"Dia bukan adik kandungmu, Raja. Bukan... hiks... hiks..."
17 tahun lamanya, Raja menyayangi dan menjaga Rani melebihi dirinya. Namun ternyata, gadis yang sangat dia cintai itu bukan adik kandungnya.
Namun, ketika Rani pergi Raja bahkan merasa separuh hidupnya juga pergi. Raja pikir, dia telah jatuh cinta pada Rani. Bukan sebagai seorang kakak..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Akibatnya
"Non!" pekik pak Amir, supir keluarga Zulkarnain yang melihat Hani mendorong Rani ke dalam parit besar itu dan langsung berlari meninggalkan tempat itu begitu saja.
Pak Amir berdecak kesal menatap Hani yang kabur dengan sangat cepat saat berlari ke arah parit besar itu.
"Non, jangan panik non. Pak Amir akan lompat!" kata pak Amir yang tentu saja ingin menyelamatkan Rani.
"Tidak usah pak, hanya setinggi ini!" kata Rani yang melarang pak Amir ikut lompat, karena memang tinggi parit besar itu hanya seketiak Rani.
Untungnya Rani tidak panik, jadi dia bisa lekas berdiri saat Hani mendorongnya. Dan untungnya juga, parit besar di daerah perkebunan itu airnya jernih. Tidak seperti di perkotaan. Meski tetap saja aromanya tidak enak.
"Pak Amir akan mengangkat non Rani, dari bawah" kata pak Amir yang langsung melepaskan sepatunya.
"Jangan pak, nanti pak Amir basah. Airnya bau. Pak Amir tarik aku saja dari atas" Kata Rani yang tidak mau membuat pak Amir celaka bersamanya.
Pak Amir ragu, dia benar-benar ingin langsung lompat dan mengangkat tubuh Rani. Rasanya pak Aamir tidak tega sekali melihat Rani yang basah kuyup seperti itu, apalagi dengan air parit.
"Tapi non..."
"Kalau pak Amir ikut lompat, aku tidak akan bisa menarik pak Amir. Tolong ulurkan tangan pak Amir, saja!" kata Rani yang sudah mengulurkan tangannya.
Pak Amir sedih sekali. Dia tahu dengan jelas, niat hati nona mudanya itu pasti ingin menawarkan tumpangan pada Hani. Entah kenapa Hani selalu bersikap kasar pada nona mudanya itu.
Setelah sedikit perjuangan yang dramatis, akhirnya pak Amir berhasil menarik Rani dari parit besar itu.
"Non, non Rani tidak apa-apa. Ada yang terluka tidak? kita periksa saja di puskesmas ya non, tuan pasti masih di sana"
Rani menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak pak Amir, aku tidak terluka. Lebih baik kita pulang saja. Aku kedinginan!" kata Rani.
Pak Amir langsung mengangguk, dan berlari membuka pintu mobil untuk Rani.
Mereka pun pulang.
Dan beberapa saat kemudian, pak Amir dan Rani sampai di rumah. Bibi Tari yang sedang menyiram tanaman terkejut sekali melihat Rani pulang dengan keadaan basah kuyup dan lepek.
"Non, ya Tuhan. Non Rani kenapa? ini nona muda kenapa pak Amir?" tanya Bibi Tari yang langsung berlari meraih handuk kering dan memberikannya pada Rani.
"Itu tadi anaknya si Murni..."
"Pak Amir, jangan katakan pada ayah dan ibu ya. Oh ya, juga pada kak Raja. Mereka akan khawatir!" sela Rani.
"Eh..." pak Amir menggaruk kepalanya.
Tapi yang namanya dia cuma pekerja. Diperintahkan begitu oleh majikannya, ya dia menurut saja. Dia mengangguk dengan paham.
"Bibi Tari, aku gak kenapa-kenapa kok. Jangan bilang ibu dan ayah ya, juga kak Raja ya Bi. Nanti mereka akan menegur bibi Murni. Kasihan Hani, nanti dia dimarahi ibunya" pinta Rani pada bibi Tari.
"Baik non, bibi siapkan air hangat untuk mandi ya"
"Terimakasih bi"
**
Malam pun tiba, setelah bangun dari tidur siang, Rani merasa tubuhnya tidak enak. Dia merasa menggigil. Ibunya sudah mengompresnya dan memberinya obat penurun panas, tapi demamnya tak kunjung reda.
"Sayang, kamu tadi makan sembarangan tidak? kok sudah minum obat, panasnya tidak turun?" tanya Retno.
Bibirnya pucat, dan tertutup rapat. Raja yang berada di sampingnya juga merasa sangat khawatir.
"Bu, Rani tidak mungkin jajan sembarangan. Aku sudah mengingatkannya. Ayah belum pulang juga?" tanya Raja.
"Ada pasien gawat tadi sore, ayah bantu rujuk ke rumah sakit besar di kota. Tapi, ayahmu sudah dalam perjalanan pulang" kata Retno.
Retno mengganti kain kompres Rani lagi.
"Sabar ya nak, ayah sebentar lagi pulang. Nanti ayah akan memeriksa kamu sayang" kata Retno sesekali memijat kepala Rani.
Raja yang khawatir sekali pada adiknya itu lantas berinisiatif untuk memijat kaki Rani. Tapi saat Raja melakukan itu, Rani meringis kesakitan.
"Egkhhh"
"Kenapa nak?" tanya Retno panik.
Raja segera mengangkat tangannya. Karena penasaran dia membuka selimut yang menutupi adiknya dan menyingkap sedikit celana panjang yang di pakai Rani.
"Bu, kaki Rani lebam!" kata Raja terkejut.
Retno juga terkejut melihatnya. Matanya bahkan terlihat berkaca-kaca.
"Sayang, ini kenapa?" tanya Retno yang hampir menangis melisan lebam parah di atas mata kaki anaknya.
Rani tak bisa menjawab. Dia terlalu kesakitan untuk menjawab pertanyaan ibunya.
Raja yang merasa penasaran dan kasihan pada adiknya segera mencari bibi Tari di dapur.
"Bibi, tadi siang Rani jatuh ya?" tanya Raja.
Bibi Tari yang sedang menyiapkan bubur untuk Rani langsung terlihat gugup.
"Bibi, jawab aku! apa tadi siang Rani jatuh?" tanya Raja.
"Itu tuan muda, tadi siang saat pulang dari sekolah. Nona basah kuyup, tapi katanya jangan bilang tuan dan nyonya, juga tuan muda"
"Mana pak Amir?" tanya Raja cepat.
"Di mess nya tuan muda"
Raja yang mendengar jawaban bibi Tari segera berlari mencari pak Amir.
Begitu dia bertemu dengan pak Amir, Raja segera bertanya apa yang terjadi sampai adiknya pulang dengan basah kuyup dan juga kaki yang lebam.
Pak Amir segera menjelaskan.
"Mungkin kakinya lebam karena terjatuh di parit tuan muda. Tapi saat saya tanya, nona muda bilang tidak apa-apa. Dia juga bilang jangan mengatakan ini pada tuan dan nyonya, nona takut nanti tuan dan nyonya menegur Murni, dan pada akhirnya Murni memarahi dan menghukum Hani. Katanya begitu tuan muda!" jelas pak Amir.
Raja mendengus kesal. Dia sudah berusaha baik pada Hani. Tapi tetap saja, Hani itu orang yang tidak tahu terimakasih.
Raja kembali ke kamar adiknya, dia menjelaskan apa yang terjadi.
"Ya Tuhan, bagaimana Hani melakukan itu? anak itu, padahal kita sudah berusaha baik terus sama dia. Ck... kenapa dia malah jahat sama Rani sih?"
Sebagai seorang ibu, jelas sekali kalau Retno merasa sangat kecewa pada Rani.
"Rani"
Jacky yang baru saja datang dengan terburu-buru segera memeriksa anaknya.
"Bagaimana mas?" tanya Retno.
"Ini peradangan luka di kakinya, makanya dia jadi demam. Aku akan segera siapkan obatnya, bagaimana bisa seperti ini?" tanya Jacky merasa sangat sedih melihat putrinya.
Raja dan Retno saling pandang. Tapi mereka harus mengatakan yang sebenarnya.
***
Bersambung...