Elara Calista seorang wanita cantik yang menjadi istri kedua dari Erlangga Lysander pria tampan yang begitu dicintainya. Sayang saja hubungan mereka tidak pernah mendapatkan restu. Membuat rumah tangga mereka sering di landa masalah. Yang dibuat oleh istri pertama Erlangga serta ibu mertuanya yang begitu tidak menyukainya.
Mereka melakukan berbagai cara untuk menghancurkan pernikahan nya. Hingga akhirnya pernikahan Elara dan Erlangga benar benar berada di ujung tanduk.
Apakah Elara harus bertahan atau memilih untuk menyerah?. Dan apakah Erlangga akan membiarkan Elara pergi dari kehidupannya?.
(Jangan lupa yaww bantu folow akun Ig @sya_gelow )
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Syana Elvania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecelakaan
Jendela mobil terbuka. Memperlihatkan seorang pria bertopeng. " Berhenti!." Teriaknya, dengan nada mengancam.
Membuatnya semakin panik, saking paniknya ia tidak berhenti malah menambah kan kecepatan mobilnya. Ketakutan merambat di sekujur tubuhnya, mengingat ingat berita pembegalan yang cukup mengerikan. Ditambah melihat penampilan mereka yang seperti preman. Elara terus berdoa agar diberikan keselamatan. Membaca doa doa yang ia hafal. Berharap Tuhan akan memberikan nya perlindungan.
Mobil sedan hitam itu semakin mendekat. Memepet mobil Elara bahkan kini jarak nya hanya beberapa jengkal. "Berhenti!. Lo mau berhenti atau Lo bakal dapet akibatnya." Bentak salah satu preman mencoba memecahkan kaca mobil nya dengan sebuah kunci inggris.
Dengan tangan gemetar elara mengambil ponsel didalam tasnya. Satu tangan tetap fokus di kemudi mencoba menjaga jarak dari mobil sedan itu. Ia membuka ponselnya mencari nomer kontak suaminya dengan terburu-buru dan langsung menghubunginya. Beberapa kali panggilan tidak kunjung terjawab membuatnya frustasi.
"Mas jawab!. Ku mohon hikss... Aku takut." Isak Elara menangis ketakutan. Saat preman preman itu terus berteriak menyuruh nya untuk menghentikan mobilnya. Sekali lagi Elara mencoba menghubungi suaminya dengan penuh harap. Ia benar benar sudah sangat ketakutan, hingga akhirnya panggilan telfon terhubung yang membuatnya lega.
"Halo sayang... Sebentar mamah ku sedang kritis lagi. Karna kambuh. Aku harus mengurus administrasi maaf nanti dulu ya." Jawab cepat Erlangga padahal Elara belum sempat berbicara sepatah katapun.
"Mas sebentar!. Kumohon. Tolong aku!." Elara berteriak frustasi. Sayang nya panggilan telfonnya sudah dimatikan sepihak.
"Mas... Hikss ayo angkat. Aku takut..." Gumam Elara penuh harap. Kembali mencoba menghubungi suaminya. Namun, tidak kunjung diangkat angkat malah hanya ada suara operator.
Bruk!
Mobil elara oleng saat mobil sedan itu menabrakkan diri ke body samping mobilnya cukup keras. Membuatnya terkejut dan ponsel yang di bawanya terlepas dari genggaman nya, jatuh kebawah. Dengan reflek Elara memegang kemudi kuat mencoba menstabilkan mobilnya. Agar tidak keluar dari jalur dan menabrak.
"Berhenti sialan!." Teriak Preman yang mulai kesal beberapa kali mulai membanting setir untuk menabrak mobilnya. Memaksa nya untuk berhenti. Dan Elara masih bisa menjaga keseimbangannya dengan susah payah.
Preman itu tidak kehabisan akal. Tiba tiba saja mobil sedan itu melaju cepat mendahului nya dengan jarak kurang lebih 2 meter. Salah satu dari mereka mengeluarkan sebagian tubuh nya dari jendela. Menyebarkan sesuatu kejalan yang tidak ia ketahui.
Sedetik kemudian ban mobilnya pecah dengan suara letusan yang nyaring. Membuat Elara kehilangan kendali lagi pada mobilnya. Ia mendelik terkejut teryata yang preman itu lempar adalah paku payung. "Bagaimana ini tuhan." Cicit Elara mencoba mengendalikan mobil yang oleng untuk menghindari tabrakan.
Ia menginjak rem beberapa kali saat mobilnya tidak kunjung berhenti karna melewati turunan tajam. "Sial!. Ayo berhenti !. Hiks... " teriak Elara putus asa. Reflek membanting setir kekiri lantaran di kanannya terdapat jurang dalam yang langsung mengarah kelautan lepas.
Saat ia membanting setir kekiri. Mobilnya langsung mengarah ke pohon besar dipinggir jalan. "Ti-tidak!. Jangan jangan!. Ahh!!!! " Teriakan Elara diikuti dengan suara benturan keras, saat mobilnya akhirnya berhenti setelah menabrak pohon besar di pinggir jalan. Kepalanya membentur keras kemudi dengan kaca mobil yang pecah serta sebagian mengenainya, dan retak akibat benturan keras.
Rasa sakit hebat mulai menjalar, karna luka parah yang di alaminya. Bahkan pakaian yang kini ia kenakan sudah mulai kotor terkena cairan merah yang mulai membasahi hampir sebagian dress nya. Disisa kesadarannya ia mencoba untuk tetap sadar mengusap perutnya dengan tangan gemetar karna sakit, terutama pada bagian perutnya yang sangat sakit seperti di hujam ribuan jarum. Pandangannya mulai mengabur. "Mas..." lirihnya memanggil nama suaminya. Sebelum akhirnya kesadaran nya menghilang tergantikan dengan kegelapan.
Erlangga berdecak kesal. Lantaran peryataan dokter tentang kondisi Mita yang kembali memburuk. Hal itu membuatnya begitu frustasi. Ia keluar dari ruang dokter berjalan ke ruang VVIP dimana Mita dirawat. Sembari memijit pelipisnya yang begitu pusing baru juga dirinya pulang dari Amerika. Malah harus dihadapkan dengan masalah baru.
Sebenarnya Erlangga memiliki seorang kakak laki laki dan adik perempuan. Mereka tinggal di luar negeri. Kakak laki-lakinya sedang mengurus perusahaan utama keluarga mereka di Paris sementara adiknya sedang melanjutkan studi kuliah di universitas Amerika. Dan yang tersisa hanya dirinya disini menjaga Mita. Sebenarnya Erlangga tidak terlalu dekat dengan kedua saudara nya lantaran dulu saat kecil Erlangga ikut dengan omanya. Hanya sampai remaja. Setelah omanya tiada ia kembali ikut kedua orang tuanya.
Erlangga membuka pintu kamar, dan melangkah masuk. Langkahnya terhenti menatap Mita yang terlelap, pengaruh obat bius. Disana juga ada Lala tapi Erlangga memilih untuk mengabaikan dan menganggapnya tak ada.
"Erlangga. Bagaimana kata dokter?." Tanya Lala mendekati Erlangga, mencoba mencari perhatian. Tangan Lala menyentuh lengan kekar Erlangga. Mengusap nya.
"Singkirkan tangan mu dari ku!." Bentak dingin Erlangga menepis kasar tangan Lala. Sebelum akhirnya memilih untuk beranjak pergi duduk di sofa. Menyandarkan tubuhnya yang lelah pada sofa, sembari memijit pelipisnya dengan mata terpejam..
Lala mengepalkan jemari nya menahan kekesalannya. Tapi dia tidak akan menyerah. Erlangga hanya untuk nya. Dan dengan apapun itu caranya dia akan buat Erlangga tunduk padanya. Lala mendekati Erlangga langsung duduk disisi Erlangga tanpa memberikan jarak. "Biar aku pijat." Tawarnya tanpa permisi memijit lengan Erlangga yang membuat Erlangga langsung naik pitam.
Mata tajam Erlangga terbuka menatap Lala dingin. "Jauhkan tangan mu dari ku." Tegasnya dengan nada peringatan. Tatapan Erlangga tajam dan menusuk membuat lala gentar. Lala langsung mundur menjauh.
Erlangga berdecak kesal. Menahan amarah bercampur lelah yang bergejolak di benaknya. Dia juga tidak ingin membuat keributan dirumah sakit jadi sebisa mungkin Erlangga mengontrol amarahnya.
Kedua mata Erlangga kembali terpejam menghela nafas berat. Tiba tiba saja terlintas wajah Elara dengan senyum lembut nya. 'oh ya tadi kenapa Elara menghubungi ku.' batin Erlangga membuka kedua matanya perlahan langsung merogoh saku celananya. Mengambil ponselnya. Saat Erlangga membuka ponselnya berderet panggilan telfon dari sang istri langsung masuk.
Cepat cepat Erlangga membukanya takut jikalau istrinya sedang dalam masalah atau bahaya. Ia mencoba menelfon nomer Elara sayang nya beberapa kali panggilan hanya ada suara operator yang masuk. 'sayang..., kamu kenapa. Ayo angkat telfon ku.' batin Erlangga mulai resah mencoba menghubungi nomer Elara lagi. Berharap wanitanya akan mengangkat nya.
Senyum miring tersungging dibibir Lala. Menyadari siapa yang sedang coba di hubungi Erlangga. 'Dia tidak akan kembali..." Bisiknya tertawa dalam hati tak bisa membayangkan apa yang sedang terjadi pada wanita sialan itu sekarang.
Erlangga menjadi semakin khawatir, telfonnya tak kunjung diangkat hanya ada suara operator. Entah mengapa firasat nya menjadi semakin tak enak saja. Takut jika terjadi sesuatu pada wanita yang paling dia cintai. Ia mencoba melacak ponsel sang istri. Sayangnya, hasilnya tetap nihil lokasi sang istri tidak terdeteksi.
Erlangga menghela nafas kasar. 'Sayang... Ku harap kamu baik baik saja.' batinnya mencoba berpikir positif jika mungkin wanita nya masih dihotel dan tengah beristirahat.
Tanpa disadari Erlangga, wanita yang di cari cari nya tengah berjuang sendirian antara hidup dan matinya. Dengan detak jantung yang semakin melemah dan nafasnya yang kian melambat.