Nata tak pernah menyangka hubungan yang mulanya tak lebih dari atasan dan bawahan justru berubah. Perasaan cinta itu hadir karena perhatian kecil yang terkadang Darren berikan. Mencintai seorang duda mayan dan kaya raya dengan Anak berusia tak jauh darinya, tentu membuat seorang Nata harus mundur perlahan. Lantas, bagaimana perasaan Darren untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cacans Aya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cellyn & Nata
Saat ini Darren tengah berada di ruangan milik Devan. Setelah insiden sahabatnya dan putrinya menjalin hubungan gelap di belakangnya, Darren baru kembali menemui Devan. Walaupun dirinya marah pada Devan dan Cellyn rasa sayangnya pada kedua manusia itu perlahan mengalahkan rasa kecewanya. Darren juga berusaha menerima apa yang terjadi di masa lalu, dirinya yakin semua pasti ada hikmahnya.
Sedangkan, Devan dibuat terkejut dengan kehadiran Darren yang tiba-tiba. Dirinya pikir Darren masih marah dengannya, tetapi dugaan dirinya ternyata salah. Lihatlah, sahabatnya itu kini mendatanginya ke kantor miliknya. Tentu Devan sangat bahagia akan hal itu, ini menjadi pertanda bahwa hubungan mereka akan segera membaik.
"Kenapa?" tanya Devan sembari menatap Darren yang mendudukkan diri di hadapannya.
"Gimana kabar pernikahanmu, Dev?" Bukannya menjawab, Darren justru melemparkan pertanyaan pada sahabatnya itu.
Devan yang mendengar itu secara spontan bersandar pada punggung kursi. Dirinya mendongak menatap langit-langit ruangannya, dirinya kembali terbayang oleh ucapan Hima yang meminta untuk bercerai. Untungnya saat ini wanita itu tengah mengandung, setidaknya dia bisa menunda Hima untuk menggugatnya.
Darren dibuat bingung dengan tingkah sahabatnya itu, dia memandang Devan serius. "Kalian enggak terancam cerai, 'kan?"
Dia menghembuskan napasnya kasar. "Iya," sahut Devan dengan lemas.
Darren yang mendengar itu langsung saja bersandar pada punggung kursi. Dia memandang Devan dengan seringainya. Dia sedikit puas, tetapi juga iba pada sahabatnya itu. Raut sedihnya seolah duka yang tak bisa ditutupi lagi.
"Lain kali mikir dulu makanya kalau bertindak," cetus Darren dengan tatapan remeh.
Devan yang mendengar itu kembali menghela napasnya kasar. Dia tentu tahu sahabatnya itu tengah menyindir dirinya, tetapi semua sudah terjadi. Devan hanya bisa menyesali semuanya, dia tak bisa bertindak banyak selain mencoba memperbaiki pernikahannya dengan Hima.
"Khilaf," ujar Devan.
Darren terkekeh. "Khilaf, tapi rajin ya, Bro! Itu khilaf apa doyan?" sindir Darren.
"Ren ...," lirih Devan sembari mengacak rambutnya.
"Lu udah tua, Dev. Seharusnya lu tau perbuatan lu itu salah. Lu bukan remaja lagi yang harus dijelasin ini dan itu," pesan Darren.
Dia memutar malas bolanya. "Sok nasihatin gua! Lo pikir gua gak tau kalau lu mantep-mantep sama Nata, eh?"
Darren yang mendengar itu memandang Devan dengan tajam. "Cih! Gak tahu privasi," ketusnya.
Devan terbahak. Dirinya tentu tahu Darren bukan pria yang mudah larut dalam hasrat, tetapi dengan Nata sepertinya beda cerita. Bahkan saat dengan Elena sahabatnya itu masih bisa menahan hasratnya. Jika, dibandingkan Elena jelas lebih unggul secara fisik daripada Nata. Namun, Darren justru goyah dengan Nata.
"Secara kapan lu nafsuan? Emang ya yang datar-datar gitu lebih mantep."
...***...
Ara memandang sang Kakak yang tengah asik menonton kartun asal Malaysia yang menjadi favorit semua kalangan. Dirinya berjalan menghampiri sang Kakak dengan benda pipih milik sang Ibu di tangannya. Gadis kecil itu langsung melompat begitu saja saat dirinya berjarak tidak terlalu jauh dari sofa, dia memeluk Aya cukup erat.
Aya yang tengah menonton jelas dibuat terkejut dengan kelakuan sang Adik. Dirinya menoleh menatap Aya dengan raut wajah datar, sedangkan Ara menampilkan senyum dengan gigi yang masih belum lengkap. Aya menghela napasnya melihat kelakuan sang Adik, ada saja kelakuan Ara yang membuat dirinya geleng-geleng kepala sekaligus tertawa.
"Kenapa?"
Ara memberikan ponsel sang Ibu pada kakaknya. Aya yang melihat itu segera mengambil ponsel milik Anissa, dia lantas memandang Ara heran. "Terus?"
"Ala mau mereka semua!" cetus Ara dengan semangat sembari menunjuk foto barisan pria di ponsel Anissa.
"Kamu masih kecil gak usah nyalon jadi buaya," ketus Aya.
"Buaya yang di kebun binatang?"
"Maybe, sekaligus buaya yang suka bikin cewek nangis kejer karena di PHP-in, di-ghosting, diduain, dan buaya yang suka ngumbar janji yang berujung nyebar aib. Tampang cakep gak, tapi jadi buaya," sahut Aya dengan kesal.
"Aya! Ala gak paham kamu bilang apa!" protes Ara.
Anissa yang saat itu mendengar celotehan Aya terkekeh geli. Dia sedikit takjub dengan pemikiran Aya yang cenderung dewasa. Tidak hanya itu, sikap anaknya itu bahkan tak seperti anak pada umumnya. Hal itu, terkadang membuatnya takjub sekaligus khawatir, khawatir jika anaknya harus dewasa sebelum waktunya.
Anissa berjalan menghampiri kedua anaknya, senyum tak luntur dari wajah cantiknya. "Aya, siapa yang ngajarin ngomong gitu, Sayang?" tanya Anissa sembari mendudukkan dirinya di antara kedua anaknya.
"Gak ada. Aya cuman liat anak SMA lagi berantem masalah buaya pas Aya beli es krim," sahutnya dengan tatapan fokus pada televisi.
"Lain kali kalau kamu nemu kayak gitu lagi, abain ya?" pinta Anissa dengan lembut.
"Yes, Mom!"
...***...
Nata meremas jemarinya gugup, bagaimana tidak gugup jika saat ini dirinya berhadapan dengan anak Darren. Iya, pasien yang Cellyn maksudkan adalah Nata. Namun, sayang Nata tak pernah tahu jika Cellyn lah yang akan menangani dirinya.
Sejak kemarin, dirinya merasakan tubuhnya lemas dan terserang flu. Tak ingin semakin sakit nantinya, dirinya memutuskan untuk memeriksakan diri ke Dokter. Namun, siapa sangka dia justru bertemu dengan Cellyn.
Sedangkan, Cellyn sendiri cukup terkejut. Dirinya memang tahu pasiennya bernama Nata, tetapi dia tak tahu jika itu adalah Sekretaris sang Ayah. Cellyn memeriksa keadaan Nata dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya, dia tahu jika Nata tengah grogi entah karena apa.
Kini, keduanya duduk berhadapan. Nata memandangi Cellyn yang tengah menuliskan resep untuknya. Sesungguhnya dirinya merasa insecure dengan kecantikan Cellyn yang natural.
"Apa akhir-akhir ini anda memfosir kerja anda?" tanya Cellyn dibalas anggukan.
"Begini, anda kecapekan. Jadi, tolong untuk beberapa hari ini anda cukup istirahat saja. Jangan terlalu kelelahan, dan anda hanya boleh makan makanan hangat. Agar flu anda cepat mereda. Saya sudah resepkan obat untuk anda. Obatnya diminum tiga kali sehari sesudah makan, ya. Untuk obat asam lambung anda diminum dua kali sehari setelah makan," jelas Cellyn.
Dia mengganguk. "Baik, Dok. Ada lagi?" sahut Nata.
"Tidak ada. Ada yang ingin ditanyakan?"
"Tidak, baiklah. Ini resep obatnya, silakan tebus di apotek."
"Terima kasih, Dok."
Melihat Nata yang sudah keluar dari ruangannya membuat Cellyn menghela napas kasar. Dirinya menyenderkan tubuhnya di kursi kerjanya, tubuhnya terasa kaku. Cellyn memijat keningnya pelan, dirinya sudah bisa pulang ke rumah sekarang.
Saat di rumah nanti, dia berniat akan menanyai Darren mengenai Nata. Dirinya yakin Nata pasti kelelahan karena kerjaannya, mengingat schedule Darren yang padat. Pasti Nata kewalahan menanganinya, ayahnya itu memang terlalu gila kerja. Cellyn sendiri bahkan lelah memberi tahu Darren.
gitu ya😇
apa iya...darren semudah itu berselingkuh
trus dialog terakhir....itu riana kah dgn pacarnya?
tp...msh bingung sm darren dan nata
ehhhh...kok sdh habis🤔hedehhh
skrg aku nanya knp darren gitu...
autbor ksh teka teki trs😔
apa dareen gak mikir punya anak perempuan
punya istri hamil
punya calon anak yg mungkin jg perempuan
yg plg aku gak ngerti...ttg darren
ada apa dgn darren...knp dia melupakan nata
gak ngerti knp darren begitu
tidak cukupkah kehamilan nata?
kasih penjelasan dong thor
gmn kabar nata dan darren dulu dong...penasaran🤫
darren knp?
ada apa sm darren kmrn thor🤔
smg cellyn bs bersabar ya sayang