Dunia Isani seakan runtuh saat Yumi, kakak tirinya, mengandung benih dari calon suaminya. Pernikahan bersama Dafa yang sudah di depan mata, hancur seketika.
"Aku bahagia," Yumi tersenyum seraya mengelus perutnya. "Akhirnya aku bisa membalaskan dendam ibuku. Jika dulu ibumu merebut ayahku, sekarang, aku yang merebut calon suamimu."
Disaat Isani terpuruk, Yusuf, bosnya di kantor, datang dengan sebuah penawaran. "Menikahlah dengaku, San. Balas pengkhianatan mereka dengan elegan. Tersenyum dan tegakkan kepalamu, tunjukkan jika kamu baik-baik saja."
Meski sejatinya Isani tidak mencintai Yusuf, ia terima tawaran bos yang telah lama menyukainya tersebut. Ingin menunjukkan pada Yumi, jika kehilangan Dafa bukanlah akhir baginya, justru sebaliknya, ia mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Dafa.
Namun tanpa Isani ketahui, ternyata Yusuf tidak tulus, laki-laki tersebut juga menyimpan dendam padanya.
"Kamu akan merasakan neraka seperti yang ibuku rasakan Isani," Yusuf tersenyum miring.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
Sani memalingkan wajah saat Yusuf terus menatapnya, laki-laki itu pasti memperhatikan matanya yang sembab. Untung di sebelahnya ada Irene, sekretaris baru yang akan menggantikan posisinya. Ya, dia sudah terlambat jika ingin membatalkan keputusan resign karena perusahaan sudah mendapatkan gantinya. Sepertinya pengangguran memang lebih banyak daripada lowongan pekerjaan, sehingga mudah sekali mendapatkan karyawan baru.
Setelah membaca dan menandatangani dokumen yang diberikan Sani, Yusuf menyerahkannya kembali pada Irene. "Kamu keluar dulu."
Sani menghela nafas panjang, tak mungkin Yusuf meminta Irene keluar jika tak ada hal penting yang ingin pria itu bicarakan dengannya.
"Permisi, Pak," Irene menunduk sopan, lalu meninggalkan ruangan Yusuf.
"Batal nikah?"
Sani mendengus mendengar pertanyaan Yusuf. Selain pertanyaan sok tahunya itu, ekspresi wajahnya juga sangat menyebalkan, bisa-bisanya Yusuf malah menahan tawa. Apa ini lucu? Apa kesedihannya adalah lelucon?
"Kenapa diam? Malu mau bilang iya?" Yusuf menutup mulut, masih berusaha menahan tawa.
"Sepertinya, pertanyaan mengenai hal pribadi seperti itu tidak wajib saya jawab. Jika tidak ada hal penting lagi, saya pamit keluar. Saya masih harus mengajari Irene. Per_"
"Biarpun kamu tidak menjawab, saya bisa tahu. Mata kamu sudah menjelaskan semuanya."
Sani tersenyum kecut. "Menangis bisa karena banyak sebab, tak selalu karena gagal nikah."
"Masa?" Yusuf malah terkesan mengejek. Baiklah, kita lihat saja, waktu yang akan membuktikan."
"Permisi," Sani menunduk sopan lalu membalikkan badan, berjalan menuju pintu.
"Isani," panggil Yusuf sebelum Sani benar-benar keluar, baru menarik handle pintu. "Menikahlah denganku."
Sani tersenyum kecut, menunduk sambil memegang kening. Sungguh, ia tak tahu kenapa bosnya tersebut begitu terobsesi padanya. Di perusahaan ini, pria berusia 30 tahun itu begitu banyak diidolakan, entah kenapa, malah sibuk mengejarnya terus menerus. Ia menoleh ke arah Yusuf, tersenyum. "Terimakasih kasih atas tawarannya, sayang saya tidak berminat," keluar lalu menutup pintu kembali.
Yusuf tersenyum, menyandarkan punggung pada kursi sambil kematian pena yang terselip di jarinya. "Aku tak akan menyerah Sani."
...----------------...
Sani menatap mobil Dafa yang terparkir tak jauh dari depan kantor. Dulu, rasanya bahagia setiap melihat mobil tersebut ada disana untuk menjemputnya, tapi kali ini, dadanya begitu sesak. Seharian ini berkali-kali Dafa mengirim pesan, juga menelepon saat jam istirahat, namun tak dia jawab, pesannya juga langsung dia delete tanpa dibaca lebih dulu. Baru pesan terakhir sebelum pulang kantor yang dia balas. Ya, dia setuju untuk bertemu dengan Dafa, karena memang ada banyak hal yang perlu mereka selesaikan.
Dafa yang berada di dalam mobil, buru-buru membukakan pintu saat melihat kedatangan Sani dari kaca spion.
Jika biasanya akan ada sapaan hangat dan ekspresi ceria, Sani masuk dengan ekspresi datarnya. Duduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Maafin aku," ujar Dafa setelah cukup lama keduanya berada dalam keheningan. "Maafin aku, San," ulangnya dengan suara bergetar, seperti menahan tangis.
"Hanya itu yang mau kamu katakan?" tatapan Sani lurus ke depan, tak sudi menatap Dafa.
"Aku tahu kesalahanku sangat fatal, dan mungkin tak akan bisa kamu maafkan, namun aku tetap akan meminta maaf."
Sani hanya merespon dengan senyuman miring.
"Dan... " lanjut Dafa. "Maaf, pernikahan kita terpaksa harus dibatalkan," menunduk dalam.
"Tidak perlu terus minta maaf, karena aku bukan tipe pemaaf yang bisa maafin kamu," meski muak dan sakit hati, ia menoleh, menatap Dafa. "Lagi pula, aku setuju bertemu denganku, bukan untuk mendengar permintaan maafmu, melainkan untuk membahas masalah lain."
"Masalah lain?" Dafa mengernyit bingung.
"Iya, masalah pembatalan dengan WO. Aku tak sudi jika semua yang sudah aku rencakan setahun kebelakangan ini, dipakai untuk pernikahan kamu dan Yumi. Aku tak ikhlas, Yumi menjadi pengantin dalam wedding dreamku."
"Tapi kita tidak akan mendapatkan uang full dengan melakukan pembatalan."
"Tak masalah, yang penting cukup untuk mengganti uangku yang sudah keluar. Untuk uangmu, bukan urusanku," tekan Sani, menatap Dafa sinis.
"Tapi aku rugi, San. Aku butuh banyak uang untuk pernikahan," Dafa tak setuju.
"Itu sudah menjadi resiko kamu. Pernikahan ini batal karena kamu, jadi kamu yang harus tanggung resikonya."
"Gak bisa gitu, San. Uangku juga keluar banyak."
"Astaga!" Sani tersenyum miring. "Tadi ekspresi kamu kayak mengiba, tulus minta maaf, tapi sekarang malah sebaliknya, kayak gak ada rasa bersalah."
"Aku merasa bersalah Sani, demi Allah. Tapi aku juga tak mau kehilangan uang."
"Gak usah bawa-bawa Allah."
Dafa membuang nafas kasar. "Begini saja, aku akan mengembalikan uang kamu yang sudah keluar, jadi gak usah dibatalin."
"Kamu faham gak sih?" Sani sampai berteriak saking kesalnya. "Bukan hanya soal uang yang aku permasalahkan, tapi ini soal wedding dreamku. Aku yang memikirkan konsep ini, mencari referensi dari mana-mana, membandingkan antara WO satu dengan lainnya agar mendapatkan yang bagus, dan masih banyak lagi. Namun setelah semua uang dan fikiran yang aku curahkan, sekarang dengan mudah tiba-tiba Yumi yang akan jadi pengantinnya," ia tertawa miris. "AKU GAK RELA!"
Dafa menghela nafas panjang. Kalau dibatalkan dan uang pembatalan masuk pada Sani, dia rugi besar. Belum lagi, akan butuh waktu yang lama untuk mempersiapkan pernikahan dari awal lagi. "San please, jangan batalkan. Aku dan Yumi harus segera menikah sebelum perut Yumi membuncit. Aku janji, akan mengembalikan uang kamu."
"Itu bukan urusanku," Sani menatap Dafa tajam. Sebenarnya, sakit sekali saat menatap pria itu, namun ia tak boleh menangis, ia harus kuat.
"Aku mau ketemu kamu hanya untuk membicarakan soal uang, jadi sepertinya semua sudah beres," ia membuka pintu mobil, namun sebelum keluar, kembali menoleh pada Dafa. "Tak perlu terlalu merasa bersalah, karena aku untung juga disini. Seenggaknya sebelum terlanjur menikah, Tuhan sudah menunjukkan padaku, laki-laki seperti apa kamu sebenarnya," ia tersenyum. "Kamu sangat cocok dengan Yumi, serasi, sama-sama SAMPAH!" tekannya lalu keluar, tak lupa membanting pintu dengan sangat kuat.
Tinggalkan rumah Ucup
ayo Sani....kamu pasti bisa....ini br sehari....yg bertahun tahun aja kamu sanggup
gimana THOR