Satu tubuh, dua jiwa. Satu manusia biasa… dan satu roh dewa yang terkurung selama ribuan tahun.
Saat Yanzhi hanya menjalankan tugas dari tetua klannya untuk mencari tanaman langka, ia tak sengaja memicu takdir yang tak pernah ia bayangkan.
Sebuah segel kuno yang seharusnya tak pernah disentuh, terbuka di hadapannya. Dalam sekejap, roh seorang dewa yang telah tertidur selama berabad-abad memasuki tubuhnya. Hidupnya pun tak lagi sama.
Suara asing mulai bergema di pikirannya. Kekuatan yang bukan miliknya perlahan bangkit. Dan batas antara dirinya dan sang dewa mulai mengabur.
Di tengah konflik antar sekte, rahasia masa lalu, dan perasaan yang tumbuh antara manusia dan dewa… mampukah Yanzhi mempertahankan jiwanya sendiri?
Atau justru… ia akan menjadi bagian dari sang dewa selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cencenz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Ancaman Baru
Kabut pagi belum menghilang saat Yanzhi dan Yi keluar dari ruang penyimpanan. Sinar matahari pertama menabrak dinding-dinding batu sekte, tapi hawa dingin justru terasa makin menusuk, seakan ruang penyimpanan tadi membiarkan sesuatu ikut keluar bersama mereka.
Yi memegang gulungan simbol yang ia bawa, tangan bergetar.
"Yanzhi… kita harus laporkan ini ke Tetua Nian. Ini bukti bahwa ada penyusup. Ini bisa mengubah—"
"Kita tidak bisa begitu saja menyerahkan bukti," potong Yanzhi pelan. "Kalau Wei Ren bekerja sama dengan mereka… pasti ada tetua lain yang terlibat. Kalau bukti ini jatuh ke tangan yang salah, kau bisa hilang seperti Tetua Fan."
Yi menggigit bibir. "Lalu kita harus mulai dari siapa?"
Suara langkah cepat terdengar di belakang mereka.
Han Ye.
Ia berjalan agak terburu-buru, tapi wajahnya tetap tenang seperti biasa. Namun matanya, selalu tampak sedikit tajam dan malas, kali ini benar-benar tajam, penuh amarah yang ditahan.
Ia berhenti tepat di depan Yanzhi, menatapnya dari atas ke bawah.
"Apa yang kau lakukan keluar tanpa izin penjaga?" suaranya rendah, tapi bukan memarahi, lebih seperti mencemaskan.
Yi maju duluan. "Han Ye, dengarkan dulu—"
"Tunggu." Han Ye mendekat ke Yanzhi, hampir menyentuh lengannya. "Kau terluka?"
Yanzhi menggeleng. "Tidak. Tapi ada sesuatu yang harus kau dengar—"
Belum sempat ia bicara, Han Ye langsung mencengkram pergelangannya dan menariknya ke sisi samping lorong.
Nada suaranya berubah lebih rendah, lebih tajam.
"Aku dengar semua yang terjadi di aula barat." Ia menahan napas sejenak. "Kau tidak mungkin mencelakai Tetua Fan. Orang bodoh saja tahu itu."
Yanzhi menatapnya. "Tapi tidak semua orang di sekte ini cukup waras untuk percaya."
Han Ye mendengus pelan. "Itu benar."
Yi menatap keduanya, memeluk gulungan bukti. "Han Ye… kami menemukan sesuatu. Ini bukti kalau ada penyusup. Energi yang kami lihat semalam bukan berasal dari Yanzhi."
Han Ye menggerakkan kepalanya cepat, matanya menyempit. "Tunjukkan."
Yi membuka gulungan itu. Cahaya ungu gelap memancar samar dari simbol jejak.
Han Ye membeku.
"Ini…" suaranya berubah berat, bahkan sedikit gemetar. "Aku pernah melihat aura seperti ini."
Yanzhi menatapnya, terkejut. "Di mana?"
Han Ye menelan ludah, seakan enggan mengingatnya.
"Delapan tahun lalu, saat aku ikut tim pencari relik kuno bersama guruku. Kami menemukan gua yang ditutup para tetua generasi pertama. Di dalamnya… ada noda aura seperti ini. Mereka menyebutnya, energi Pelahap Inti."
Yi merinding.
"Pelahap… inti?"
Han Ye menatap simbol itu lagi dengan wajah kelam.
"Mereka pencuri yang mengincar tubuh dari orang-orang berbakat. Mereka bisa memakai tubuh murid, tetua, siapa saja. Kalau energi mereka meninggalkan jejak ini… berarti salah satu tubuh di sekte sudah dirasuki."
Kesunyian menusuk.
Yi menggenggam gulungan itu kuat-kuat.
"Dan Wei Ren… dia bicara pada mereka. Kami dengar sendiri."
Han Ye tidak terkejut. Hanya mendengus pendek.
"Aku sudah curiga pada bocah licik itu. Tapi kalau dia bekerja sama dengan Pelahap Inti…" Ia memijit pangkal hidungnya. "Ini lebih buruk dari dugaanku."
Yanzhi menatap Han Ye lama.
"Han Ye… ada sesuatu yang harus kau tahu."
Han Ye menoleh.
Yanzhi menarik napas perlahan, kemudian sedikit aura panas dari dalam tubuhnya lolos tanpa ia sengaja.
Kilatan merah-emas tampak sepersekian detik, lalu lenyap.
Han Ye terdiam, pupilnya mengecil.
"…Sejak awal aku merasa ada yang tidak normal dalam tubuhmu," bisiknya.
"Aura itu… seperti kekuatan yang terbangun paksa. Itu bukan sesuatu dari aliran seni bela diri sekte."
Yanzhi mengangguk, setengah jujur, setengah menyembunyikan.
"Aku sendiri tidak tahu apa itu."
Yi menatap Yanzhi dengan kekhawatiran.
"Kau… serius tidak tahu apa itu?"
"Aku hanya merasakannya. Tidak lebih."
Yanzhi menunduk sedikit.
"Kalau sekte tahu, mereka pasti pikir aku yang menyebabkan hilangnya Tetua Fan."
Han Ye menghela napas berat.
"Benar. Dan sekarang… kita bahkan tidak tahu siapa yang membocorkan jalan masuk Pelahap Inti."
Ia hendak bicara lanjut—
BRAK!
Pintu kamar penjaga di sebelah mereka mendadak terbuka. Seorang murid penjaga jatuh tersungkur, tubuhnya gemetar hebat.
Mata murid itu…
berwarna ungu gelap.
Yi pucat seketika. "Itu… itu warna yang sama dengan—"
Murid itu mengangkat wajahnya perlahan, bibirnya retak seperti tanah kering. Suaranya pecah, bukan suara manusia.
"Ketahuan… jauh terlalu cepat."
Yanzhi mundur setengah langkah, Han Ye langsung berdiri di depan Yanzhi dan Yi, tubuhnya sedikit menunduk seperti siap menyerang kapan saja.
Murid itu tersenyum retak.
"Malam ini… Tetua bukan satu-satunya yang akan hilang."
Ia bangkit dengan kaki gemetar, namun gerakannya bukan gerakan manusia, terlalu kaku, tapi juga terlalu cepat.
Han Ye mencabut pedang.
Yi menjerit pelan. "Itu dia! Itu penyusup yang kulihat semalam!"
Murid ber-mata ungu itu tertawa pelan, suaranya bergetar seperti dua suara yang bertumpuk.
"Sekarang… giliran kalian."
Ia melompat.
Han Ye mengayunkan pedang, menciptakan gelombang angin tajam yang membelah kabut.
Benturan keras memenuhi lorong.
Cahaya ungu meledak.
Yanzhi menyalurkan aura panas tanpa sadar.
Yi mundur, mencoba menahanan gemetar.
Pertempuran dimulai dengan musuh yang wajahnya adalah murid sekte sendiri.
Ledakan cahaya ungu memecah kabut lorong.
Debu batu beterbangan, membuat Yi terbatuk keras sambil merunduk.
Han Ye bergerak paling cepat.
Tubuhnya seperti panther yang melesat ke depan.
Pedangnya memotong udara—cling!—memukul serangan cakar makhluk itu yang memanjang seperti bayangan cair.
"Mundur!" teriak Han Ye.
Murid ber-mata ungu itu memutar kepalanya, sudut bibirnya sobek aneh, seolah wajahnya tidak dirancang untuk tersenyum.
"Tubuh ini… terlalu lemah. Tapi cukup… untuk menguji kalian."
Ia menghilang.
Bukan melompat. Bukan bergerak cepat.
Tapi benar-benar hilang, seperti ditelan lipatan udara.
Han Ye memaki pelan. "Pergerakan dimensi pendek… sial."
Yanzhi merasakan hembusan dingin di belakangnya.
Ia langsung memutar tubuh, memukul pakai lengan yang dipenuhi panas internal.
Serangannya mengenai udara kosong, tapi ledakan energinya memecahkan lantai batu.
Makhluk itu muncul lagi di dinding kiri, bertengger seperti serangga besar.
Matanya menajam melihat Yanzhi.
"Tubuhmu… menarik."
Yanzhi merinding.
Suara itu seperti mendengung langsung di dalam tulang.
Han Ye menahan Yanzhi dengan satu tangan. "Jangan terpancing. Dia mencoba mencari tahu kekuatanmu."
Yi, yang gemetar sambil memegang gulungan bukti, berusaha berdiri walau lututnya saling berbenturan.
"Kita harus… kita harus menghentikannya sekarang, kalau tidak dia akan—"
Makhluk itu mencondongkan tubuh.
"Hari ini bukan untuk mengambil tubuh mana pun."
Aura ungu membubung seperti asap hitam.
"Hari ini untuk… mengacaukan kepercayaan sekte kalian."
Ia melompat mundur, kembali menghilang, meninggalkan jejak aura tipis yang langsung menguap.
Han Ye mengayunkan pedang lagi, tapi terlambat.
"Dia kabur!" Yi menjerit.
Tidak, bukan kabur.
Yanzhi memejamkan mata, merasakan energi yang tertinggal…
Makhluk itu bergerak ke arah aula utama.
Tempat semua tetua berkumpul sekarang.
Tempat Wei Ren meracuni situasi dengan bisikan-bisikannya.
Wajah Yanzhi mengeras. "Dia tidak menyerang kita. Dia ingin semua orang melihat bukti palsu agar kita disalahkan."
Han Ye menarik napas pendek, matanya gelap.
"Dan Wei Ren pasti sudah menyiapkan panggungnya."
Yi memandang keduanya, panik. "Makhluk itu bilang… bukan hanya Tetua Fan yang hilang malam ini…"
"Artinya masih ada korban lain," potong Yanzhi.
"Dan mereka akan menyalahkan kita," tambah Han Ye. "Terutama kau, Yanzhi."
Ketiga-nya saling berpandangan.
Mereka harus bergerak sekarang.
...****************...