“Jika mencintaimu adalah dosa, biarkan aku berdosa selamanya.”
Sejak ayahnya menikah lagi, hidup Davina terikat aturan. Ia hanya boleh ke mana pun ditemani Kevin, abang tiri yang dingin, keras, dan nyaris tak tersentuh.
Delapan belas tahun bersama seharusnya membuat mereka terbiasa. Namun siapa sangka, diam-diam Davina justru jatuh pada cinta yang terlarang … cinta pada lelaki yang seharusnya ia panggil 'abang'.
Cinta itu ditolak keluarganya, dianggap aib, dan bahkan disangkal Kevin sendiri. Hingga satu demi satu rahasia terbongkar, memperlihatkan sisi Kevin yang selama ini tersembunyi.
Berani jatuh cinta meski semua orang menentang? Atau menyerah demi keluarga yang bisa menghancurkan mereka?
Sebuah kisah terlarang, penuh luka, godaan, dan cinta yang tak bisa dipadamkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Empat
Saat Kevin mau meninggalkan acara, mamanya datang menghampiri. Tia merasa sangat lega. Dia berharap calon ibu mertuanya itu akan menahan kepergian pria itu.
"Mau kemana lagi kamu, Kevin?" tanya Mama Mega.
"Aku mau ke toilet. Sekalian mau pamit. Kepalaku pusing. Bukankah acara telah selesai!" jawab Kevin.
"Tamu masih banyak di sini, kamu mau pergi. Apa nanti yang ada dalam pikiran mereka?"
"Aku tak peduli apa yang mereka pikirkan. Keinginan mama agar aku mau bertunangan dengan Tia telah aku penuhi. Jangan paksa aku lagi, atau ...." Kevin sengaja menggantung ucapannya. Dia memandang sinis ke arah Tia yang berdiri di sampingnya.
"Atau apa ...?" tanya Tia penasaran.
"Kita batalkan saja pertunangan ini, mumpung tamu masih banyak," ucap Kevin dengan senyuman miringnya.
Mama Mega dan Tia terdiam, tak tahu harus menjawab apa. Dia tahu bagaimana kerasnya sang putra. Mereka tak mungkin menahannya.
Tia memandangi punggung Kevin yang menjauh dengan tatapan campur aduk antara marah, bingung, dan takut. Ia menoleh ke arah Mama Mega yang tampak tak berdaya menghadapi sikap putranya itu.
“Tia, biar Mama yang bicara nanti. Kamu jangan ambil hati dulu, ya,” ucap Mama Mega pelan.
Tia hanya mengangguk, tapi hatinya bergetar hebat. Ia tahu Kevin bukan tipe pria yang mudah dibujuk. Jika dia sudah melangkah pergi, tak ada siapa pun yang bisa menahannya.
Sementara itu, Kevin melangkah cepat menembus kerumunan tamu. Musik lembut dan suara tawa para undangan terasa makin jauh di telinganya. Napasnya terasa berat, bukan karena lelah, tapi karena tekanan yang ia tahan selama acara berlangsung. Pertunangan ini baginya hanya formalitas yang dipaksakan dan setiap detik di sana terasa seperti jerat.
Lorong hotel yang panjang dan remang menyambut langkah kakinya. Setiap gema langkah terdengar jelas di antara kesunyian. Di tangannya, ponsel bergetar sesaat, sebuah pesan masuk dari Davina:
“Aku di kamar, Bang. Jangan lama-lama, ya.”
Kevin mengembuskan napas dalam, matanya melembut sejenak. Namun, tak lama kemudian, nalurinya yang terlatih menangkap sesuatu, ada suara langkah lain di belakang. Teratur. Hati-hati. Seolah seseorang berusaha menyembunyikannya.
Ia tak perlu menoleh untuk tahu siapa. Sudah bisa ditebak itu adalah Tia.
Kevin mempercepat langkah, lalu tiba-tiba berbelok tajam ke arah toilet di ujung lorong. Ia masuk dan berdiri di depan cermin, menatap pantulan wajahnya yang mulai letih. Ia membuka kerah kemejanya, mencoba menenangkan diri, lalu mendengar suara langkah berhenti tepat di luar pintu. Ia yakin wanita itu yang mengekorinya adalah Tia.
Menit demi menit berlalu. Kevin membasuh wajahnya, lalu berpura-pura membuang tisu ke tempat sampah. Ia menatap pintu refleksi di cermin itu, bayangan kaki wanita terlihat samar di bawah celah.
“Masih di situ,” gumam Kevin pelan. Bibirnya menyinggung senyum tipis yang lebih mirip ejekan.
Lalu tanpa suara, ia berbalik dan berjalan ke arah jendela kecil di sisi belakang toilet, ada pintu keluar darurat menuju lorong lain yang mengarah ke lift servis. Ia menekan gagang pintu perlahan, memastikan tidak berbunyi, dan melangkah keluar dengan cepat.
Sementara itu, di luar toilet, Tia masih berdiri gelisah. “Kenapa lama sekali …,” gumamnya, menatap pintu dengan dahi berkerut. Ia menggigit bibir bawah, menimbang apakah harus masuk. Tapi rasa sungkan membuatnya tetap menunggu.
Beberapa menit lagi berlalu, dan saat akhirnya Tia memberanikan diri membuka pintu, kosong. Hanya suara air menetes dari wastafel dan aroma sabun yang samar tertinggal.
“Kevin!” panggil Tia dengan suara lirih. Tak ada jawaban.
Panik kecil mulai muncul di dadanya. Ia buru-buru keluar dan menatap ke dua arah lorong. Tak ada siapa pun.
Sementara itu, di sisi lain hotel, Kevin melangkah cepat menuju lift yang membawanya ke lantai tempat Davina berada.
Setiap detik semakin menegangkan, tapi wajahnya kini tak lagi dingin, ada sesuatu di matanya yang berbeda, kelegaan, dan kerinduan yang sulit disembunyikan.
“Tunggu aku, Davina,” gumamnya sebelum pintu lift tertutup.
Kevin masuk perlahan ke dalam kamar hotel. Dia melihat Davina masih tertidur. Setelah membuka jasnya, pria itu lalu duduk di tepi ranjang.
Davina membuka matanya perlahan. Dia melihat Kevin sedang memperhatikan wajahnya dengan intens.
"Bang Kevin ...." Davina mengucapnya dengan lirih, tapi masih dapat di dengar.
"Kamu sadar dengan apa yang telah kita lakukan?" tanya Kevin dengan suara datar.
Davina hanya mengangguk sebagai jawaban. Sebenarnya dia meminta bantuan Kevin bukan hanya karena pengaruh obat, tapi memang dirinya menginginkan pria itu.
"Aku sudah mengingatkan kamu, jadi jangan pernah menyalahkan aku atas apa yang telah terjadi!"
"Aku tak akan menyalahkan, Abang."
"Kamu tau Davi, aku tak suka berbagi. Sesuatu yang pernah aku sentuh, tak akan aku izinkan orang lain ikut menyentuhnya. Dan ingat juga, aku tak suka mengakhiri sesuatu sebelum aku benar-benar bosan dan tak menginginkan lagi!"
Kevin lalu berdiri. Dia membuka kancing kemeja bagian atas. Udara malam ini terasa sangat panas. Dia lalu duduk di sofa yang berada di dekat jendela. Memandangi jalanan yang masih terlihat ramai.
Gawainya berdering, Kevin melihat nama Tia tertera di layar. Dia lalu menyentuh tombol hijau.
"Kamu dimana, Kevin?" tanya Tia di seberang sana.
"Aku sudah pulang!"
"Acara belum selesai, kenapa kamu sudah pulang? Apakah kamu bersama Davina?" tanya Tia.
"Aku tak tau dia dimana!"
Walau Kevin sedang bicara dengan tunangannya, mata pria itu tetap memperhatikan gerak gerik Davina. Saat dia melihat gadis itu mencoba bangun dan berdiri, dia langsung menutup sambungan telepon. Mendekati ranjang tempat adik tirinya berada.
Davina meringis, merasakan sakit di bagian inti tubuhnya. Namun, dia tetap berusaha berdiri. Tanpa dia menyadari jika tubuhnya masih polos tanpa sehelai benangpun.
"Apa kau mau mencoba menggodaku lagi?" tanya Kevin dengan suara datar.
Davina langsung meraih selimut dan membalutkan ke badannya agar menutupi seluruh tubuhnya. Dia lalu mencoba berjalan walau terasa pedih.
Kevin lalu mendekat Davina. Tanpa kata langsung menarik selimut yang menutupi tubuh adik tirinya itu sehingga tubuhnya kembali polos tanpa sehelai benangpun.
"Abang mau apa?" tanya Davina sambil berusaha menutupi bagian inti tubuhnya.
"Kenapa kau sekarang malu? Apa lupa tadi kau yang menggodaku. Aku sudah melihat dan merasakan tubuhmu, jangan sok polos dan malu-malu," ucap Kevin.
Kevin lalu melempar handuk yang dia ambil dari lemari. Davina langsung menggunakan untuk menutupi tubuhnya. Dia lalu berjalan perlahan menuju kamar mandi dengan berjalan pelan sambil menahan sakit.
Tanpa dia duga, Kevin mendekati dan menggendongnya. Membawa ke kamar mandi.
Setelah berada di dalam kamar mandi, dia menurunkan tubuh Davina. "Untuk hal kecil seperti ini saja kamu tak bisa mengatasinya. Apalagi yang lain. Jangan manja, jika selama ini aku sering membantumu, tapi mulai besok kau jangan pernah berharap bantuanku lagi. Aku sudah bertunangan!" seru Kevin.
Kevin lalu keluar kamar mandi, meninggalkan Davina yang masih terpaku setelah mendengar ucapan abang tirinya.
"Bang, kenapa sejak aku mulai dewasa kamu sangat berubah. Dulu kau selalu siap berada di sampingku, membantu apa pun yang aku minta. Sekarang kau seolah menjauhiku. Aku rindu kamu yang dulu," gumam Davina.
semangatttt kev dg penuh tggjawab, abaikan sementara mamamu itu, yg egois🤭 aslinya ibu tiri sdh Nampak