18+
Ikatan yang terjalin karena sebuah fitnah, membuat Karenina terpenjara oleh cintanya, hingga ia memutuskan untuk menjadi selingkuhan suaminya sendiri.
Penyamaran yang begitu apik, dan sempurna, sehingga sang suami tidak menyadari kalau ternyata, wanita lain dalam rumah tangganya adalah istri sahnya.
"Kau yang mengurus segala keperluanku, dan saat kau memutuskan untuk pergi, ada ketidak relaan dalam hatiku, namun aku tak bisa mencegahmu.
Hidupku kacau tanpamu, rapuh porak poranda" DANU ABRAHAM BUANA
"Anna Uhibbuka Fillah Lillah..., itu sebabnya aku menjadi orang bodoh, bertahan hampir dua tahun untuk mengabdikan diriku pada suami yang tidak pernah membalas cintaku" KARENINA LARASATI ARIFIN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 31
"Bagaimana menurutmu Ir?" tanya Nina pada Irma saat mereka melihat-lihat rumah yang akan di beli.
"Bagus, rumahnya bersih suasananya juga teduh" Irma membuka salah satu pintu kamar tidur.
Mereka tengah menelusuri ruangan demi ruangan "Apalagi kalau semua barang sudah kita susun Nin, pasti rumah ini akan semakin apik" Irma mendekati Nina yang sedang berdiri di depan jendela menikmati sepoi angin sore ini.
Satu minggu yang lalu ada pelanggan butik menawarkan rumah pada Nina, rumah dengan gaya minimalis, dan tidak terlalu besar. Memiliki tiga kamar, dua di antaranya ada toilet di dalamnya, dan satu kamar lainnya berukuran 3 meter persegi. Di lengkapi ruang tamu, ruang keluarga, dan satu kamar mandi terletak bersebelahan dengan dapur. Pada bagian depan terdapat beranda berukuran dua meter, cukuplah untuk menempatkan sepasang kursi dan meja bundar minimalis.
"Jadi bagaimana mba Nina, apa bersedia membeli rumah saya?" tanya pemilik rumah.
"Iya bu, saya jadi membeli rumah ini"
Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya rumah ini sah menjadi milik Nina, ada pak RT juga yang menyaksikan jual beli rumah tersebut. Nina dan sang empunya rumah telah mengurus transaksi dan serah terima sertifikat beserta kunci rumah, lalu mereka saling bersalaman.
"Mba, rumah ini telah menjadi milik mba Nina, dan jika membutuhkan bantuan, bisa langsung hubungi saya selaku ketua RT. Rumah saya ada di sebelah timur rumah ini, hanya melewati empat rumah"
"Baik pak, terimakasih atas waktu dan bantuannya"
"Kalau begitu saya permisi" pamit pak RT di ikuti oleh bu Laksmi yang menjual rumahnya.
"Nin besok aku akan menyuruh orang untuk membersihkan rumah ini"
Nina tampak menganggukan kepalanya. "Besok-besok temani aku membeli perlengkapan seperti tempat tidur, sofa, dan juga lemari"
"Ok" sahut Irma, sudah mau magrib ini, kita sholat di masjid tadi saja gimana?" setelah itu kita mampir beli makanan"
"Iya ayo"
Nina dan Irma masih berada di area dekat butik. Kini mereka sedang menyantap makanan pedagang kaki lima yang tak pernah sepi dari pengunjung. Usai sholat maghrib berjamaah, Mereka menikmati pecel lele dan bebek bakar sembari menunggu adzan Isya. Rencananya mereka akan kembali ke rumah setelah sholat isya.
"Nin kamu pasti cape seharian ini"
"Tidak kok Ir, pekerjaanku kan tidak terlalu berat, hanya duduk dan berdiri lalu duduk lagi"
"Yang kuat ya Nin"
"Iya, aku kuat, ini sudah menjadi pilihanku, aku menikmatinya" jawab Nina dengan menyunggingkan senyum.
"Jadi kan mencari asisten rumah tangga?"
"Pasti jadi, aku akan mencari seseorang dari surabaya nanti"
Irma merasa lega saat mendengar jawaban sahabatnya.
Dua wanita cantik satu generasi, sedang menunggu taxi sembari mengobrol, tiba-tiba ada tiga pria yang menghampiri mereka dengan menodongkan senjata tajam.
"Serahkan handphone kalian beserta uangnya, cepat!?" teriak salah satu pria, satu pria lainnya menoleh ke kanan dan kiri, mengawasi kondisi sekitar
Tubuh Nina dan Irma tampak bergetar medapat serangan dari tiga pria asing.
"Hasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir"
Artinya ; Cukuplah Allah sebagai tempat diri bagi kami, sebaik-baiknya pelindung dan sebaik-baiknya penolong kami.
Nina terus melafalkan dzikir dalam hatinya.
Ia segera mengeluarkan ponsel, dan beberapa uang yang tersisa di dompet, begitu pula dengan Irma, dia melakukan hal yang sama. Setelah penodong mendapatkan apa yang di inginkan, mereka bergegas kabur meninggalkan Nina dan Irma yang masih ketakutan.
"Nin kamu tidak apa-apa?" tanya Irma dengan tangan bergetar.
"Aku tidak apa-apa Ir" Nina mengusap perutnya lembut. "Bagaimana denganmu?"
"Aku juga tidak apa-apa, bersyukur mereka cuma ambil handphone kita"
*******
Nina menjatuhkan tubuhnya di ranjang usai membersihkan diri, tercium aroma wangi softener dari sprei dan selimutnya, pertanda baru saja di ganti. Sudah pasti Irma yang telah menggantinya, karena di hari minggu dia tidak bekerja. Otaknya masih berkelana membayangkan hal buruk ketika pria asing menodongkan pisau.
Tiba-tiba saja ia merindukan peran sebagai Nesa. Karena dengan penyamarannya, Nina bisa mendapat cinta dan pelukan dari sang suami, bahkan lebih dari sekedar memeluk.
"Apa kabar kamu mas, apa kamu hidup dengan baik tanpaku? apa kamu menikmati hidupmu tanpa ada bayang-bayang orang yang kamu benci di rumah besarmu?"
"Aku tidak bisa membayangkan hidupmu tanpa Nesa. Kamu pasti sibuk mencarinya setelah dia menghilang" Nina tersenyum ironis.
"Mustahil mas Danu akan memaafkanku. Jika dia tahu rahasia ini, pasti kebenciannya padaku akan bertambah"
Waktu menunjukan pukul 23:30, rasa rindu pada suami, membuat dia terjaga hingga hampir tengah malam. Rasa ingin memberitahu tentang Nesa dan kehamilannya pun sangat besar, namun ketakutan serta kebencian Danu terhadapnya, mampu mengalahkan rasa itu.
Nina bertekad untuk mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, agar saat Danu mengetahui tentang anaknya, dan merampas hak asuh ke pengadilan, Dia sudah memiliki cukup uang untuk melawannya.
Seiring rasa rindu, ada secuil rasa benci terhadap Danu, yang selalu menyalahkannya soal pernikahannya. Seolah Nina adalah sebuah bencana baginya.
"Aku tidak akan membiarkan mas Danu tahu tentang penyamaranku, apalagi tentang anak ini"
"Hanya Irma yang tahu siapa Nesa. Aku harus memastikan kalau dia tidak akan membocorkan rahasiaku"
...🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻...
Beberapa hari yang lalu, pasca mengetahui bahwa Nesa adalah Nina, dia segera menghubungi kakak iparnya, dan meminta nomor ponsel milik Nina. Bahkan, dia harus mengiba dan memohon agar sang kakak bersedia memberikan nomornya.
Dia tersenyum senang setelah berhasil mendapat informasi tentang istrinya.
"Nina Nesa, aku menemukanmu, aku tidak akan membiarkanmu kabur lagi dariku, bahkan aku akan memaksamu jika kamu menolak untuk kembali ke rumah kita" batin Danu tatapanya terus menuju pada ponsel yang menampilkan deretan nomor cantik, ia mengetukan jari telunjuk pada meja kerjanya.
Pintu ruang kantor berderit, menyentakan lamunan Danu yang sedang duduk menyenderkan punggungnya.
Danu mendesah sebal saat memindai pandangannya pada sosok Rara yang memasuki ruangannya, ia sudah membuat konsentrasinya buyar.
"Ada apa?" tanya Danu sengit
"Ini pak ada beberapa dokumen yang harus di tandatangani, saat ini juga"
Danu menerima beberapa lembar kertas dati uluran tangan Rara. Saat sedang membubuhkan tanda tangan, sesekali ia melirik sekertaris yang baginya sangat aneh.
"Bisa tidak kamu biasa saja saat berhadapan denganku?"
"Biasa bagaimana pak, kan saya memang seperti ini"
"Terus ngapain kamu senyum-senyum?"
"Saya senang tadi sempat lihat bapak tersenyum, sudah bisa move on dari bu Nina pasti, iya kan pak?"
"Diam kamu" Bentakan Danu tidak membuat Rara takut.
"Bu Nina belum kembali kan pak?"
"Kepo" Ini sudah saya tandatangani, sekarang keluar dari ruangan saya"
"Dasar bos tidak waras, aku sumpahin bu Nina tidak akan kembali" Rara terus mengumpat dalam hatinya "Semoga jadi jomblo seumur hidup"
BERSAMBUNG