Istriku! Oon!?.
Eric Alaric Wiguna , seorang Mafia & CEO perfeksionis, mendapati hidupnya jungkir balik setelah menikahi Mini.
Mini Chacha Pramesti adalah definisi bencana berjalan: ceroboh, pelupa, dan selalu sukses membuat Eric naik darah—mulai dari masakan gosong hingga kekacauan rumah tangga yang tak terduga.
Bagi Eric, Mini itu oon tingkat dewa.
Namun, di balik ke-oon-annya, Mini punya hati yang tulus dan hangat. Mampukah Eric bertahan dengan istrinya yang super oon ini?
Atau justru kekonyolan Mini yang akan menjadi bumbu terlezat dalam pernikahan kaku mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon simeeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 4: Ksatria Valerius dan Cincin Penebusan
Selamat Membaca👇
Eric Alaric Wiguna berdiri di ambang jendela penthouse, bayangan malam Jakarta memanjangkan siluetnya. Ia mencengkeram ponsel Mini yang kini kosong.
Mini, duduk di sofa terdekat, memeluk bantal dekoratif, tatapannya masih terguncang setelah menerima panggilan dari klan Valerius.
“Rekaman Nenek Alessandra… itu bukan ancaman konyol,” desis Eric, suaranya mengandung bahaya terpendam.
“Mereka tahu kelemahan terbesar klan Conti adalah reputasi Nenek di mata The Commission di Italia.”
Mini mengangguk.
“Mereka bilang tiga hari. Cincinnya harus Seguro, Penebusan. Kalau tidak, rekaman itu dikirim ke Interpol.”
Eric berbalik, menyilangkan tangan di dada. Matanya menganalisis Mini. “Kau tidak tampak seperti keturunan Ksatria Valerius. Kau terlihat seperti… seseorang yang kesulitan membedakan garpu dan sendok.”
Mini, merasa terhina, bangkit. “Hei! Saya ceroboh, bukan bodoh! Saya tahu itu garpu!” Ia menunjuk ke arah mangkuk buah di meja, tetapi jarinya malah mengenai vas bunga kristal yang berdiri di sebelahnya. Vas itu bergoyang berbahaya.
Eric bergerak secepat kilat. Ia menahan vas itu dengan tangan kanannya tepat sebelum jatuh, sementara mata kirinya masih tajam menatap Mini. “Lihat? Bukti nyata.”
“Itu hanya… kecelakaan navigasi!” Mini membela diri, menarik napas lega.
Eric tidak membuang waktu. “Marco!” ia memanggil pengawalnya. “Siapkan jet. Tujuan: Milan. Aku butuh koneksi perhiasan di sana.” Ia menoleh ke Mini. “Kita akan mencari cincin Penebusan gila itu, dan kita punya waktu kurang dari 72 jam.”
Di dapur penthouse, Mini mencoba membuat hot chocolate untuk menenangkan diri. Ia memasak air di panci, lalu sibuk mencari bubuk kakao di lemari es—karena di rumah Bibi Titi bubuk selalu disimpan di sana.
Tiba-tiba, Elara Wiguna, adik Eric, masuk. Ia bersandar di pintu dapur, rambutnya berantakan, mengenakan hoodie kebesaran Eric.
“Selamat datang di neraka, calon Kakak Ipar. Ternyata kau adalah keturunan musuh abadi klan kami. Plot twist yang bagus, ten points untuk Kakek Pranoto,” sambut Elara ceria, lalu mencium bau aneh.
“Kau sedang apa?” tanya Elara.
Mini menunjuk panci di kompor. “Hot chocolate. Tapi bubuknya tidak ada di kulkas.”
“Mini, itu panci stainless steel. Air mendidih di panci itu. Dan lemari es bukan tempat menyimpan bubuk kakao,” Elara tertawa geli, lalu mendekat. “Oh, dan Mini… kau lupa mematikan kompor setelah airnya mendidih.”
Mini melihat ke panci. Air sudah habis menguap, meninggalkan kerak gosong di dasar.
“Astaga! Maaf!” Mini buru-buru memutar kenop kompor, tetapi karena panik, ia malah memutar kenop pemanggang oven di bawahnya ke suhu tertinggi.
Elara menggeleng, namun matanya tertarik pada sesuatu di pergelangan tangan Mini: gelang manik-manik kusam yang Mini kenakan sejak kecil.
“Gelang itu…” Elara mendekat dan memegang pergelangan tangan Mini, wajahnya tiba-tiba serius. Elara, yang selama ini selalu santai, kini menunjukkan ketegangan yang sama dengan yang ditunjukkan Nenek Alessandra.
“Mini, gelang ini… ini aneh. Rasanya seperti menyentuh… rahasia.”
Mini mengerutkan kening. “Ini cuma gelang murahan, Elara. Dari Kakek Pranoto.”
Elara melepaskan tangan Mini dengan cepat. “Jaga gelang itu, Mini. Dan jangan biarkan siapa pun di Italia, terutama Nenek dan Ayah, melihat atau menyentuhnya. Rasanya… terlalu terhubung dengan masa lalu yang gelap.”
Pukul 23.30, Eric sedang berbicara dengan Luca Wiguna melalui panggilan video yang terenkripsi. Luca berada di markas utama Wiguna di Italia.
“Kau yakin harus ke Milan mencari Seguro?” desak Luca, Ayah Eric.
“Valerius mungkin menggunakan ini hanya untuk memancingmu keluar dari bentengmu.”
“Ayah, ancaman rekaman Nenek itu terlalu spesifik. Dan Kakek Pranoto menjodohkan Mini dengan kita—Mini bukan sandera biasa. Dia adalah kunci,” tegas Eric.
Eric mengklik sebuah file yang baru ia terima dari Pengacara Wibowo: laporan investigasi yang lebih mendalam mengenai wasiat Kakek Pranoto. Matanya meneliti poin terakhir yang sangat rahasia.
“Selain semua aset logistik, ternyata Kakek Pranoto juga mewariskan sesuatu yang lain kepada Mini,” ujar Eric, nadanya penuh ketidakpercayaan.
“Apa?” tanya Luca.
Eric menatap lurus ke kamera.
“Mini mewarisi kunci keamanan tunggal untuk masuk ke Ruang Kaca klan Conti di bawah markas utama di Calabria. Ruangan yang hanya bisa diakses Capo dan Matriark.”
Di seberang panggilan video, raut wajah Luca Wiguna yang kaku langsung membeku menjadi ketakutan yang murni. Ruang Kaca adalah gudang rahasia klan, tempat semua perjanjian darah dan daftar musuh tersimpan.
Jika Mini, keturunan Valerius, bisa masuk ke sana…
“Itu tidak mungkin!” seru Luca. “Hanya orang yang berdarah Conti murni yang bisa mengaktifkan chiaro (kode kunci) di pintu itu!”
“Kakek Pranoto telah mengatur segalanya. Dia tidak hanya menjodohkan kita dengan musuh, Ayah. Dia menanam bom waktu tepat di jantung klan,” kata Eric dingin.
Ia mengambil mantelnya, siap terbang ke Milan.
Eric menoleh ke belakang, melihat Mini yang sedang membersihkan remah-remah gosong di panci dengan sikat gigi (kebiasaan lain yang ia ambil dari Bibi Titi).
Mini, si gadis ceroboh yang hampir membakar dapur Eric, kini memegang kunci menuju kehancuran total klan Mafia Conti di Italia.
Eric menyadari, tidak peduli betapa oon-nya Mini, dia harus menikahinya, dan dia harus melindunginya.
BERSAMBUNG.
contohnya:
"Lari! Jangan diam saja!"
"Dan, kenapa istrimu lama sekali?!"
Begitulah yang di ucapkan konsen padaku.
jadi mudah dipahami kan?