Mimpi Aqila hanya satu, mendapat kasih sayang keluarganya. Tak ada yang spesial dari dirinya, bahkan orang yang ia sukai terang-terangan memilih adiknya
Pertemuannya tanpa disengaja dengan badboy kampus perlahan memberi warna di hidupnya, dia Naufal Pradana Al-Ghazali laki-laki yang berjanji menjadi pelangi untuknya setelah badai pergi
Namun, siapa yang tau Aqila sigadis periang yang selalu memberikan senyum berbalut luka ternyata mengidap penyakit yang mengancam nyawanya
.
"Naufal itu seperti pelangi dalam hidup Aqila, persis seperti pelangi yang penuh warna dan hanya sebentar, karena besok mungkin Aqila udah pergi"
~~ Aqila Valisha Bramadja
.
.
Jangan lupa like, komen, gift, dan vote...🙏⚘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ungkapan Hati
"Papa Radit pergi ke rumah sakit karena ada jadwal operasi mendadak, Papa Arya dan Devano pergi ke kantor, Darren dan Rian masih mencari Aqila" jelas Mama Intan
"Davin, telepon sepupu kamu, bilang Aqila udah ketemu" ucap Mama Rani memerintahkan anak sulungnya
"Kita ketemu Rian tadi dijalan" ucap Regan
"Bisa minta tolong Om Arya pulang tante? Regan pengen ngomong sesuatu penting" Regan menarik nafas panjang, ia harus memberitau perihal Naufal
"Kamu mau ngomong apa?"
"Kak Egan" Aqila menggelengkan kepalanya, ia tak yakin dengan semua ini, bagaimana bisa ia menikah secepat itu? Ia juga yakin Naufal tak mungkin kan sungguh-sungguh dengan ucapannya
"Dia sungguh-sungguh Aqila, niat baiknya harus disampaikan"
"Ada apa sih ini?" Kirana bertanya karena heran melihat reaksi dua orang yang ada di hadapannya
"Tunggu Om Arya pulang dulu, ini penting kaitannya dengan Aqila"
"Aqila kenapa? kepalanya sakit lagi?" Wajah Davin tak bisa menyembunyikan kekhawatiran setelah mengetahui penyakit sepupunya
"Memangnya Aqila sakit apa?" Regan bertanya karena tak pernah mendengar apapun
"Kanker otak"
"A Aqila kamu" Regan tak sanggup melanjutkan ucapannya saat Aqila hanya menunduk
"Naufal tau?" bisiknya dan diangguki Aqila
"Ada apa ini?" Om Arya pulang setelah diberitau kabar oleh istrinya kalau Aqila sudah ada dirumah dan ada yang ingin bicara, kepanikan jelas tercetak di wajahnya
Dan ternyata bukan hanya Papa Arya, tapi Devano dan Rian juga ikut dibelakang
"Regan mau ngomong sesuatu sama om" ucapnya berdiri dan mencium tangan Papa Arya sebagai bentuk hormat
"Regan? mau bicara apa?" Papa Arya menajamkan sejenak pandangannya mendengar nama Regan, memastikan ia benar-benar Regan yang ia kenal dulu
"Tentang Aqila" lirihnya
"Aqila kenapa? Pingsan lagi? Mana yang sakit?" Aqila menggigit bibir dan menggeleng, ia berusaha menahan suara isakannya akibat tangis yang ia sendiri tak tau air mata itu keluar karena apa
"Seseorang akan datang besok mengkhitbah Aqila"
"APA?!" Semua yang ada disana sontak berteriak kecuali Rian, apa ini? Tak ada angin tak ada hujan kenapa tiba-tiba seperti ini?
"Siapa?" pertanyaan Papa Arya mewakili semua orang yang terduduk disana
"Naufal" jawab Regan
"Naufal? Rian bukannya kamu bilang Naufal itu anak nakal di kampus?" tanya Papa Arya dan diangguki Rian tanpa berkata apapun lagi
"Bagaimana bisa mendadak seperti ini?" tanya Devano
"Ini salah dia" Regan tanpa ragu menunjuk Rian didepan semua keluarganya
"Rian? Bagaimana bisa?" Papa Arya menuntut penjelasan
"Aqila pergi sama dia semalam dan kita nggak tau kan apa yang telah mereka lakukan?"
PLAKKK
Satu lagi tamparan diterima Rian membuat semua orang disana terkejut, tak menyangka Aqila dengan berani melakukan hal seperti itu kepada kakaknya
"Kamu..." Rian menatap mata adiknya yang memerah dan berair dengan nafas memburu
"Serendah itu Aqila di mata Kak Rian?" tanyanya dengan suara kecewa bercampur amarah
"Kak Rian anggap Aqila apa?"
"Wanita murahan? Wanita yang rela menjual tubuh dan harga dirinya diinjak?"
"Aqila ngerti Kak Rian nggak suka Aqila, dari dulu Reyna selalu dihati kalian semua, pernah nggak ada nama Aqila?"
"Aqila sekarang sakit, kalian menunjukkan rasa seolah peduli sebagai keluarga, tapi bagi Aqila itu tak lebih dari sekadar rasa kasihan kepada sesama manusia"
Suara Aqila bergetar, emosinya memuncak, ia mengeluarkan isi hatinya yang terpendam, tak peduli entah mereka merasa sakit atau bagaimana
"Aqila" Devano berdiri hendak menyentuh lengan adiknya, tapi langsung ditepis kasar oleh Aqila
"Kak Devan marah karena Aqila lupa nganterin berkas perusahaan, Aqila tau Aqila salah, Aqila lupa, Aqila juga nggak pengen kayak gitu"
"Lupakan tentang itu" Ucap Devano lembut membuat Aqila menggelengkan kepalanya dan menatap mata kakak sulungnya
"Kak Devan marah liat Aqila kayak gitu dan Aqila tau Papa pasti juga kecewa sama Aqila"
"Tidak Aqila..."
"Papa nggak usah nyangkal, tatapan mata Papa saat itu mengatakan jelas Papa kecewa" Aqila berani memotong ucapan Papanya untuk pertama kali
"Aqila mau tanya? Kenapa hanya Aqila yang berbeda?"
"Kak Devan pernah hampir membuat perusahaan cabang bangkrut dan papa bilang apa? 'Nggak apa-apa jadikan pelajaran'"
"Kak Darren sekolah kedokteran sampai ngambil jurusan spesialis di luar negri, tentu biayanya nggak murah"
"Kak Rian sama Reyna, apa yang dia minta Papa sama Mama ikutin, nggak pernah liat harga, nggak peduli Papa capek baru pulang kerja, asal liat mereka senyum Papa bahagia"
"Sedangkan Aqila?" Aqila menepuk dadanya menahan sesak dan air mata yang mulai luruh
"Apa kalian ingat ulang tahun Aqila? Apa Papa pernah ngabulin janji-janji Papa dulu dari kecil? Apa Kak Devan, Kak Darren dan Kak Rian pernah nepatin janji buat Aqila?"
"Kalian pasti mikir Aqila sekarang berfikir kekanak-kanakan" Aqila menggelengkan kepala
"Aqila cuma capek, Aqila capek ngalah terus, Aqila capek dilupain, Aqila ngaku iri sama Reyna, semua perhatian kalian buat dia, Aqila pengen kayak anak-anak lain yang orang tuanya bilang "Kamu hebat, kami bangga punya anak kayak kamu" pernah nggak kalian bilang gitu saat Aqila dapat juara umum? Saat nilai Aqila tertinggi di kelas? Saat Aqila menang lomba? Saat Aqila berhasil masuk universitas dengan beasiswa? Nggak pernah kan?"
Semua yang ada disana terdiam, tak ada yang bersuara, mereka tau kalau penyakit itu mempengaruhi emosi Aqila, tapi mendengar ucapan Aqila saat ini mereka tau kalau itu adalah kata-kata yang terpendam lama didalam hatinya
Kata-kata yang tak pernah ingin ia ucapkan dihadapan mereka, sebuah ungkapan hati pilu yang memukul lubuk hati mereka, sebuah ungkapan yang mengatakan kalau mereka terlalu kejam
Mereka terlalu dibutakan oleh kasih sayang kepada si bungsu Reyna yang terkena penyakit berbahaya saat itu, hingga hanya fokus pada dia dan melupakan Aqila yang butuh kasih sayang dan kepedulian mereka
"Nak, Papa minta maaf" Papa Arya menggenggam lengan putrinya
"Papa nggak perlu minta maaf sama Aqila, kalian semua nggak pernah salah, hanya pola pikir Aqila yang salah, Aqila hanya kurang bersyukur, Aqila hanya iri melihat itu" jawaban Aqila justru semakin membuat rasa bersalah dalam hati mereka kian menumpuk
"Boleh Aqila minta sesuatu sama kalian? Anggap aja ini sebagai permintaan terakhir Aqila"
"Jangan bilang gitu nak, Aqila minta apa sama papa? Hadiah ulang tahun?" Aqila terkekeh miris mendengar ucapan Papa nya
"Ulang tahun Aqila udah lewat Pa, Aqila udah tiup lilin di kamar sendiri" Mama Intan yang mendengar ucapan putrinya terisak, sungguh ia gagal menjadi seorang ibu, menjadi bidadari tak bersayap yang menaungi anak-anaknya
Wajah Papa Arya tak bisa berbohong kalau ia baik-baik saja, sebagai kepala keluarga, pahlawan untuk anak-anaknya dan cinta pertama untuk putrinya, kini ia merasa gagal
Ia pandai memimpin perusahaannya dan merasa berhasil menjadi kepala keluarga, tapi nyatanya salah satu putrinya berbohong dengan menyembunyikan luka hati dibalik tawa
"Aqila minta apa?" Suaranya bergetar hebat
"Tolong terima khitbah Naufal untuk Aqila, mungkin takdir Allah sudah menentukan dia sebagai penguat dan seseorang yang membuat Aqila benar-benar merasa dicintai"
.
Maaf lama up...🙏🙏😭