Ravka terbangun di sebuah kamar hotel disamping gadis tak dikenal hanya berbalutkan selimut. Belum sadar sepenuhnya, kedua orang tua Ravka beserta tunangannya menerobos masuk ke dalam kamar.
Pernikahan yang tinggal menghitung hari akan tetap dilaksanakan, tapi yang menjadi pengantin wanitanya bukanlah sang tunangan. Melainkan gadis yang telah menghancurkan hidupnya.
"Jangan harap aku akan menceraikanmu dengan mudah. Aku akan membuatmu merasakan penderitaan yang teramat sangat karena menjeratku dalam pernikahan brengsek ini," Kemarahan berkelabat di sorot mata Ravka, menghujam tepat ke manik mata gadis berparas ayu yang meringkuk ketakutan di atas ranjang pengantinnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tsabitah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPA 30# Visa Infinite
"Kak, liat dong kartu yang tadi dikasih sama suami kamu," ucap Kania saat mereka tengah duduk di sebuah restoran cepat saji di salah satu mall di wilayah jakarta pusat.
"Buat apaan sih, Dek?" Alea mengernyit heran. Namun tak urung ia mengeluarkan dompet dari dalam tas dan mengeluarkan kartu yang tadi sempat diberikan Ravka kepadanya.
"Penasaran aja Kak. Hehehe.... Habis tadi suami kamu bilang bisa pake sepuasnya. Kan aku jadi kepo," kekeh Kania dengan wajah rikuh.
Gadis itu memperhatikan kartu yang sudah berpindah tangan ke dalam genggamannya. Matanya terbelalak takjub dengan tulisan yang tertera pada kartu kredit berjenis visa berwarna hitam tersebut.
"Wow.... Ini Visa Infinite. Keren banget Kak,"
"Apaan sih? Ga ngerti aku," ucap Alea santai.
"Kamu masa ga tau sih, Kak? Ini jenis kartu kredit yang digilai semua wanita. kartu beginian limit paling kecilnya aja diatas seratus juta. Bahkan sampe unlimited yang artinya kamu bisa belanja sepuasnya. Kerennya lagi, pemegang kartu ini bisa booking jet pribadi hanya dengan nunjukin ini kartu," ucap Kania berapi-api.
"Ooh.... "
"Ih, kamu malah ooh doang,"
"lha, terus aku mesti gimana?"
"Ga ada antusiasnya gitu? Belanja sepuasnya Kak?! Shoping... shoping... " Kania masih tampak bersemangat membicarakan kartu yang masih dipegangnya dengan takjub.
"Aku ga bakalan pake kartu itu juga kok," Alea seolah malas membicarakan perihal kartu yang sudah membuat kedua bola mata adiknya hampir meloncat keluar dari tempatnya.
"What ?! Kamu ga bakalan pake kartu ini? Emang kenapa?" kerutan di dahi Kania begitu kentara tercetak disana.
"Aku juga punya uang aku sendiri, Kania. Toh semua kebutuhan aku sudah tercukupi, jadi aku ga butuh make kartu beginian,"
"Kamu itu emang dasar aneh tau Kak,"
"Udah makan aja, kalo cuma bayarin kamu makan disini masih mampu lah aku. Masih bisa juga kok ngajak kamu belanja habis ini,"
"Seriusan Kak?" cengiran lebar Kania berikan kepada Alea.
"Ia udah, buruan habisin makannya,"
"Tapi tetep aja yah Kak, kamu tuh aneh bin oon," ucap Kania seraya mengembalikan kartu kredit yang dipegangnya kepada Alea. Gadis itu kemudian menyibukkan diri dengan makanan yang belum tersentuh olehnya. "Kalau aku dikasih kartu begituan udah jejingkrakan gegara kesenengan. Aku bisa beli apa aja pake kartu itu, sama toko-tokonya juga aku beli. Semua temen yang suka ledekin bakal aku tutup mulutnya pake kartu itu," lanjut Kania dengan makanan penuh di mulutnya.
"Kalau lagi makan ga usah ngoceh, keselek baru tau rasa entar. Lagian kamu tuh ga usah kebanyakan ngayal. Gimana mau dapet yang baik-baik? orang niat kamu aja ga baik," Alea menyimpan kembali kartu kredit ke dalam dompetnya.
"Niat ga baik gimana?"
"Belum apa-apa kamu udah mau balas dendam sama orang yang ga kamu suka pake uang. Kejahatan itu ga harus di bales sama kejahatan juga, Kania. Ga akan ada habisnya," seru Alea.
"Itu namanya bukan jahat Kakakku sayang. Tapi kasih pelajaran biar dia ga ngulangin kesalahan yang sama baik sama kita atau sama orang lain,"
Deringan ponsel dari dalam tas menghentikan Alea yang berniat mendebat Kania dengan pola pikirnya yang tidaklah tepat menurut gadis itu.
"Assalamualaikum, Ma," ucap Alea setelah menggeser ikon telpon berwana hijau di layar ponselnya.
Percakapan telepon beberapa saat terjadi antara Alea dengan mertuanya. Sesekali tampak guratan bingung pada raut wajah gadis itu, yang akhirnya hanya terlihat mengangguk pasrah dan menjawab iya atas permintaan yang dilayangkan mertuanya.
"Ada apa, Kak?" tanya Kania yang sudah menghabiskan makanan di piringnya.
"Mama minta aku buat ke salon habis kita jalan. Dia udah buat janji untuk sore ini sama fashion stylist-nya,"
"Mau ngapain emang?"
"Ga tau aku juga. Mama cuma nyuruh aku ketemu sama Fashion stylist yang sering dia pakai jasanya,"
"Yaudah kalau begitu kita shoping-nya lain kali aja, masih banyak waktu buat lain kali. Kak Al mau aku temenin ga ke salonnya?"
"Mau banget Kan. Aku sebetulnya rada parnoan kalo ketemu orang baru sendirian sekarang," ucap Alea dengan wajah murung.
"Kak Al masih trauma sama kejadian waktu itu,"
"Entahlah Kan, tapi kadang rasa nyeri masih berasa di dada aku tiap inget kejadian itu. Padahal dia orang yang aku kenal, tapi malah.... "Alea tak meneruskan ucapannya. Meski dia berusaha untuk menerima keadaan, kepedihan masih menghantam dadanya setiap kali mengingat kejadian malam itu. Kejadian yang membawa hidupnya pada jalan yang sekarang harus ia lalui.
"Udah Kak, ga usah di inget-inget lagi. Kaya kata Kak Al biasanya, ambil hikmahnya aja. Sekarang kamu bisa nikah sama orang yang tajirnya kebangetan,"
"Kamu tuh ya, kepala kok isinya uang melulu," ucap Alea seraya menjentikkan telunjuknya ke dahi Kania.
"Sakit tau," Kania mengusap dahinya yang disentil oleh Alea. "Aku kan cuma realistis aja. Kadar bahagia kita itu beda. Buat aku bahagia itu ketika aku bebas shoping sesuka aku. Se-simple itu,"
Alea hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Kania menyikapi suatu persoalan. Tapi mungkin, bahagia memang memiliki ukurannya masing-masing bagi setiap orang. Tentu saja ia tidak punya hak menetapkan standar kebahagiaan seseorang. Biarlah Kania menentukan bahagia menurut dirinya sendiri.
"Yaudah yuk kita jalan. Takutnya macet di jalan, soalnya salonnya rada jauh dari sini," ajak Alea.
"Oia, tadi Kak Al udah janji mau belanjain aku kan?"
"Loh, katanya bisa lain kali. Gimana sih?"
"Maksud aku belanjanya ganti aja yah. Aku ikutan nyalon, Kak Al yang bayarin," deretan gigi ditampilkan Kania melalui seringai lebar.
"Huh dasar, ga mau rugi," ucap Alea yang di balas dengan tawa riang dari Kania.
*********
Dengan bergandengan tangan, Alea dan Kania memasuki sebuah salon yang terlihat sangat berkelas dan mewah setelah melewati perjalanan hampir satu jam lamanya.
Waduh bolong kantong aku bayarin Kania nyalon, kalau salonnya aja mewah begini - Hal pertama yang terlintas di benak Alea kala memasuki loby salon.
"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang resepsionis yang menyambut kedatangan Alea dari balik meja resepsionis.
"Saya mau ketemu sama Mbak Revi," jawab Alea lembut.
"Sudah ada janji sebelumnya?" tanya resepsionis itu lagi dengan senyum ramah yang masih mengembang di wajahnya sedari awal ia bertanya.
"Sudah kok. Janji atas nama Dilla," jawab Alea lagi.
"Mohon di tunggu Nona. Saya panggilkan dulu Mbak Revi nya. Silahkan anda tunggu di ruangan sebelah. Mari saya antar," ucap resepsionis itu tiba-tiba berubah menjadi antusias menyambut kedatangannya.
Resepsionis yang Alea ketahui bernama Dinda dari name tag yang tersemat di dada gadis itu, tampak tergopoh-gopoh keluar dari meja resepsionis. Ia menyambut kedatangan Alea dan Kania secara langsung, dan mengantarkan keduanya ke ruang tunggu VVIP.
"Maafkan atas ketidaksopanan saya, Nona. Anda pasti Nona Alea. Mohon maaf saya tidak langsung mengenali anda dan menyambut anda dengan semestinya," ucap Dinda sembari terus menunjukkan jalan ke ruang tunggu VVIP.
"Tidak apa-apa Mbak. Saya baru pertama kesini, jadi wajar kalau kita belum saling mengenal. Anda juga sudah sangat ramah dan sopan menyambut kami," ucap Alea lembut menenangkan gadis yang menampakkan rasa bersalah dihadapannya.
Alea sesungguhnya merasa risih dengan sambutan berlebihan yang ditunjukkan gadis itu. Namun, ia tidak mau menunjukkan nya karena khawatir resepsionis salon mewah itu justru menjadi semakin salah tingkah.
"Gila Kak, cuma nyebutin nama Ibu mertua kamu aja sikapnya jadi begitu," bisik Kania di telinga Alea. Alea hanya membalas dengan isyarat agar Kania tidak melanjutkan ucapannya.
sebenarnya kata2 yg diucapkan ravka yg seperti ini sudah jatuh talak satu loh thor iya ngak sih kalau dlm agama? karna dia mengatakan melepaskan?
mana udah dibelikan kalung milyaran sm ravka
alex sm ravka bisa di bodoin uler