Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4. Titah Untuk Menikah
Di suatu malam yang dingin, Nico jatuh sakit. Suhunya meningkat drastis, wajahnya pucat, dan badannya menggigil. Bocah itu juga mengigau seperti orang ketakutan. Nyonya Laurent dan Dante segera memanggil dokter, tetapi tak ada yang bisa mengusir ketakutan Nico selain satu sosok yaitu, Amara. Dante nampak sangat khawatir melihat kondisi keponakannya tersebut, terlebih ia menghkawatirkan Alessia. Jangan sampai kakaknya itu kembali stress melihat kondisi putranya tersebut.
Sejak malam itu, Amara tidak pernah meninggalkan Nico. Setiap kali dia mencoba keluar untuk sekadar menghirup udara atau mengambil makanan, Nico menangis dan memanggilnya.
"Ibu Mara ... Ibu Mara ... jangan peergi" lirih bocah itu lemah. Nico hanya ingin berada dalam pelukan Amara, tak rela jika ia pergi walau hanya sejenak.
Amara menghabiskan waktu tanpa tidur dan makan yang cukup, bahkan hanya sekadar mengganjal perutnya dengan sedikit air ketika ada kesempatan. Terkadang, Dante mendapati Amara yang berwajah lelah berusaha memberikan senyuman pada Nico. Dante yang melihat dedikasi Amara mulai tergerak untuk membantunya.
Suatu malam, Dante memasuki kamar dengan membawa sepiring makanan. Tanpa banyak kata, ia duduk di samping Amara yang sedang memangku Nico yang baru saja tertidur.
“Kamu butuh makan,” kata Dante dengan suara lembut, ia menyodorkan piring kepada Amara. Namun, tangan Amara yang lelah tidak cukup kuat menahan Nico dan mengambil makanan sekaligus. Tanpa diduga, Dante perlahan menyuapi Amara dengan telaten. Amara yang awalnya terkejut menerima bantuan tersebut. Dante juga merapikan rambut Amara yang sempat terurai ke bagian wajahnya. Dipeganginya rambut gadis itu ke bahunya, sementara tangan lainnya menyuapinya dengan penuh hati-hati. Amara sontak merasa canggung, tetapi perasaan aneh itu mulai menghangatkan hati mereka masing-masing. Meskipun ini hanya perhatian kecil, bagi Amara tindakan dan tatapan Dante yang penuh ketulusan membuatnya lagi-lagi bimbang dengan rencananya.
Tak lama, perasaan itu segera ia redam ketika ia teringat tujuannya. Rasa sakit akibat kenangan masa lalu kembali menghantui pikirannya. Ia harus tetap ingat dendamnya kepada keluarga Laurent, keluarga yang telah menghancurkan hidup ayahnya, ia teringat saat keluarganya kehilangan rumah dan di usir oleh keluarga sendiri tanpa belas kasihan. Ia tak boleh membiarkan perasaan simpati sekilas merusak misinya.
----
Beberapa hari kemudian, ketika Nico akhirnya tertidur lelap dan kondisi tubuhnya sedikit membaik, Nyonya Laurent memanggil Amara untuk berbicara secara pribadi. Suasana terasa tegang ketika Amara menerima panggilan dari Nyonya Laurent. Pagi itu, Amara mengenakan pakaian rapi yang biasa ia kenakan saat menemani Nico bermain atau bersantai bersama Alessia. Namun kali ini, hatinya berdebar lebih kencang dari biasanya. Ada sesuatu yang terasa janggal dari cara Nyonya Laurent memanggilnya.
Saat Amara memasuki ruangan, ia melihat Nyonya Laurent duduk-tegak di kursi favoritnya. memandang dengan tatapan tajam. Wanita tua itu dikenal dengan sikap dinginnya, namun hari ini ada sesuatu yang lebih tegas dan serius di matanya.
"Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan Anda, Amara," kata Nyonya Laurent tanpa basa-basi dengan kalimatnya yang baku.
Amara hanya mengangguk, masih berusaha membaca ekspresi di wajah Nyonya Laurent.
“Anda telah bersama kami selama lebih dari setahun,” lanjut Nyonya Laurent. “Selama ini, Anda telah menjaga Nico dengan sangat baik, terutama saat Nico sakit seperti kemarin. Alessia pun menunjukkan perkembangan yang cukup positif sejak kehadiran Anda. Anda memiliki ikatan yang kuat dengan Nico. Setiap hari, ia semakin menyayangi Anda."
Amara tersenyum tipis, merasa sedikit lega mendengar penilaian positif itu. Namun, senyuman itu segera memudar saat Nyonya Laurent melanjutkan dengan nada yang lebih serius.
“Namun, ada sesuatu yang lebih besar yang harus kita pikirkan, Amara,” ucapnya. "Saya sudah memutuskan bahwa Anda harus menikah dengan Dante."
Kalimat itu menghantam Amara seperti angin badai. Amara tersentak, matanya melebar, dan dia tidak bisa menutupi keterkejutannya. “Maaf, Nyonya?” tanyanya nyaris berbisik, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
"Anda tidak salah dengar," tegas Nyonya Laurent. “Untuk kepentingan keluarga ini dan juga demi Nico, Anda harus menikah dengan Dante. Anda mungkin belum memahami semua aspek, tetapi ini adalah keputusan terbaik bagi semua pihak. Nico sangat bergantung pada Anda. Dia takut kehilangan Anda, dan ini bisa berdampak buruk pada kondisi psikologisnya."
Amara diam, tidak tahu harus merespons seperti apa. Meskipun ia telah terbiasa berpura-pura, situasi ini benar-benar di luar dugaannya. Rasa cemas bercampur dengan ketidakpastian menyeruak dalam hatinya.
Nyonya Laurent melanjutkan, “Dante sudah tahu tentang ini. Saya telah berbicara dengannya juga. Ini bukan hanya soal perasaan atau keinginan pribadi. Ini soal stabilitas keluarga. Dan Anda, Amara, telah membuktikan bahwa Anda mampu membawa ketenangan di sini, terutama untuk Nico.”
"Dan ..." wanita itu menahan ucapannya sejenak sebelum melanjutkan, "Katakan saja berapa yang kau butuhkan!"
Amara menunduk, ia sedikit geram dengan ucapan Nyonya Laurent yang akan membeli harga dirinya. Ia mencoba mengatur napasnya yang mulai berat. Di satu sisi, ia merasa dipaksa, tetapi di sisi lain, ia tak bisa mengabaikan kebutuhan Nico yang semakin terikat padanya. Dan kemudian ada Luca, sepupu jauh Dante yang pernah berjanji untuk membantu ambisinya.
Setelah pembicaraan itu, Amara keluar dari ruangan dengan pikiran yang kalut. meskipun belum ada keputusan yang ia buat, namun bayangan wajah Dante terlintas dalam pikirannya. Betapa ironisnya, di tengah rencana awalnya untuk menghancurkan keluarga Laurent, ia justru dihadapkan pada situasi di mana dirinya diharapkan menjadi bagian dari keluarga tersebut.
---
Di waktu yang berbeda sebelumnya, Dante juga dipanggil oleh Nyonya Laurent untuk berbicara tentang keputusan ini.
Dante berdiri dengan tenang, namun ekspresinya terlihat sedikit tegang. “Anda serius dengan keputusan ini, Nenek?” tanyanya, meskipun di dalam hatinya ia sudah tahu bahwa Nyonya Laurent tidak main-main dengan hal seperti ini.
“Tentu saja, Dante. Ini bukan semata tentang Anda atau Amara. Ini tentang masa depan Nico dan nama baik keluarga Laurent. Nico membutuhkan sosok ibu, dan kita semua melihat betapa ia sangat terikat dengan Amara. Dia menyebutnya sebagai ‘Ibu Mara’ – tidakkah Anda melihat betapa kuat ikatan itu?”
Dante mengangguk, tak dapat mengelak dari kebenaran tersebut. Namun, ada perasaan ragu yang menyelinap. Bukan karena ia tidak menghargai Amara, tetapi ini terlalu dipaksakan dan dia juga tak ingin memaksakan kehendak pada Amara dengan cara seperti itu.
“Jika Anda benar-benar ingin melindungi keluarga ini, dan khususnya Nico, Anda harus mengesampingkan keraguan itu, Dante,” tegas Nyonya Laurent lagi. “Amara adalah pilihan terbaik untuk Nico dan untuk kita semua.”
Dante terdiam, menimbang perasaan dan pikirannya. Ia sudah mulai menyadari bahwa Amara membawa kedamaian dan keceriaan bagi Nico dan Alessia, dan mungkin, tanpa disadari, bagi dirinya juga.
---
Sore harinya, Amara duduk di ruang tamu, masih mencerna keputusan yang telah dibuatkan untuknya. Dante masuk dan duduk di sebelahnya.
"Aku dengar Nenek sudah memberi tahu kamu tentang rencana ini," kata Dante, suaranya rendah dan terukur.
Amara menoleh, menatapnya dengan mata yang penuh kebingungan dan sedikit ketakutan. "Aku … aku tidak tahu harus berkata apa, Tuan Dante."
Dante tersenyum tipis. "Aku juga terkejut, sebenarnya. Tapi, sepertinya ini adalah jalan yang dianggap terbaik oleh Nenek.”
Mereka terdiam sejenak, membiarkan keheningan mengisi ruangan. “Nico sangat menyayangimu,” ucap Dante akhirnya. “Aku … aku tidak bisa mengabaikan kebutuhan emosionalnya. Dokter bilang, keadaanya akan memburuk kalau dia stress. Mungkin, bagi Nico, ini adalah yang terbaik.”
Amara menggigit bibirnya, merasa dilema antara menjalankan rencana awalnya dan perasaan sayang yang mulai muncul untuk Nico, serta rasa hormat yang ia miliki pada Dante. “Tuan Dante, jika aku boleh jujur, aku tidak pernah membayangkan ini semua terjadi. Dan…”
Dante menatapnya dengan tatapan penuh pemahaman. “Amara, aku pun tidak tahu bagaimana kita akan melalui ini. Tetapi jika ini demi Nico, aku akan berusaha untuk menjalani apa pun yang dibutuhkan. Tapi jika ini membebanimu, kau bisa menolaknya. Ini hakmu, tidak ada yang bisa memaksamu. Dan aku akan bicarakan ini lagi dengan nenek”
Kata-kata itu membuat Amara terdiam. "Ini hanya untuk Nico?" bisiknya dalam hati. "Apa yang kamu harapkan Amara? Berhentilah mengharapkan hal-hal bodoh!" sambungnya menyadarkan diri.
sementara dilemanya yang lain adalah ia merasa terjebak di antara rencananya dengan Luca, sepupu jauh Dante yang baru-baru ini ia jumpai saat acara keluarga. Melihat celah ketidakharmonisan antara Dante dan Luca, Amara sengaja memanfaatkan situasi. Dan Luca bersedia membantunya menjatuhkan bisnis Laurent.
---
Malam itu, Amara duduk sendiri di kamarnya, menatap bayangan bulan yang menyinari langit malam di luar jendela. Keputusannya untuk menerima bantuan Luca untuk menghancurkan keluarga Laurent terasa semakin berat. Apa yang awalnya terlihat seperti tugas yang sederhana kini berubah menjadi sebuah dilema emosional yang rumit. Amara tidak hanya mempertaruhkan hatinya, tetapi juga masa depan seorang anak kecil yang telah menganggapnya sebagai sosok ibu.
Perlahan, Amara menyadari bahwa dirinya berada di persimpangan jalan yang sulit, di mana setiap pilihan yang ia buat akan memiliki konsekuensi yang berat. Di satu sisi, ada masa lalunya yang kelam. namun di sisi lain, ada Dante, Nico, dan Alessia yang kini mulai ia anggap sebagai bagian dari dirinya.
Dengan napas berat, Amara menunduk. Ia tahu, apa pun keputusan yang ia ambil, semuanya akan mengubah hidupnya selamanya.
----
Hari berikutnya, Dante dan Amara dipanggil secara bersamaan oleh Nyonya Laurent ke ruangannya. Amara berjalan dengan sedikit gemetar, tangannya dingin, tatapannya juga tak menentu. Namun inilah hari penentuan, apakah Amara menerima titah pernikan itu, dengan sejumlah uang yang disepakati antara dirinya dan Nyonya Laurent, ataukah ia menolak mentah-mentah keputusan tersebut?