Setelah kematian kedua orang tuanya, Farhana baru tahu jika mereka bukanlah orang tua kandungnya.
Mereka berdua meninggal akibat kecelakaan. Dan ternyata yang menabrak adalah putri kandungnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MULAI SEKOLAH
Setelah dari sekolah, tuan Pratama meminta sang sopir untuk membawa mereka ke rumah sakit guna memeriksa kondisi Farhana.
Tuan Pratama berharap di rumah sakit yang lebih besar dengan peralatan yang lebih lengkap Farhana bisa segera disembuhkan.
Kebetulan Dokter yang menangani Farhana merupakan sahabat baik ibunya semasa hidup. Namanya dokter Amelia. Usianya hanya berselisih lima tahun.
"Loh...Hana?" kata dokter Amelia begitu Farhana dan Tuan Pratama masuk kedalam ruangan. Ia langsung berdiri dan menghampirinya.
"Apa yang terjadi denganmu?" tanyanya dengan khawatir. Melihat dokter Amelia mendekat kearah Farhana, Tuan Pratama melepaskan pegangannya dan menyingkir.
"Bibi Dokter," sapa Farhana dengan lembut. Panggilan Farhana semenjak masih kecil. Meski tidak sering bertemu namun setidaknya dalam satu tahun ia bisa bertemu tidak kurang dari tiga kali.
"Dimana orang tuamu?" tanya Dokter Amelia pada Farhana. Namun sebelum Farhana bisa menjawab ia sudah menoleh kearah Tuan Pratama dengan tatapan menyelidik.
"Siapa Anda? Apa yang sudah Anda lakukan pada keponakan Saya?" tanya Dokter Amelia dengan galak. Ia menatap Tuan Pratama denga tajam. Meski Farhana bukan putri kandungnya namun kasih sayangnya tulus. Bahkan Tuan Pratama bisa melihatnya.
"Ehm....boleh Saya duduk dulu?" pinta Tuan Pratama dengan agak canggung.
"Jawab dulu pertanyaan Saya!" ujar Dokter Amelia dengan tegas. Tuan Pratama juga bukan orang yang sabar.
"Saya Papa kandungnya, " jawab Tuan Pratama dengan tegas. Tentu saja jawaban itu membuat Dokter Amelia terkejut.
"Ha????"
"Apa Anda sudah gila! Ngaku-ngaku jadi Papa anak orang lain. Mau dilaporkan polisi!"
Dokter Amelia menatap Farhana seolah meminta penjelasan. Sejak kapan putri sahabatnya menjadi anak orang lain?
"Apa yang dikatakannya benar. Dia Papa kandungku. Mama sama papa sudah meninggal," jawab Farhana dengan suara tercekat.
"Apa!!!"
Dokter Amelia terkejut. Tubuhnya limbung. Tuan Pratama bereaksi dengan sangat cepat. Ia memegang pinggang dokter Amelia agar tidak sampai terjatuh.
"Hati-hati dokter, " kata Tuan Pratama dengan lembut.
"Terima kasih."
Tuan Pratama langsung melepas pelukannya. Farhana melihat aksi spontan sang Papa dengan mata terbelalak.
"Silahkan duduk dulu," kata dokter Amelia dengan agak canggung. Setelah keduanya duduk, Dokter Amelia meminta Farhana untuk bercerita.
Bukan Farhana yang bercerita melainkan Tuan Pratama. Mulai dari kecelakaan, transfusi darah, kecurigaan dan tes DNA. Dokter Amelia Shock mendengarnya.
Bagaimana rumah sakit bisa bertindak ceroboh sampai mengakibatkan bayi yang baru lahir tertukar.
"Tunggu sebentar. Dimana istri Anda melahirkan?"
tanya Dokter Amelia dengan kesal. Ia sampai lupa jika saat itu sahabatnya juga melahirkan di rumah sakit ini. Jika tidak disini bagaimana bisa keduanya sampai tertukar.
Saat itu ia memang sedang tidak bertugas. Ia melakukan seminar di kota lain dan tinggal disana sampai beberapa hari. Saat ia tiba Farhana sudah tertukar.
"Di rumah sakit ini."
"Bagaimana bisa pihak rumah sakit bertindak ceroboh sepertti ini. Apa Anda sudah membuat laporan?"
"Laporan?" kata Tuan Pratama dengan bingung. Seolah mengerti kebingungan Tuan Pratama, Dokter Amelia langsung menjelaskan apa maksud dari ucapannya.
"Ya iya lah....memangnya Anda akan diam saja setelah lima belas tahun lebih putri Anda tertukar? Paling tidak Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi waktu itu . Apa itu kesalahan dari pihak rumah sakit atau pihak keluarga atau lebih parahnya lagi ada pihak luar yang sudah merencanakannya. Semua harus ada kejelasannya. Ini juga bisa menjadi pelajaran bagi pihak rumah sakit untuk tidak bersikap ceroboh."
"Apa yang Dokter katakan masuk akal. Kenapa Aku tidak berfikir sampai sejauh itu. Kalau begitu Saya akan mengurusnya nanti."
"Bagus . Kalau butuh bantuan Anda bisa hubungi Saya kapan saja."
"Baik. Terima kasih."
"Sekarang Kita fokus dengan kondisi Hana. Apa yang Kamu rasakan?" Kini Dokter Amelia kembali memandang Farhana dengan iba.
"Bolehkah Papa keluar dulu?" pinta Farhana dengan serius. Ia tidak nyaman jika harus membicarakan kondisi kakinya dihadapan Tuan Pratama secara langsung. Lagi pula ia masih ada yang harus dirundingkan dengan Dokter Amelia.
"Kenapa Papa harus keluar? Papa juga ingin mengetahui kondisimu ," tolak Tuan Pratama tapa fikir panjang. Ia juga ingin mengetahui kondisi putrinya.
"Tolonglah Pa. Hana malu."
"Kenapa harus malu?"
"Meski Anda Papanya tetapi Kalian baru saja bertemu. Saya harus memeriksa kondisi kakinya secara keseluruhan. Dia pasti malu jika Anda melihatnya. Tidak perlu Khawatir ,setelah pemeriksaan hasilnya akan Saya sampaikan pada Anda," kata Dokter Amelia meyakinkan. Mau tidak mau Tuan Pratama keluar dari ruangan.
"Baiklah kalu begitu."
Begitu Tuan Pratama keluar, mereka langsung melakukan pemeriksaan. Hasilnya sesuai dengan hasil pemeriksaanya sendiri.
"Cuku bagus. Masih bisa disembuhkan. Tapi prosesnya akan lama. Pengobatan tiongkok mungkin lebih baik. Kenapa tidak meminta bantuan pada Kakek Gurumu ?"
"Tidak perlu merepotkan beliau. Usianya sudah tidak memungkin lagi untuk bepergian jauh. Saya sendiri masih bisa mengobati. Saya setuju untuk menjalani perawatan agar tidak repot membuat alasan. Bilang saja Saya perlu melakukan perawatan seminggu sekali. Jadi saat sembuh nanti tidak sampai membuat orang curiga."
"Baiklah kalau itu maumu. Tapi apa kamu yakin tidak menceritakan kondisimu pada Gurumu?"
"Biar nanti Aku cerita langsung pada beliau."
"kamu yakin?"
"Hmmmm"
"Baiklah....BIbi Dokter tidak akan ikut campur."
Dokter Amelia meminta tuan Pratama untuk masuk kedalam ruangan. Dia menjelaskan apa saja seperti yang sudah disepakati dengan Farhana.
Mendengar penjelasan Dokter Amelia, tuan Pratama sangat senang. Akhirnya ia akan bisa melihat Farhana berjalan .
Keesokan harinya Farhana sudah mulai bersekolah. Ia berangkat bersama Bang Reza yang juga akan berangkat ke kampus. Kebetulan kampus Bang Reza masih satu kawasan.
Dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi semua ada disana.
Begitu turun dari mobil Farhana menjadi pusat perhatian murid lain. Banyak murid yang menoleh ke arahnya.
"Bukannya itu Kak Reza. Siapa gadis yang bersamanya itu?"
"Jangan-jangan pacarnya?"
"Kok mau sih sama cewek cacat. Mending sama aku saja kalau gitu."
"Meski cacat tetapi gadis itu cantik. Kamu belum ada apa-apanya dibanding gadis itu."
"Yang penting sehat."
"Hush kalau ngomong tu dijaga. Dimana hati nurani kalian!"
"Siapa gadis itu?"
"Sepertinya murid baru."
"Benar. Cantik sih tetapi cacat. Kasihan sekali."
"Cacat kok bisa masuk kesekolah ini sih?"
Banyak sekali yang membicarakannya. Namun Farhana sebelum memutuskan untuk kembali bersekolah , sudah siap dengan segala konsekuensinya.
Bang Reza yang tidak memiliki kesabaran. Wajahnya merah karena menahan amarah. Hampir saja ia melabrak orang-orang yang membicarakan Farhana. Namun Farhana mencegahnya.
"Sabar Bang. Biarkan saja mereka bicara sesukanya. Lagipula Hana tidak dirugikan disini. Kecuali jika mereka mulai main tangan," kata Farhana dengan lembut.
"Yakin tidak papa?"
"Yakin."
"Kalau begitu Abang antar ke kelas dulu."
"Hana belum tahu kelasnya."
"Kalau begitu Bang Reza antar ke ruang guru dulu saja."
Farhana tidak menolak. Bang Reza mendorong kursi rodanya sampai ke ruang Guru. Barulah setelah itu ia berangkat ke kampus.
Saat bel berbunyi Farhana ke kelas bersama guru yang akan mengajar.
hana dn kluarganya pst bhgia bgt....
slain hana udh smbuh,nnek shir jg bkln d hkum mti....
jd pgn mkan nasi padang jg....ngiler.....🤤🤤🤤
slain msih khilangn orngtua angktnya,dia jg kcewa dgn kluarga kndungnya....tp mngkn dgn brjalnnya wktu,dia jg mau mmaafkn kluarganya.....
yg mstinya malu tu klian kaleee....
ngaku2 dkt sm dzaki,pdhl mh knal jg kagak.....