NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

Ina dan Kinara keluar dari kamar Ina, bersiap untuk pergi ke sekolah.

Bu Aminah sudah pergi sejak pagi tadi, meninggalkan sarapan nasi goreng di atas meja untuk Ina dan Kinara.

Dua gadis cantik itu duduk di meja makan dan menyantap nasi goreng berdua.

"Na, itu bukannya helm punya Isha ya? Kenapa ada disini?" Kinara tiba-tiba menunjuk ke arah helm milik Isha yang semalam di pakai oleh Izhar di atas meja ruang tamu.

Jelas saja, Ina membulatkan mata, suaminya tak sempat mengambil helm karena keluar dari jendela kamarnya tadi subuh.

"Na, jangan-jangan lu sama Isha udah balikan lagi ya?

Terus Isha main kesini, makanya helm nya ada disini," selidik Kinara, curiga kalau Ina dan Isha sudah balikan.

"Eh, nggak kok, semalam gue ketemu dia di jalan waktu gue pergi ke toko buku, terus dia anterin gue pulang, dia lupa helm nya gak dibawa pulang." Ina beralasan.

"Lah, kalau Isha main kesini dan helm nya ada disini, itu artinya lu sama dia udah balikan 'kan? Gak mungkin juga kalo gak balikan lu mau bawa Isha ke rumah!" Kinara malah semakin mencurigai Ina.

'Aduhhh... Kenapa juga sih Om Iz harus ninggalin helm nya disini? Kan gue yang repot jelasin ke Kinara!' Ina menggerutu dalam hati.

"Bu-- bukan gitu, Ra. Gue sama dia gak balikan kok, semalam itu memang cuma dia tawarin tumpangan aja, terus dia anterin gue sampai rumah, nah helm nya ketinggalan, gue kayaknya mau balikin sekarang di sekolah." Ina berusaha menghilangkan kecurigaan Kinara darinya.

"Oooh... Kirain lu beneran balikan lagi sama dia, gue sih setuju-setuju aja kalau balikan, toh kalian cocok banget!"

"Idih, siapa juga yang mau balikan sama dia, gue udah gak punya rasa lagi tuh sama dia!"

"Halaaah... Gak percaya gue, masa sih lu gak kesemsem gitu lihat Isha yang gantengnya poll, mirip artis Korea loh!"

"Kagak! Gue udah gak ada rasa apapun sama dia, si tukang playing victim, mana mau gue sama cowok modelan begitu, ganteng pun percuma!"

"Gak usah marah juga kali, gue 'kan cuma nanya."

"Habisnya lu nanya kayak gitu mulu, udah tau gue gak suka ditanya soal hubungan sama dia."

"Iya, sorry."

Ina dan Kinara melanjutkan makan mereka, hingga nasi gorengnya habis. Lalu setelah itu, mereka pergi sekolah dengan menaiki angkot.

***

Di tempat lain, Izhar duduk merenung di koridor rumah sakit, mengingat yang dilihatnya tadi pagi membuatnya tak bersemangat apapun, hatinya masih merasa kecewa pada Ina dan Isha yang tak pernah jujur padanya mengenai hubungan mereka.

"Apakah aku harus selalu mengalami hal seperti ini dalam percintaan, ya Allah? Kenapa selalu saja ada hal yang membuatku sakit hati, setiap kali aku memiliki seseorang yang mendampingi? Apakah aku memang gak pernah di takdirkan untuk bahagia?"Izhar membatin, kisah asmara yang dijalaninya selalu gagal, membuatnya merasa bahwa dia tak pernah di takdirkan untuk bahagia dengan seorang pasangan.

Jika di ingat-ingat lagi, sikap Ina dan Isha sejak awal bertemu pun sudah aneh di matanya, mereka seolah menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi, pada awalnya Izhar hanya mengira kalau Isha dan Ina tidak begitu akrab atau mungkin tak akur selama di sekolah, hingga membuat keduanya juga seperti canggung setelah menjadi adik dan kakak ipar. Namun Izhar salah, ternyata sikap mereka seperti itu adalah karena mereka pernah atau mungkin masih memiliki hubungan, begitulah menurut Izhar.

"Ngelamun aja nih pengantin baru, kenapa?" suara itu membuat Izhar terkejut, saat menoleh ia melihat Dokter Zaki, pria itu tersenyum dan duduk di samping Izhar.

"Eh, kirain siapa." Ucap Izhar berusaha tersenyum.

"Pengantin baru masa ngelamun sih? Harusnya happy dong, karena sudah menemukan kebahagiaan dan keindahan surga dunia," canda Dokter Zaki.

Izhar mesem, 'Surga dunia apanya? Aku bahkan belum pernah menjamah tubuh Ina, dia masih murni dan aku jaga dengan baik!' batin Izhar.

"Gimana rasanya menikah dengan daun muda? Pasti lebih menyenangkan daripada dengan yang seumuran ya?" celetuk Dokter Zaki.

Izhar tidak menjawab, pertanyaan seperti itu sensitif baginya, ia tak suka membahas apapun tentang asmara pada orang lain, apalagi sekarang ia memiliki istri yang masih sangat muda, alangkah tak sopannya Dokter Zaki menanyakan itu padanya.

"Saya juga jadi pengen punya istri yang usianya semuda itu, pasti sangat asyik saat di ajak malam pertama, masih sempit dan menggigit!" tambah Dokter Zaki, seolah sengaja mengatakan hal semacam itu pada Izhar.

"Eh, tapi... Saya gak yakin sama anak muda jaman sekarang, biasanya anak-anak seumuran itu sudah gak perawan lagi, kebanyakan mereka itu melakukan seks bebas dengan pacar mereka. Tapi Dokter Iz beruntung kalau mendapatkan istri muda yang masih perawan, langka soalnya!" Dokter Zaki malah semakin menjadi, seakan-akan mengatakan bahwa semua anak gadis seusia Ina sudah tidak perawan lagi.

Izhar yang risih mendengar celotehan Dokter Zaki, meradang, apalagi mengingat kalau Ina dan Isha pernah berpacaran, ada kemungkinan bagi mereka pernah melakukannya. Izhar bangkit dari duduknya dan permisi kepada Dokter Zaki, ia pergi keluar dari gedung rumah sakit dengan perasaan yang sulit di artikan.

Sepeninggal Izhar, Dokter Zaki tersenyum miring, "Sungguh pria yang malang, sudah lah calon istri pergi meninggalkan dia, sekarang punya istri malah bekas pakai orang, malang sekali nasibmu, Izhar. Kamu terlalu baik, tapi sayangnya Ratih lebih memilihku daripada kamu." Gumam Dokter Zaki, seakan puas melihat penderitaan Izhar.

'ting'

Dokter Zaki mendapatkan pesan chat masuk ke ponselnya. Pria itu merogoh kantong jas putihnya dan mengambil ponsel untuk memeriksa.

Ia tersenyum miring, membaca pesan dari seseorang.

[Sayang, kalau pulang tolong bawakan aku jus alpukat dan nasi kuning ya, aku lagi pengen banget, anak kamu ngidamnya pengen itu. ] Bunyi pesan dari Ratih, kekasihnya.

[ Oke, nanti aku akan belikan, kamu sabar di rumah ya bumilku]. Balas Dokter Zaki.

[ Iya, sayang, aku tunggu.]

Dokter Zaki memasukkan kembali ponselnya, menatap lurus ke arah orang-orang yang berlalu lalang di depannya.

'Wanita bodoh! Dia pikir, aku secinta itu padanya?

Aku hanya memanfaatkan dia untuk kepentingan pribadiku, setelah semua yang dia punya habis, maka saat itulah waktu yang tepat untuk membuangnya!' batin Dokter Zaki, dengan senyum miringnya, mengejek pada Ratih, yang kini ada dalam genggamannya.

Isha duduk di bangkunya, sambil memainkan ponsel membalas chat teman-temannya yang bersekolah di tempat lain, membahas tentang rencana pertemuan malam ini untuk bersenang-senang seperti biasa.

'brakkk'

Sebuah helm kini berada di atas mejanya, Isha mendongak, rupanya Ina yang melakukannya. Dia meletakkan dengan kasar helm milik Isha.

"Ini helm lu, gue balikin!" ucap Ina jutek.

Kemudian, Ina kembali ke bangkunya.

Isha hanya menatapnya dari bangkunya berada, sungguh Ina sudah tak mau bersikap lembut lagi padanya.

"Lu kasar banget sih sama si Isha? Dia sampai bengong gitu!" Kinara menoleh ke arah Isha yang masih menatap Ina dari bangkunya.

"Terus, gue harus lembut gitu sama orang yang nyebelin kayak dia? Najis!"

"Hish, lu jahat banget sih."

"Bodo amat!"

Kinara tak bisa berdebat lagi dengan Ina, dia mengerti mengapa sikap Ina seburuk itu pada Isha. Tentu saja karena Isha yang memulai lebih dulu menyakiti hatinya, Kinara sangat tahu kalau Ina sejak awal berhubungan dengan Isha sangat mencintai pemuda itu. Hanya saja, Isha yang menggoreskan luka di hati Ina, yang membuat gadis cantik berkulit bening itu tak bisa lagi bersikap baik padanya.

"Selamat pagi, anak-anak!"

Guru mereka telah berada di depan kelas, membawa buku pelajaran dan sebuah kacamata bertengger di batang hidungnya.

"Selamat pagi, Pak!" sahut para murid kompak.

Mereka pun mengeluarkan alat tulis dari tas masing-masing, bersiap untuk menulis materi pelajaran yang akan diberikan.

Sore harinya...

Izhar menjemput Ina di rumah Bu Aminah, ia pulang lebih awal hari, karena harus menjemput istrinya.

Ina sudah menunggu di depan pagar rumah, sehingga ketika Izhar datang, Ina bisa langsung masuk mobilnya dan pergi.

"Ibu kamu belum pulang?" tanya Izhar.

"Belum, Mama 'kan pulangnya nanti malam."

Izhar tak bertanya lagi, wajahnya yang datar fokus menatap ke arah jalanan yang kini tengah di tempuhnya.

Ina menoleh ke arah Izhar, dia merasa ada yang aneh dengan sikap suaminya, padahal sudah biasa sikap Izhar secuek itu. Tapi yang membuatnya aneh adalah, sikap Izhar tadi subuh tak secuek itu, bahkan dia sendiri yang mencium Ina, tapi kenapa sekarang kembali seperti semula.

"Om, aku lapar," ucap Ina, mencoba memecah keheningan antara mereka.

"Kita makan di rumah saja, Ibu pasti sudah memasak," jawab Izhar datar.

'Kok aneh ya rasanya kalau dia balik ke mode semula?

Padahal tadi subuh dia cium gue, bahkan genggam tangan gue, kenapa gue ngerasa ini aneh?' batin Ina.

"Apa iya, gue harus nakal duluan supaya dia kayak tadi subuh lagi?" Ina bertanya pada dirinya sendiri.

Ina sejujurnya sangat nyaman dengan sentuhan dari tangan Izhar padanya dan Ina ingin tangan besar itu bisa menggenggamnya lagi.

Ina menoleh ke arah tangan kiri Izhar yang di letakkan di atas paha nya, dia pun berinisiatif untuk memegang tangannya.

Ina perlahan meraih tangan Izhar dan memasukkan jari jemarinya di antara sela-sela jarinya.

Izhar cukup terkejut dengan kelakuan Ina, dengan spontan Izhar melepaskan tangan Ina darinya dengan cukup kasar, seolah tak mau di sentuh oleh gadis itu. Hal itu juga membuat Ina menjadi semakin heran, padahal jika tak mau Izhar tak perlu melepaskan tangannya sekasar itu.

"Ah, maaf, saya lagi nyetir, jadi jangan pegang-pegang dulu," ucap Izhar, ia tahu apa yang dilakukannya adalah salah.

Ina tidak menjawab, dia menyandarkan punggungnya pada kursi mobil dan menatap ke arah jendela mobil, melihat setiap kendaraan dan pepohonan yang seolah bergerak-gerak.

Baru kali ini, Ina merasa sakit hati oleh Izhar, biasanya dia tak akan mau ambil pusing walaupun suaminya mengatakan hal yang tidak enak padanya atau memarahinya. Tapi kali ini, Ina merasa hatinya sakit, entah apa yang dia rasakan hingga bisa seperti itu.

Izhar menoleh kepada Ina, yang tak berbicara lagi sejak penolakannya tadi.

Kemudian, Izhar menatap tubuh Ina dari atas sampai bawah.

'Apa tubuh ini pernah di jamah adikku sendiri?

Apakah Ina dan Isha pernah melakukan hubungan terlarang saat mereka pacaran? Jika seperti itu, sama saja aku menikahi gadis yang sudah tidak perawan lagi, lalu untuk apa pernikahan ini terjadi?'

Sejenak, pikiran Izhar menjadi sangat buruk terhadap Ina dan Isha, ia terpengaruh oleh ucapan Dokter Zaki tadi.

Keduanya sama-sama terdiam, tak ada obrolan ataupun kontak fisik diantara mereka.

Tiba di rumah Izhar, Ina langsung masuk dan naik ke lantai dua, menuju kamar Izhar. Dia tak mau berbicara lagi dengan suaminya, yang sudah menolaknya tadi, Ina merasa kesal padanya.

Izhar juga tak bisa berkata apa-apa, ia hanya menyusul Ina dari belakang menuju kamar mereka.

Izhar membuka bajunya, menyisakan kaos putih penutup tubuh atletisnya, dia menatap Ina yang duduk membelakangi sambil memainkan ponsel membalas chat dari Kinara.

Izhar tahu, Ina sedang marah padanya, tapi Izhar pun tak bisa membujuknya agar tak marah.

"Besok, kita pindah ke apartemen, saya sudah menyewa apartemen untuk tempat tinggal kita. Di dalamnya ada dua kamar, kita bisa tidur terpisah seperti yang kamu mau." Ujar Izhar memberitahu.

Ina tak merespon, tapi mendengar dengan jelas apa yang suaminya katakan.

Izhar sejak tadi siang mencari-cari apartemen yang bisa di sewanya untuk tinggal bersama Ina. Bukan tanpa sebab, tapi Izhar ingin agar Ina dan Isha tidak tinggal serumah, yang memungkinkan keduanya bisa menjalin hubungannya kembali dengan mudah, walaupun mungkin di sekolah itu bisa terjadi.

Izhar menghampiri Ina, mengambil ponsel dari tangan gadis itu. Ina masih tak merespon, hanya diam menundukkan kepala.

"Saya gak suka, ketika saya bicara gak di perhatikan, malah sibuk dengan hp." Ucap Izhar tegas.

Ina lagi-lagi tak menjawab, itu membuat Izhar serba salah.

Izhar menghela nafas dalam dan menghembuskannya, lalu berdiri di depan Ina.

"Ada apa? Kenapa kamu ngambek? Apa ada yang salah dengan saya?" tanya Izhar.

itu. Padahal dia tahu, apa yang menyebabkan Ina seperti Izhar menyentuh bahu Ina dan berjongkok di depannya.

"Saya minta maaf kalau tadi sikap saya berlebihan, saya gak bermaksud untuk menepis tangan kamu,"

akhirnya Izhar meminta maaf.

Bibir Ina cemberut, masih belum ingin berbicara dengan suaminya.

Izhar mengalah, meraih tangan ina dan menggenggamnya. "Oke, saya minta maaf, kali ini saya pegang tangan kamu, seharusnya kamu bisa memaafkan saya." Ucap Izhar lagi, berusaha membujuk.

Ina menatap matanya, Izhar mengangkat sebelah alisnya, perlahan sudut bibir Ina melengkung, gadis cantik itu tersenyum kembali.

"Nah... Itu baru istri saya, 'kan manis kalau senyum!" ucap Izhar, dengan mencubit gemas pipi Ina.

"Om nyebelin sih! Masa iya istri sendiri gak boleh pegang tangan suaminya!"

"Bukan gak boleh, tapi saya 'kan lagi nyetir, meskipun bisa pakai satu tangan, tapi terkadang saya butuh dua tangan buat menyetir." Izhar beralasan.

"Alesan! Dasar Om-om nyebelin, manusia kulkas!" ejek Ina, tangannya menjawel pipi Izhar.

"Daripada manusia api, nanti kamu kepanasan!"

Ina tertawa pelan, si manusia kulkas bisa bercanda juga, batinnya.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!