otaknya dia sedang bekerja sedikit keras. Dan berimbas pada pernapasannya. Tapi tidak berbahaya kok. Sekarang keadaannya sudah stabil. Ini seperti reaksi tubuh yang sedang mempersiapkan untuk kembali ke fungsinya semula." Bram terdiam sebentar. "Untuk sementara kita hentikan dulu metode yang kemarin. Tidak apa-apa kalau mau mengajak berbicara, Tapi disarankan jangan yang terlalu berat buat dia. Atau yang membuat dia jadi berpikir."
Bunda dan Fian hanya mengangguk tanda mengerti.
" Masih ada yang ingin ditanyakan lagi?" Fian dan bunda menggeleng. " Baiklah...kalau begitu saya permisi dulu bunda, Fian. Mari. ... Assalamu'alaikum."
"Wa' alaikumsalam."
Bram pergi meninggalkan ruangan. Dia harus segera menuju ruangan Dokter Rizal karena akan di adakan pertemuan yang akan membahas tentang kesehatan Arin.
Sepeninggal Bram, Fian mendekati bund. "Bunda ,maaf mungkin tadi Fian terlalu banyak bicara pada Arin. Ini salah Fian. Seharusnya Fian lebih bersabar."
"Tidak Nak, Ini memang sudah jalan Allah. Tidak ada yang disalahkan dan kamu jangan pernah menyalahkan diri kamu sendiri. Bunda tidak pernah menyalahkan kamu. Kamu hanya berusaha membantu. Mungkin memang Arin belum mau bangun."
Fian turun dan duduk di lantai. Dia taruh kepalanya di pangkuan bunda. Air mata keluar tanpa bisa di tahan. Demikian juga dengan bunda.
"Apakah begitu besar penderitaan Arin ya bund, sehingga untuk kembali ke dunia nyata terasa begitu berat. Bisa ga kalau Fian yang menanggung semua yang Arin rasakan selama ini."
"Sudah Nak, jangan bilang begitu. Arin pasti bangun. Selama ini kamu yang selalu ada buat dia.Kamu temannya. Dia tidak akan meninggalkan kamu. Hanya menunggu waktu yang tepat."
Bunda semakin terisak mendengar perkataan Fian. Begitu tulus perasaan Fian buat Arin. Fian yang selalu ada di saat Arin terjatuh. Fian selalu memberi semangat buat Arin dalam keadaan apapun. Fian yang selalu menjaga Arin. Semoga mereka berjodoh.
"Sudah malam, Kamu pulang saja. Nanti mama kamu mencari kamu. "
"Sebentar bund, bang Andra katanya mau ke sini. Sudah jam tujuh kok belum datang."
Tok..tok...tok..
"Assalamu'alaikum"
"Wa' alaikumsalam. Abang baru sampai. Lama sekali, katanya tadi jam enam."
Ternyata yang datang Andra dan teman- temannya.
"Nunggu Didit katanya mau ikut. Ternyata tidak jadi. Parah tu orang. Kita sudah menunggu lama." Jawab Toni.
"Bunda , bagaimana keadaan Arin? Apa lukanya parah?" Andra mendekati ranjang.
"Lukanya tidak parah. Cuma dia masih nyaman dalam tidurnya." Jawab bunda.
"Hai Arin. Abang datang. Kok Arin tidak menyambut. Ayo kita berantem lagi." Ucap Andra.
"Parah lo Ndra, orang sakit malah diajak berantem." Toni yang menjawab
Toni dan Irwan ikut mendekat ke ranjang.
"Begitulah bang, Arin belum mau bermain dengan kita semua. Dia bermimpi tidak mengajak kita."
"Lo si, Makanya jangan suka menggoda Arin. Dia menjadi marah kan." Irwan ikut menjawab.
"Lo si Fian, suka iseng sama Arin, Makanya ga diajak jalan-jalan sama Arin. Pasti sekarang Arin lagi traveling ke ujung dunia."
Mereka berbincang saling mengejek. Bunda tersenyum melihat itu semua. Bunda tau Arin banyak yang menyukai. Dia tidak pernah memaksa Arin harus bergaul dengan siapa. Bunda selalu berpesan pada Arin dan juga Nia dan Rama, agar mereka bertiga harus pintar membawa diri. Karena sebagai orang kalangan bawah akan selalu mendapat cemoohan jika salah bertindak. Sudah baik aja masih salah apalagi tidak baik.
🌸🌸🌸
Di ruangan Dokter Rizal para dokter yang menangani Arin sedang berkumpul. Mereka sedang membahas tentang kesehatan Arin.
"Dokter Bara, menurut anda bagaimana keadaan Arin sekarang?" Dokter Rizal memulai percakapan.
"Menurut saya ,sudah ada kemajuan dalam dua hari ini.Tapi saya heran kenapa ada sesak nafas tadi Dok, apakah ada penyumbatan di saluran pernapasannya."
"Menurut saya tidak, kalian tadi sudah menganalisis kan. Maaf Dokter Bara, menurut cerita Dokter Bram. Kalau pasien mengalami terlalu banyak tekanan. Dia katanya beberapa kali mengalami sesuatu kejadian yang sangat menyakiti fisik dan mentalnya ."
"Benar Dokter, menurut cerita keluarga pasien memang begitu adanya. Semoga setelah kejadian ini pasien segera bisa bangun. Banyak motivasi telah diberikan orang-orang yang menyayangi nya."
"Aamin semoga langkah yang kita tempuh ini ada hasilnya."
Akhirnya rapat selesai. Semuanya kembali ke ruangan masing-masing. Hari ini Bara dapat shift malam. Makanya tadi dia datang sore hari. Begitu datang langsung menuju ruangan Arin.
Jam menunjukkan pukul enam tiga puluh . Senja telah datang. Sebentar lagi jam praktek Bara di mulai. Dia kembali ke ruangannya. Sedangkan Bram sudah pulang. Hari ini Bram tidak ada jam praktek malam. Makanya dia langsung pulang tadi seusai rapat. Pasien Bara sudah ada yang menunggu di depan ruangannya. Dia mempersiapkan diri untuk memulai tugasnya. Secepatnya selesai dan bisa mengunjungi Arin lagi.
🌸🌸🌸
Hari sudah malam. Fian dan Andra dan teman-temannya sudah pulang. Tinggal bunda yang menunggu Arin. Nia tidak datang karena kerja lembur.Ayah juga kerja lembur. Karena mereka berdua memikirkan biaya perawatan Arin yang pasti sangat besar . Bunda belum menceritakan sama mereka kalau biaya rumah sakit ditanggung keluarga Omed. Sedangkan Rama banyak tugas sekolah.
Keadaan Arin sudah stabil. Bunda sudah tenang mendengar penjelasan Bram bahwa tidak lama lagi Arin akan bangun. Bunda duduk di samping ranjang. Arin sudah tenang. Sudah tidur nyenyak seperti kemarin. Bunda duduk terkantuk-kantuk. Akhirnya bunda memilih pindah tidur di sofa, agar lebih nyaman. Dia juga harus istirahat. Lama kelamaan bunda tertidur juga. Terlelap dalam mimpi dan doa yang selalu dipanjatkan buat kesembuhan sang putri. Sang putri yang tertidur seperti kisah dongeng. Kisah dongeng putri salju. Semoga ada pangeran yang bisa membangunkannya.
🌸🌸🌸
Sementara di ruangan Bara. Jam menunjukkan pukul sepuluh. Pasien Bara sudah habis. Jam kunjung pasien juga sudah dia selesaikan. Dia duduk di kursi kebesarannya. Dia buka data pasien atas nam Arin. Ini sudah hari ke lima. Arin sudah ada kemajuan walaupun pun belum berarti. Bara terus saja berpikir, dengan cara apa lagi untuk membangunkan Arin.
"Apa aku harus menciumnya seperti putri salju ya." Pikirnya . Lalu dia tertawa. Dia menggelengkan kepala berkali-kali. Merasa lucu saja. "Tapi siapa tau bisa. Mungkin perlu dicoba." Dia berkata pelan. Dia tersenyum membayangkan jika itu benar-benar dia lakukan. Kenapa tidak mencobanya. Walaupun itu sebuah dongeng siapa tahu bisa terjadi di dunia nyata.Tring. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Di lihatnya pesan dari Bram.
Bram : Bro, masih ada pasien kah?
Bara: Tidak , semua tugas sudah selesai.
Bram : Baguslah, gue tidak menggangu.
Bara: Ada apa memangnya. Biasanya juga ganggu. Tumben.
Bram: Tiba-tiba tadi di jalan pulang gue ada ide. Inget kan lo cerita tentang putri tidur. Tentang putri salju yang tertidur dan dicium sang pangeran kemudian dia terbangun.
Bara: Iya gue pernah denger.Terus apa hubungannya dengan gue coba?
Bram: Siapa tahu lo pangerannya.
Bara: Kok bisa gue. Lo kok bisa menarik kesimpulan seperti itu, dari mana coba. Siapa tau dia Fian. Teman yang selalu ada untuknya.
Bram : Kan lo yang pernah dia cium. Dan menurut cerita lo kemarin. Dua kali lo ketemu dia, lo yang selalu menjadi penolongnya. Siapa tahu yang ini juga .
Bara: Dapat pemikiran dari mana lo. Hahaha..
Bram : Gue kan hanya menarik kesimpulan dari semua kejadian. Siapa tahu benar.
Bara : Kalau tidak .Bunda bisa marah. Di kira gue dokter cabul. Kan rusak image gue.
Bram : Gue temeni lo. Bagaimana kalau kita coba. Malam ini juga lo coba . Gue langsung ke rumah sakit sekarang. Jangan terlalu lama berpikir.
Bara : Kalau mau datang, datang aja. Gue tunggu.
Bram : Ok. sip . Kita eksekusi.
Bara meletakkan ponselnya. Dia merasa kenapa pemikiran dia dan Bram bisa sama. Dia takut gagal. Bara takut jika Arin tau akan membencinya. Tapi kenapa tidak dicoba. Bukankah tidak salah jika itu untuk pengobatan. Pikirannya kacau. Antara iya dan tidak. Antara ingin dan tidak. Karena hasilnya limapuluh- lima puluh. Masih berupa dugaan. Siapa tahu. Ilmu kedokteran apakah boleh begitu. Antara hati dan otaknya beradu.
Tok ...tok..tok. Siapa tamu malam- malam. Apa secepat ini Bram sampai.
"Masuk."
"Bagaimana bro sudah dipikirkan?"
"Secepat ini kalian sampai. Lho ..bisa berdua Bima." Ternyata yang datang tidak cuma Bram, Bima juga ikut.
"Hahaha..kaget ya. Memang tadi kita sedang berdua.Ini sebenarnya malah usul sang dosen." Ucap Bram yang berdiri di depan pintu ruangan Bara. Dia menepuk bahu Bima.
"Usul kita berdua itu yang benar. Setelah gue denger Bram cerita tentang yang terjadi dengan Arin, gue teringat dongeng putri salju." Tambah Bima.
"Sebenarnya gue juga berpikiran sama. Dan tiba-tiba Bram sudah mengirim pesan. Ternyata kita punya ikatan batin yang kuat ya, bisa punya pemikiran yang sama. Hahaha." ucap Bara
"Nah iya..ayo kita coba sekarang saja. Disini kita bertiga. Kita berdua jadi saksi lo. Lo tidak bakal di bilang dokter cabul." Bima meyakinkan Bara untuk melakukan ide mereka tadi.
"Apa perlu kita beritahu bunda?" Bara sebenarnya masih belum yakin akan melakukan itu.
"Alangkah lebih baik kalau kita minta ijin dahulu. Ayo sekarang, kapan lagi? Lebih cepat lebih baik. Kasian Arin terlalu lama tertidur." Saut Bram memberikan pendapatnya.
"Gue sudah tidak sabar ingin mengenal Arin lebih dalam. Iya ga Bram?" Bima mengedipkan mata kepada Bram.Bram membalas dengan tertawa.
"Kalau gue pengen melihat si pangeran es berciuman. Sudah pernah juga tapi ceweknya yang mulai dulu.hahaha.."
Bram ikut menggoda Bara.
Bara memang terkenal sangat dingin terhadap wanita. Sedari dulu saat sekolah belum pernah sekalipun, melihat Bara berpacaran. Kalau ditanya jawabnya Fokus sekolah. Belum saatnya pacaran. Selalu begitu.
"Kalian ga ada yang benar. Memang kalian sudah punya pacar hm.?" Bara membalas olok- olok Bram dan Bima.
"Udah dong." Jawab Bram dan Bima bersamaan.
"Kok gue ga pernah tau. Mana buktinya?" Bara tetap tidak percaya.
"Nanti setelah Arin sadar , akan kita kenalkan siapa pacar kita. Benar begitu kan Bim."
"Benar, kita kan setia kawan. Kasian lo jomblo sendirian kalau kita kenalkan sekarang. Hahaha.." Bisa saja mereka berdua mengejek Bara.
Sebenarnya bukan mengejek, tapi memberi motivasi buat Bara untuk berani mengambil keputusan tentang Arin.
Akhirnya mereka bertiga menuju kamar Arin. Sebenarnya ini sudah terlalu malam. Tapi kapan lagi. Mereka sudah tidak sabar menunggu esok hari.
Apa yang akan terjadi. Bara berani ga ya...
Bersambung..
Jangan lupa tinggalkan like dan komen ❤️❤️❤️
aku menanti mu....
kenapa seperti ini....
🤔🤔🤔🤔
semua masalah ada penyelesaiannya
jangan berbuat konyol ..dan merugikan diri sendiri
karna kau siram dengan kasih sayang mu 😘😘😘😘😘
ngak ngaca apa yg menimpa diri nya 😡😡😡 masih untung selamat dari maut kecelakaan kok gak Sada mulut masih lemes aja
dasar Mak Mak komplek 😡😡😡😡
pada akhirnya penderitaan Arin berakhir seiring dengan hembusan nafas nya juga ikut berakhir....
tega banget kamu thor,,,,
gak kasih kesempatan Arin buat ngerasain kebahagiaan.... 😭😭
kenapa harus meninggalkan
kisah Airin sangat nyenyak didada. rasa rasa nya. jarang ke bahagian menghampiri nya
takdir Airin memilukan.
terus kapan pertemuan di ujung jalan nya 🤗🙏🥰 apa bertemu dokter bara di jembatan siritolmustakim 😭😭😭😭