Seorang gadis melihat sang kekasih bertukar peluh dengan sang sahabat. seketika membuat dia hancur. karena merasa di tusuk dari belakang oleh pengkhianatan sang kekasih dan sang sahabat.
maka misi balas dendam pun di mulai, sang gadis ingin mendekati ayah sang kekasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tulisan pena R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 04
Papa Aldo duduk di tepi ranjang ku. Memunggungi ku yang nyempil di pojok ranjang dekat tembok.
Papa Aldo terlihat sangat gelisah dalam kebisuan nya.
"Maaf." desis nya setelah lama terdiam.
DEGH
Jantung ku tercekat.
Maaf???
"Maaf, sudah membuat kamu terjebak seperti ini. sungguh, saya tidak berniat membuat kamu terpaksa harus menikah dengan saya. Maaf, saya juga tidak kuasa menolak permintaan Papa kamu. Dia seorang ayah. Hatinya pasti sangat terluka putri kesayangannya bersama dengan pria asing dalam kondisi yang tidak pantas. Meskipun kita berdua tahu , kita tidak melakukan hal yang buruk. Tapi ego seorang ayah sudah terluka. Dan saya pelakunya." Papa Aldo menunduk dalam. Dia terlihat sangat menyesal.
Air mata ku kembali meluruh. Ya Allah, apa yang sudah aku lakukan??? Aku yang berniat jahat disini. Aku yang berniat menjebak papa Aldo. Meskipun bukan akhir seperti ini yang aku harapkan. Tapi aku lah penyebab semua ini.
"Tolong bersabar lah. Saya akan berusaha segera mendapatkan pengampunan dari papa kamu. Selama itu, tolong bersabar lah. Saya akan menerima semua keputusan kamu setelah nya." Ujarnya lagi.
Pengampunan Papa??? Sepenting itukah perasaan Papa untuk nya yang hanya orang asing yang baru kami temui???
Hening.
"Apa saya boleh mengajukan syarat???" Tanya ku memberanikan diri.
Papa Aldo mengangguk.
"Pernikahan kita.... saya ingin tak ada yang tahu selain kita dan keluarga saya." Ujar ku.
"Saya mengerti." sahut nya cepat.
"Dan tentang kewajiban saya...."
"Saya membebaskan kamu."
Aku terkesiap. Dia menjawab dengan cepat. Aku tahu, dia pasti juga tidak menginginkan pernikahan ini.
Haning lagi. Hanya terdengar suara detik jarum jam.
"Apa saya boleh meminjam selimut dan bantal ???" tanya papa Aldo kemudian.
Aku mengangguk.
Papa Aldo meraih selimut dan bantal, lalu membawa nya ke lantai. Aku menautkan alis ku. Dia akan tidur di lantai, begitu???
Benar, papa Aldo melebarkan selimut sebagai alas tidurnya, lalu dia mulai merebahkan tubuhnya dalam posisi memunggungi ku.
"Tidur lah. Tidak akan ada yang terjadi, saya janji...."
Drtttttt.... Drtttttt...
Aku melirik ke arah ponsel ku. Panggilan dari Aldo. Astaga, dia membutuhkan waktu dua jam lebih untuk menelpon ku.
Ku lirik Papa Aldo yang mungkin sudah terlelap di tempat nya.
Suara Aldo langsung terdengar begitu aku menggeser tombol hijau di layar ponsel ku.
"Sayang, maafkan aku. Tiba tiba aku ada urusan mendadak tadi. Maaf, tidak bisa menemui kamu malam ini ya, aku benar benar...."
"Iya gak apa-apa,kok. Kebetulan mama dan papa sudah pulang. Papa pasti marah kalau lihat kamu malam malam kesini.' Ujar ku datar.
"Lalu, bagaimana besok??? kamu bisa kan???"
"Ya, langsung ketemuan di bandara saja. Aku...."
"Papa sudah sampai disini, sayang. Asisten nya tadi nemui aku, kasih kabar itu. Makanya aku tak bisa temui kamu."
Aku melirik ke arah lantai. Ternyata Aldo sudah tahu jika papa nya sudah pulang ke Indonesia.
"Jadi bagaimana besok??? Gak jadi???"
"Kok gak jadi?? Ya jadi dong, tapi ketemu nya di restoran hotel tempat papa menginap. Om Jo bilang seperti itu tadi."
Hotel??? Kok menginap di hotel??? Bukan kah rumah Aldo masih di kota ini?? Aldo memang lebih memilih tinggal di apartemen dari pada di rumah nya. Alasannya, karena dia ingin mandiri. tapi Papa Aldo....
"Aku jemput kamu ya..."
"Jangan!!! seru ku lantang. E, astaga!!! Aku celingukan, untung lah papa Aldo tak terusik oleh teriakan ku
"Kok jangan???" Tanya Aldo keheranan dari seberang sana.
Aku menarik nafas dalam dalam. Tentu saja, bisa gawat, jika Aldo datang ke rumah. Papa dan mama pasti tak lagi mengizinkan dia datang lagi ke rumah menemui ku.
Astaga, bukan itu intinya. Aku jelas belum siap jika rahasia pernikahan ku dan papa nya terbongkar. Sakit hati ku belum di bayar tunai oleh nya.
"Aku besok ada perlu di luar dulu, jadi nanti langsung ketemuan disana saja. Kamu share lok saja ya."
"Tapi, sayang...."
"Ketemuan langsung di sana saja. Biar gak buang buang waktu juga. Aku harus segera balik ke Bandung loh. Biar bisa agak Lamaan ketemu an nya.
Terdengar tarikan nafas berat Aldo dari seberang. Halah, gayamu...
"Ya, sudah deh. Tapi jangan sampai telat ya. Jam 10 aku share lok."
"Oke."
Aku membaca chat yang baru dikirim oleh Aldo. G&A hotel. Astaga, hotel mewah bintang lima.
Tamu hotel semewah itu tapi sekarang tidur di lantai hanya beralaskan selimut??? Aku melirik ke arah Papa Aldo yang tertidur pulas dengan memunggungi ku itu.
Ah, terserah lah....
*
"Astaghfirullah...."
Aku membelalakkan mataku, suara teriakan ku tertahan di tenggorokan ku karena sebuah tangan besar membekap mulutku.
Itu Papa Aldo. Dia juga terlihat sangat shock mendengar suara teriakan ku
"Tolong, jangan berteriak. Saya tidak bermaksud jahat.!" pinta nya, matanya sangat awas menatap ku
"Saya akan lepaskan tapi tolong jangan berteriak ya.!!!"
Aku mengangguk dengan isyarat kedipan mataku.
"Janji jangan teriak ya!!"
Aku mengedipkan mataku lagi.
Perlahan tangan Papa Aldo di turunkan dari bibir ku. Dia menarik nafas lega begitu aku mengabulkan permintaannya.
"Saya kebelet, pingin buang air. Disini tidak ada kamar mandi nya ya??" Tanyanya dengan ekspresi menahan malu.
Aku mengangguk. Ya kali kamar sekecil ini ada kamar mandi di dalam kamar.
"Kamar mandi ada di luar, Om. Di dekat dapur." Ujar ku.
Papa Aldo menoleh arah pintu kamar ku yang tertutup. Lalu melirik ku sejenak sebelum menjatuhkan tatapan nya ke arah pintu lagi.
"Maaf, apa bisa kamu mengantar saya??? Saya takut membangun kan orang lain." desis nya semakin terlihat malu.
"Iya. " Ujar ku.
Aku menggeser tubuh ku ke tepi ranjang, lalu menurunkan kaki kiri ku terlebih dahulu, baru kanan.
"Apa masih sangat sakit???" Tanya Papa Aldo melihat kaki kanan ku yang sedikit kesulitan menapak.
Aku menggeleng. "Sudah agak mendingan, Om." Ujar ku.
"Obat dan minyak nya tadi sudah kamu pakai??? Yang dibawa kan Jo." Tanya nya.
Aku mengangguk. Iya selepas akad tadi, Papa Aldo memberikan sebuah kantong plastik hitam kecil berisi obat pereda nyeri dan juga minyak tawon kepada ku.
Hatiku berdesir saat itu. Entah kenapa perhatian nya membuat aku merasa bersalah semakin dalam menggerogoti hati ku.
"Su-dah, Om." Sahut ku, sedikit gugup karena rasa bersalah itu kembali menyentuh hatiku.
Gara gara dendam ku pada Aldo, papa yang tidak tahu apa apa kini terjebak bersama ku.
"Maaf, merepotkan Kamu. Sungguh Saya tidak berani keluar sendiri. Pantau saja dari depan pintu kamar. Sebentar saja." Ujarnya merasa tidak enak.
ak nantika eps berikutnya
kasian om Arif 😔
Aurel Aurel kamu menyebalkan
Brravo Om Jo. semangat Aurel untuk mendapatkan hati Om Arif.