Di pinggiran hutan Jawa yang pekat, terdapat sebuah desa yang tidak pernah muncul dalam peta digital mana pun. Desa Sukomati adalah tempat di mana kematian menjadi industri, tempat di mana setiap helai kain putih dijahit dengan rambut manusia dan tetesan darah sebagai pengikat sukma.
Aris, seorang pemuda kota yang skeptis, pulang hanya untuk mengubur ibunya dengan layak. Namun, ia justru menemukan kenyataan bahwa sang ibu meninggal dalam keadaan bibir terjahit rapat oleh benang hitam yang masih berdenyut.
Kini, Aris terjebak dalam sebuah kompetisi berdarah untuk menjadi Penjahit Agung berikutnya atau kulitnya sendiri akan dijadikan bahan kain kafan. Setiap tusukan jarum di desa ini adalah nyawa, dan setiap motif yang terbentuk adalah kutukan yang tidak bisa dibatalkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Pandangan Merah Darah
Salah satu tangan itu berhasil mencengkeram pergelangan kaki Aris dan mulai menariknya masuk ke dalam dinding kain yang tampak sangat lapar. Aris berteriak saat merasakan kuku-kuku tajam dari jalinan benang itu merobek celananya dan mulai menghujam masuk ke dalam daging betisnya. Sensasi dingin yang luar biasa menjalar dari titik luka tersebut, membekukan aliran darahnya seolah-olah es cair sedang dipompakan ke dalam tubuhnya.
"Jangan biarkan kain itu menelan kulitmu atau kamu akan menjadi bagian dari dinding ini selamanya!" teriak Sekar Wangi sambil menghujamkan pisau bedahnya ke arah tangan gaib tersebut.
Cairan kental berwarna merah kehitaman menyembur dari dinding kain yang terluka, membasahi wajah Aris hingga masuk ke dalam matanya. Seketika, pandangan Aris berubah menjadi merah darah yang sangat pekat, mengubah lorong itu menjadi pemandangan neraka yang mengerikan. Ia tidak lagi melihat kain putih, melainkan tumpukan organ dalam manusia yang masih berdenyut dan saling menjahit satu sama lain.
"Sekar, mataku! Aku tidak bisa melihatmu, semuanya berubah menjadi merah dan berdenyut!" jerit Aris sambil berusaha mengusap matanya dengan tangan yang gemetar.
"Itu bukan darah biasa, itu adalah penglihatan sukma yang dipaksakan masuk ke dalam kepalamu!" balas Sekar sambil menarik tubuh Aris sekuat tenaga.
Sekar menyadari bahwa Aris sedang mengalami perpindahan dimensi penglihatan akibat terkena sari pati benang hitam yang pecah. Sebagai seorang bidan yang sering menangani kelahiran di ambang maut, ia tahu bahwa saat ini Aris sedang berada di antara dunia nyata dan alam penjahit. Aris kini bisa melihat aliran energi jahat yang mengalir di setiap serat dinding, tampak seperti pembuluh darah raksasa yang memompa nyawa desa.
"Gunakan naluri arsitekmu, Aris! Cari bagian dari dinding ini yang tidak memiliki denyut nadi!" perintah Sekar dengan suara yang lantang.
"Semuanya berdenyut, Sekar! Aku melihat ribuan jantung kecil yang terjahit di balik kain-kain ini!" jawab Aris dengan napas yang memburu karena ngeri.
Aris mencoba menajamkan fokusnya di tengah hamparan warna merah yang menyesakkan dada dan membuat kepalanya pening luar biasa. Ia melihat struktur lorong itu bukan lagi garis lurus, melainkan lengkungan tulang rusuk raksasa yang menopang langit-langit dari jalinan rambut. Di antara jutaan jantung yang berdenyut, ia menangkap satu titik gelap di sudut atas yang tampak mati dan tidak bergerak sama sekali.
"Di sana! Ada satu bagian yang tampak seperti lubang kosong tanpa jahitan!" Aris menunjuk ke arah sudut yang ia temukan dengan sisa tenaganya.
Sekar segera melemparkan botol minyak melati terakhirnya ke arah titik gelap tersebut hingga pecah dan mengeluarkan aroma wangi yang sangat tajam. Cairan bening itu bereaksi keras dengan dinding daging, menciptakan kepulan asap putih dan suara desisan seperti besi panas yang dicelupkan ke dalam air. Dinding yang tadinya kenyal mendadak mengeras dan retak, membuka celah yang cukup lebar untuk mereka lalui.
Mereka melompat melewati celah tersebut tepat saat tangan-tangan benang dari dinding belakang mulai memanjang dan hampir menjangkau leher Aris. Aris mendarat di atas permukaan yang terasa kasar dan dingin, sangat berbeda dengan lorong daging yang baru saja mereka tinggalkan. Bau kapur barus kembali tercium, namun kali ini jauh lebih kuat hingga membuat dada Aris terasa sesak dan tenggorokannya gatal.
"Kita di mana? Kenapa penglihatanku masih tetap merah seperti ini?" tanya Aris sambil meraba-raba lantai yang terasa seperti tumpukan kain kering.
"Kita berada di dalam gudang penyimpanan kain kafan suci milik para tetua desa," bisik Sekar sambil membantu Aris untuk duduk bersandar.
Sekar mengambil secarik kain putih bersih dari dalam tas medisnya dan mulai membersihkan wajah Aris dengan sangat hati-hati dan perlahan. Ia melihat iris mata Aris mulai berubah warna menjadi kemerahan, tanda bahwa pengaruh sihir itu sudah mulai menetap di dalam saraf matanya. Jika tidak segera diobati, Aris akan kehilangan kemampuan untuk melihat cahaya matahari dan hanya bisa melihat kegelapan serta darah.
"Kenapa kamu membantuku sejauh ini, Sekar? Kamu mempertaruhkan nyawamu sendiri hanya untuk orang asing sepertiku," ucap Aris sambil memegangi tangan Sekar yang dingin.
Sekar terdiam sejenak, menatap tumpukan gulungan kain kafan di sekeliling mereka yang tampak seperti barisan mayat yang sedang berdiri tegak. Ia teringat akan pesan terakhir leluhurnya tentang seorang pria yang akan datang membawa garis hitam di tangan sebagai kunci pembuka kutukan. Kegelapan di dalam gudang itu mendadak terasa lebih hidup, seolah-olah ribuan gulungan kain itu sedang mendengarkan percakapan mereka berdua.
"Karena nasibku dan nasibmu sudah terjahit oleh benang yang sama sejak kita dilahirkan di tanah terkutuk ini," jawab Sekar dengan nada yang sangat lirih.
Tiba-tiba, suara mesin jahit kuno kembali terdengar, namun kali ini suaranya berasal dari balik tumpukan kain yang berada tepat di depan mereka. Gulungan-gulungan kain itu mulai bergerak satu per satu, membuka ikatannya dan menjuntai jatuh ke lantai seperti lidah raksasa yang menjulur keluar. Aris melihat sebuah jarum emas berukuran raksasa muncul dari balik tumpukan kain, bergerak melayang di udara menuju ke arah dada Aris dengan kecepatan tinggi.
Aris melihat sebuah jarum emas berukuran raksasa muncul dari balik tumpukan kain, bergerak melayang di udara menuju ke arah dada Aris dengan kecepatan tinggi.