Bagaimana jika di hari pernikahan setelah sah menjadi suami istri, kamu ditinggal oleh suamimu ke luar negeri. Dan suamimu berjanji akan kembali hanya untukmu. Tapi ternyata, setelah pulang dari luar negeri, suamimu malah pulang membawa wanita lain.
Hancur sudah pasti, itulah yang dirasakan oleh Luna saat mendapati ternyata suaminya menikah lagi dengan wanita lain di luar negeri.
Apakah Luna akan bertahan dengan pernikahannya? Atau dia akan melepaskan pernikahan yang tidak sehat ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Yang Terlambat
Malam itu, setelah pulang dari kantor, Rafi duduk di ruang tamu dengan wajah muram. Pikirannya dipenuhi oleh sosok Luna yang kini tampil begitu berbeda, begitu anggun dan berwibawa. Jika dibandingkan dengan Saras, yang seharian hanya sibuk bergosip dan membuang-buang waktu.
Bu Endah, yang juga duduk di sana, menyadari perubahan sikap Raf mencoba bertanya memangnya apa yang sudah terjadi. Kenapa Saras juga terlihat begitu muram dan kesal.
"Kenapa kamu murung, Nak? Apa yang terjadi? " tanyanya.
"Ini tentang Luna. "
"Kenapa lagi dengan wanita itu. Bukankah seharusnya kamu senang karena sudah menceraikan wanita yang tidak tahu diri itu?" tanyanya, mencoba menghibur.
Rafi menggeleng. "Tidak, Bu. Aku tidak senang." Ia menatap kedua orang tuanya dengan tatapan penuh penyesalan. "Luna... dia bukan seperti yang kita kira."
"Maksudmu?" tanya Pak Doni, bingung.
Rafi menghela napas panjang mencoba mengatur nafasnya sebelum menceritakan yang terjadi.
"Luna sekarang adalah asisten CEO baru di perusahaanku . Dia juga konsultan bisnis dan kuasa hukum perusahaan. Posisi yang sangat penting dan bergengsi. Sungguh tidak pernah aku ketahui kalau ternyata Luna adalah seorang wanita hang luar biasa. " jelasnya kepada kedua orang tuanya.
Bu Endah dan Pak Doni terkejut dan saling berpandangan. Mereka tidak bisa percaya dengan apa yang mereka dengar. Sosok yang selama ini mereka remehkan, yang mereka anggap hanya wanita pengangguran, san hany bisa menghabiskan uang suami ternyata memiliki posisi setinggi itu.
"Jadi, selama ini... Luna bekerja?" tanya Bu Endah, suaranya tercekat.
"Iya, Bu. Dia bekerja di balik layar, sebagai konsultan bisnis perusahaan Adiguna, dan sekarang Pak Reza meminta Luna untuk menjadi asisten CEO yaitu adik Pak Reza. Pantas saja dia bisa membelikan Ibu obat semahal itu, dan membayar biaya operasi yang mahal," jawab Rafi, air matanya menetes. "Kita sudah salah menilainya, Bu. Kita sudah menyia-nyiakan permata yang sangat berharga."
Bu Endah merasa dadanya sesak. Dia juga iku membandingkan Luna dengan Saras, menantunya yang sekarang. Saras tidak bisa memasak, tidak bisa membersihkan rumah, dan tidak pernah memberikan uang sepeser pun. Bahkan untuk membeli obatnya, Bu Endah harus menunggu uang dari Rafi. Penyesalan itu datang menghantamnya seperti ombak.
"Ibu menyesal, Rafi... Ibu menyesal..." rintih Bu Endah, mulai menangis.
"Sudahlah, Bu. Nasi sudah menjadi bubur," kata Pak Doni, berusaha menenangkan istrinya.
Saat mereka sedang meratapi penyesalan, Saras keluar dari kamar dengan wajah kesal. "Ada apa ini? Berisik sekali! Aku mau istirahat!"
Bu Endah menatap Saras dengan pandangan penuh kebencian. "Kamu! Kenapa kamu menikah dengan Rafi?! Kamu hanya bisa memerasnya! Kamu tidak berguna sama sekali! Kamu tidak bisa mengurus rumah, tidak bisa memasak, tidak bisa apa-apa!"
Saras, yang tidak terima dengan perkataan Bu Endah, langsung menyalak. "Kenapa Ibu menyalahkanku?! Aku kan sudah bilang dari awal, aku wanita karir, bukan pembantu! Kalau Ibu mau menantu yang bisa mengurus rumah, kenapa Ibu tidak suruh Rafi menikahi pembantu?!"
"Kamu ini tidak sopan! Beraninya kamu membentak Ibu mertuamu?!" teriak Bu Endah.
Saras tertawa sinis. "Sopan? Bu, seharusnya Ibu tahu diri! Biaya operasi Ibu itu seharusnya Ibu yang bayar, kenapa harus dibebankan kepada mas Rafi? Yang menggunakannya selama ini Ibu kan, yang merasakan manfaat nya juga ibu. Jadi kenapa harus mas Rafi yang bayar."
Kata-kata Saras seperti tamparan keras bagi Bu Endah dan Rafi walau sebelumnya Saras juga menyesal. Mereka tidak menyangka Saras akan seberani itu.
"Saras! Jaga bicaramu!" bentak Rafi, amarahnya meluap.
"Jaga bicaraku?! Mas, kamu itu bodoh! Kamu sudah membuang permata dan memungut sampah! IBu, ayah, kalian juga sama! Kalian sudah membuang Luna yang sangat tulus dan memungut sampah seperti aku!" Saras berteriak, menunjukkan wajah aslinya.
Setelah meluapkan amarahnya, Saras masuk ke dalam kamar, membanting pintu dengan keras. Rafi, Bu Endah, dan Pak Doni hanya bisa terdiam. Mereka menyadari, mereka telah melakukan kesalahan besar. mereka telah membandingkan Saras dengan Luna. Tapi kesalahan terbesar mereka adalah, Mereka telah membuang Luna, yang tulus dan berharga, dan memungut Saras, yang hanya membawa kekacauan dalam hidup mereka.
Di sisi lain, Luna kini menikmati hidupnya. Ia bekerja dengan baik, menjadi asisten CEO yang handal. Hidupnya penuh dengan kesibukan, namun ia menikmatinya. Tidak ada lagi beban, tidak ada lagi drama, tidak ada lagi omelan mertua yang tidak pernah bersyukur.
Dia hidup sendiri, tapi bukankah dulu saat menikah dia juga langsung di tinggal keluar negeri oleh Rafi. Lalu apa bedanya.
Pagi-pagi dia sudah berada di kantor, menyiapkan segala kebutuhan Arya. Siang hari dia makan siang bersama Arya dan terkadang bersama para petinggi perusahaan lainnya. Sore hari, dia pulang, kembali ke apartemennya yang nyaman.
"Benar-benar kehidupan yang nyaman. "
Itu yang selalu dikatakan oleh Luna saat sesang sendiri menikmati secangkir kopi di temani laptop yang menyala.
"Sejauh apapun kamu memfitnah ku di perusahaan itu tidak akan pernah berhasil, Saras. Hanya menunggu waktu kamu dan Rafi membuat kesalahan, dengan begitu Pak Arya pasti akan menendang kalian. " gumam Luna sambil menyesap kopinya.
Selama dia bekerja diperusahaan itu, Luna belum mendapatkan celah tentang kesalahan mereka berdua. Meskipun perbuatan mereka menjijikkan, tapi dalam pekerjaan mereka ternyata kompeten.
Terutama Rafi yang memang tidak melakukan korupsi. Pantas saja dia memberinya uang pas-pasan saat menikah, karena dia juga membutuhkan uang kebutuhan di luar negeri. Minusnya dia hanya tidak bisa menahan nafsu dan menikah dengan Saras.
Pada suatu hari, Naura datang ke apartemen Luna, membawa kabar baik. Karena baik Luna dan Rafi tidak pernah datang ke persidangan, Maka jalan perceraian sangat mudah.
"Luna, aku ada kabar bagus. Hakim memutuskan kalian sah bercerai dan keinginanmu itu di setujui. Mereka diberi waktu maksimal dua bulan untuk membayar gugatan yang kamu minta. Karena bukti yang kita berikan sangat kuat. Uang yang kamu gunakan selama ini adalah uangmu sendiri.
Luna tersenyum. "Terima kasih, Naura. Kamu sudah banyak membantuku."
"Sama-sama, Lun. Aku senang melihatmu bahagia sekarang," jawab Naura.
"Aku juga. Rasanya seperti terlahir kembali," ucap Luna.
Kini, Luna bisa fokus pada kariernya, pada kehidupannya. Dia tidak lagi terikat dengan masa lalu yang kelam. Dia adalah wanita yang mandiri, sukses, dan bahagia. Dia mencoba memaafkan keadaan, bukan karena mereka pantas, tapi karena dia tidak ingin hidup dengan kebencian di hatinya.
Dia telah membuktikan kepada semua orang, bahwa Dia bukanlah wanita lemah yang bisa diinjak-injak. Dia adalah Luna yang tangguh, Luna yang berharga, dan Luna yang kini memegang kendali penuh atas hidupnya sendiri.