Aira memergoki suaminya selingkuh dengan alasan yang membuat Aira sesak.
Irwan, suaminya selingkuh hanya karena bosan dan tidak mau mempunyai istri gendut sepertinya.
akankah Aira bertahan bersama Irwan atau bangkit dan membalas semuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fazilla Shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Manis di Bibir, Racun di Hati
Waktu pun bergulir dengan sangat cepat. Pagi pun akhirnya tiba. Irwan baru saja membuka matanya karena kelelahan, ia sampai bangun kesiangan. Begitupun dengan Lisa yang yang masih berada dipelukannya.
"Ya ampun, udah jam 9 aja! Kamu kenapa nggak bangunin aku, Lisa?" marah Irwan yang langsung terduduk.
Lisa membuka matanya. "Kenapa malah nyalahin aku sih, Mas. Ini kan salah kamu karena kamu juga yang ngajakin tambah terus sampai pagi. Makannya aku juga sangat kelelahan dan nggak bisa bangun, mana badan juga remuk banget," sahut Lisa dengan mulut manyunnya karena Irwan pagi-pagi udah marah-marah.
"Ya bukan gitu sayang, kita kan ada meeting pagi sekarang. Pasti investornya kecewa, apalagi kamu juga nggak bisa ngabarin itu investor karena masih disini dan harus segera siapa-siapa," jawab Irwan lebih lembut karena baru ingat kalau dirinya yang menyebabkan semua kekacauan ini terjadi.
"Ya kan ini juga salah kamu, coba aja kamu dengerin aku tadi malam," jawab Lisa dengan ketus.
Irwan pun memeluk tubuh Lisa. "Maafin aku ya, permainan kamu bikin nagih soalnya. Makannya aku sampai ngga bisa berhenti sayang, nanti aku transfer agar kamu bisa beli tas yang kamu inginkan itu, ya."
"Bener ya, Mas? Awas aja kalau sampai bohong," sahut Lisa dengan mata berbinar.
"Iya, Sayang. Sekarang aku mau siap-siap dulu, kamu bantu siapkan pakaian kerjaku." Jawab Irwan sambil bangkit dari tempat tidurnya dan segera pergi ke kamar mandi.
Setelah beberapa menit kemudian, Irwan telah siap dengan setelan kerjanya. Karena ia memang menyimpan beberapa pakaian di apartemen Lisa.
"Aku lupa nggak bawa tas kerjaku kemarin sayang. Kayaknya aku harus pulang ke rumah dulu, deh. Kamu nggak apa-apa kan berangkat ke kantor sendiri?" tanya Irwan pada Lisa. Apalagi Lisa yang belum mandi dan masih bergelung dengan selimut di atas ranjang.
"Iya deh, Mas. Nanti aku pesan taksi online aja," jawab Lisa.
"Terimakasih ya, Sayang. Kamu memang sangat perhatian sekali," ucap Irwan.
Lisa hanya tersenyum saja agar bisa membuat Irwan makin terperosok pada kecantikannya.
Irwan pun melangkahkan kakinya untuk keluar dari apartemen Lisa, ia langsung masuk ke dalam lift dan memencet tombol satu agar bisa segera sampai di lobi.
Sesampainya di lobi, Irwan pun langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar bisa segera sampai di rumahnya, karena ia sudah terlambat.
Hingga akhirnya Irwan sampai juga di rumah. Satpam segera membukakan pintu gerbang.
"Semalam Nyonya keluar, Pak. Dan sampai sekarang belum balik," lapor satpam pada Irwan.
Namun, Irwan tidak menggubrisnya, dan melajukan mobilnya hingga akhirnya sampai juga di depan teras rumahnya.
"Kenapa Pak Irwan kayak acuh begitu ya? Padahal aku belum bilang kalau non Syifa sakit!" ucap satpam setelah melihat Irwan langsung masuk kedalam rumahnya.
"Jadi kasihan sama Nyonya Aira," lirih satpam itu.
*****
Irwan segera menaiki tangga untuk bisa sampai di lantai 2 agar dia bisa buru-buru mengambil tas kerjanya.
"Enak juga nggak ada Aira dirumah ini, apa sebaiknya aku kasih Aira racun aja ya? Agar dia bisa lebih cepat meninggal, dan aku bisa menguasai perusahaannya dan memiliki Lisa untuk membawa Lisa kerumah ini," gumam Irwan yang tiba-tiba kepikiran hal buruk itu.
"Sepertinya itu ide yang bagus, aku akan mencobanya nanti," ucap Irwan.
Ia buru-buru turun ke lantai satu dan langsung masuk ke dalam mobil. Irwan melajukan mobilnya dan setelah menempuh perjalanan setengah jam, Irwan akhirnya sampai juga di kantor.
Begitu masuk ke dalam kantor, tatapan karyawan pada Irwan sangat berbeda. Sepertinya karena tadi ada investor yang sudah marah-marah karena tidak ada yang bisa ditemuinya.
"Apa tamu saya sudah pulang?" tanya Irwan yang berhenti di depan meja resepsionis. Apalagi melihat jam yang sudah menunjukkan jam 10.
"Sudah sejak 1 jam yang lalu, Pak. Dia bahkan memaki semua karyawan dan mengatakan jika perusahaan ini sangat buruk dan tidak berkompeten," jawab resepsionis tanpa ingin menutupi apapun dari Irwan.
Lisa yang baru saja datang di kantor Alexander Group membuat iri semua karyawan yang lain karena ini bukan pertama kalinya. Mereka semua juga sudah tau kalau Lisa adalah selingkuhan bosnya.
Dengan santainya Lisa melangkahkan kakinya, bahkan wajahnya juga terlihat sombong dan angkuh.
"Ya sudah, saya tinggal dulu," kata Irwan dan segera pergi meninggalkan meja resepsionis dan segera masuk ke dalam lift untuk bisa sampai di lantai 15.
"Gimana, Sayang?" tanya Lisa ketika mereka berdua sudah berada didalam lift.
"Investornya marah-marah, Sayang. Kita kehilangan peluang besar," jawab Irwan dengan wajah menyesal.
"Nggak apa-apa cuma hilang satu investor aja, toh kamu juga hebat banget pasti nanti bakalan dapetin investor yang lebih dari ini!" ucap Lisa mencoba menenangkan Irwan.
Irwan menoleh pada Lisa dan tersenyum. "Kamu memang paling bisa buat hati aku tenang, makasih ya Sayang."
"Iya, Mas. Jangan lupa transferannya ya, kamu udah janji lho mau beliin aku tasnya," peringat Lisa.
"Iya iya, aku nggak mungkin lupa."
Sedangkan di lantai bawah, para karyawan mulai bergosip tentang kelakuan bos mereka dan sekretarisnya.
"Huh! Punya bos kok nggak becus kerja. Kapan ya Bu Aira memimpin perusahaan ini? Takut banget kalau perusahaan ini bakalan bangkrut. Mana lagi susah banget cari kerja saat ini," ucap resepsionis itu yang langsung kesal setelah Irwan pergi begitu saja setelah melihat selingkuhannya datang.
"Udah nggak ada kabar tentang bu Aira, ya? Bagaimana perasaan Bu Aira kalau tau jika suaminya selingkuh? Bisa-bisanya Bu Aira percaya begitu saja pada suaminya. Ingin sekali aku memberitahu Bu Aira tentang suaminya yang selingkuh," sahut temannya.
"Ya namanya juga cinta, pastilah semuanya bakalan dikasih. Eh, tapi dengar-dengar sekarang Bu Aira gendut, aku pernah nggak sengaja dengerin gosip anak-anak karyawan sini yang nggak sengaja ketemu sama Bu Aira."
"Kalau gitu, pantas aja sih Pak Irwan malah tergiur sama Lisa yang selalu nyentrik gitu pakaiannya. Tapi, nggak bisa dibenarkan juga sih pasti ada alasan Bu Aira sampai nggak bisa menjaga berat badannya begitu."
"Sudah sudah kerja, jangan malah gosipin Pak Irwan aja," tegur resepsionis lainnya.
Lift terbuka dan Irwan segera keluar untuk masuk keruangannya. Ia melihat hpnya sebentar, ternyata sudah banyak panggilan tak terjawab dari Aira.
"Ada apa lagi si Aira ini?" Untung aja aku silent hp setelah berada di apartemen Lisa. Bisa-bisa aku bakalan gagal berduaan sama Lisa," gumam Irwan.
Irwan pun membuka pesan yang dikirimkan oleh Aira.
"Mas, Syifa demam tinggi. Dia harus dirawat di rumah sakit, tolong kamu segera transfer ya, ini biaya rincian pengobatan dan juga rawat inap Syifa."
Aira sengaja mengeditnya dengan nominal yang besar, sesuai dengan saran dari Bu Melati.
"Sakit apa Syifa sampai butuh uang ratusan juta begini? Pasti ini cuma akal-akalan Aira aja karena sekarang dia nggak punya uang lagi."
Irwan segera menghubungi Aira, dan tak lama akhirnya panggilan pun terhubung.
"Halo, Aira. Rumah sakit mana yang sampai menagih uang perawatan sebanyak itu?" tanya Irwan dengan marah.
Sudah kehilangan investor besar, ia juga harus kehilangan uang. Belum lagi membelikan tas baru untuk Lisa nanti.
"Aku kasih aja nomor dokternya sama kamu kalau kamu nggak percaya, Mas. Kamu pikir kondisi Syifa nggak penting? Syifa hampir meninggal karena demam tinggi. Sekarang harus mendapatkan perawatan yang intensif," jawab Aira.
"Kamu sebagai ibunya yang nggak becus merawat anak!" bentar Irwan.
Aira langsung mengakhiri panggilannya karena ia malas untuk berdebat dengan Irwan.
"Si Aira mulai kurang ajar banget, belum selesai aku bicara sudah ia matikan!" emosi Irwan.
Dengan perasaan marah dan sedikit tidak rela Irwan akhirnya terpaksa langsung mentransfer agar namanya juga tidak tercoreng pada dokter manapun.
"Awas aja nanti kalau udah pulang, aku akan kasih Aira pelajaran. Dan anak itu, sangat tidak berguna sekali. Harusnya kalau mau meninggal, ya tinggal meninggal aja. Ngapain harus keluar biaya rumah sakit sebanyak itu," gerutu Irwan. Hatinya saat ini benar-benar sedang buruk sekali.
*****
"Gimana Aira, apa Irwan transfer?" tanya Bu Melati penasaran.
"Iya Bi, ini baru masuk. Aku ganti ya uang bibi yang udah masuk buat rawat inap Syifa," ucap Aira ketika melihat notifikasi transferan masuk.
"Nggak perlu, Aira. Itu nggak seberapa, uang itu bisa kamu gunakan untuk hidup kamu selama nanti kamu pergi dari sisi Irwan," kata Bu Melati.
"Tapi Bi, menurutku ini kebanyakan."
"Tidak, Nak. Kamu harus berubah semuanya, jangan biarkan ada satu orang yang akan mencela kamu nantinya. Kamu harus kembali bersinar dengan nama Alexander yang berada dalam genggamanmu," ucap Bu Melati.
"Terimakasih banyak ya, Bi. Aku akan membalas jasa bibi dan paman suatu hari nanti," jawab Aira terharu dengan kebaikan Bu Melati dan Pak Dani.
"Cukup melihat kamu bahagia, pasti akan membuat bibi ikut bahagia, Nak," kata Bu Melati.
Ia tak ingin balasan apapun dari Aira. Karena sebagai seorang wanita, ia juga merasa sedih melihat nasib Aira sekarang.
Syifa akhirnya bangun dan membuka matanya. "Bunda!"
"Iya, Nak. Bunda disini!" jawab Aira dengan menggenggam tangan Syifa.
"Tanganku sakit, Bun. Kepalaku juga sakit dan pusing," keluh Syifa dengan suara cadelnya.
"Yang sabar ya, Nak. Nanti kalau Syifa sembuh kita jalan-jalan ya sama bunda," jawab Aira agar anaknya tidak mengeluh lagi.
Syifa hanya menganggukan kepalanya. Namun, hal itu justru membuat Bu Melati menangis.
"Bunda, itu siapa?" tanya Syifa yang baru melihat wajah Bu Melati.
"Oma, Sayang. Maaf ya, Oma baru datang sekarang," sahut Bu Melati dengan cepat.