NovelToon NovelToon
Istri Yang Tak Di Anggap

Istri Yang Tak Di Anggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Cerai / Penyesalan Suami
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: laras noviyanti

Candra seorang istri yang penurunan tapi selama menjalani pernikahannya dengan Arman.

Tak sekali pun Arman menganggap nya ada, Bahkan Candra mengetahui jika Arman tak pernah mencintainya.

Lalu untuk apa Arman menikahinya ..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon laras noviyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ch 4

“Sedih sekali melihatmu seperti ini,” Dira mulai, menatap Candra dari sudut matanya.

Candra mengangkat bahu. “Itulah hidup. Kadang kita terjebak dalam kenangan yang tidak ingin kita ingat.”

“Kenapa kau menikahi Arman jika sekarang kau bisa merasakannya?” Dira bertanya, nada suaranya menyoroti ketidakpuasan.

Candra menggigit bibir, seolah kata-kata di dalam kepalanya berputar liar. “Aku tidak tahu. Waktu itu semuanya terlihat sempurna. Dia tampan dan pandai, semua orang bilang begitu. Tapi aku…”

Mata Candra berwarna kelabu, mencerminkan kesedihan

“Candra, kau harus berbicara,” Dira mendesak, mencondongkan tubuhnya ke depan. “Dia tidak pernah menghargaimu.”

“Dia ingin menikahi seseorang yang boleh dia tunjukkan ke teman-temannya, bukan aku yang sebenarnya dia cintai,” Candra menundukkan kepala. “Tapi aku bertahan. Dia berjanji akan ada yang berubah.”

Dira menyandarkan punggungnya pada kursi. “Dan sekarang? Apa yang berubah?”

Candra tertawa pahit, suara itu menuangkan semua kepedihan yang terpendam. “Tidak ada. Arman tetap dengan rutinitasnya. Seolah-olah aku tidak ada, hanya pelengkap dalam hidupnya.”

“Dan sekarang kau berpikir untuk bercerai?” Dira bertanya, menggigit bibir bawahnya.

Candra menatap laut, air mata menghujani pipinya. “Ya, aku sudah tidak tahan lagi. Setiap aku berbicara, dia hanya diam. Tidak ada respon, tidak ada cinta.”

“Apakah kamu sudah mengatakannya padanya? Meminta penjelasan?” Dira bicara dengan nada penuh perhatian.

Selama beberapa detik, Candra terdiam. “Apa gunanya?”

“Setidaknya memberikan kesempatan untuk menjelaskan. Mungkin ada sesuatu yang kamu lewatkan.”

“Tidak ada, Dira. Setiap kali aku mengajukan pertanyaan, hanya keheningan yang menyambutku,” Candra mengusap air matanya. “Dia tidak berusaha untuk memahami aku.”

Dira menggerakkan kakinya, mengubah posisinya. “Kau tidak pantas hidup dalam kesedihan ini. Jangan biarkan dia menghancurkanmu sepenuhnya.”

“Aku tahu, tapi mencintainya mengubah segalanya,” Candra melepas napas panjang. “Rasa sakit itu terus ada, berhari-hari.”

Dira meraih tangan Candra. Sentuhan itu memberikan kehangatan. “Kau bisa memulai babak baru, Candra. Ini kesempatanmu untuk menemukan dirimu kembali.”

Candra memandang Dira, menyadari apa yang dilihat sahabatnya. “Berani memulai lagi? Setelah semua ini?”

Dira tersenyum hangat. “Tentu saja. Kita mulai dengan satu langkah. Putuskan untuk mencintai dirimu sendiri lebih dulu.”

“Aku tidak tahu caranya,” kata Candra, suaranya bergetar.

“Coba ingat hobimu? Menggambar? Atau pergi jalan-jalan?”

Candra menggeleng pelan. “Semua itu terasa membosankan.”

Dira memasukkan jari-jarinya ke dalam rambutnya yang ikal. “Bagaimana jika kau melukis perasaanmu? Dengan warna yang tidak bisa kau ucapkan?”

Candra mengernyit, membayangkan kanvas besar yang menunggu sentuhan tangannya. “Aku tidak berani.”

“Candra, ambil langkah pertama. Jika kau bisa mengekspresikan semua ini, mungkin sudah saatnya melepaskan.” Dira menatapnya, penuh harapan.

Candra tidak menjawab. Ia menatap kopi di depannya, aroma nyaman yang mengisi hidungnya. “Aku butuh waktu untuk berpikir.”

“Lakukan. Tapi ingat satu hal…”

Candra mengangkat wajahnya, memberi Dira perhatian penuh.

“Kau tidak sendiri. Aku ada di sini,” Dira menambahkan, suara lembut namun tegas.

Candra tersenyum, sedikit. “Terima kasih, Dira. Kau adalah teman yang tidak pernah pergi.”

“Dan tanpa ragu, aku akan bersamamu dalam perjalanan ini.”

Sekali lagi, mereka terdiam, Angin berhembus lembut, membawa harapan baru ke dalam hidup Candra yang terjepit dalam kesedihan.

Candra mengalihkan pandangannya ke arah gelombang yang berderai. “Dira, pernahkah kau merasa terjebak dalam hubungan yang tidak membawa kebahagiaan?”

“Bahkan ketika aku menghadapi masalah pribadi, semua rasa sakit itu membuatku belajar,” Dira menjawab, tetap memandang ke arah laut. “Aku percaya, setiap hubungan mengajarkan kita sesuatu.”

“Dan pelajaran apa yang bisa kuambil dari ini? Kehampaan yang aku rasakan?” suara Candra penuh keputusasaan.

Dira menggerakkan kakinya, mendekatkan kursinya. “Pelajaran untuk mengenali diri sendiri. Tidak semua cinta itu berujung bahagia. Sering kali kita hanya perlu memahami betapa berharganya diri kita.”

“Pahami diri sendiri?” Candra menyentuh dada, seolah mencari jawaban di dalamnya. “Bagaimana caranya?”

“Dengan menemukan apa yang kau inginkan,” Dira mengungkapkan, dengan pandangan tegas. “Apa yang akan membuatmu merasa hidup?”

“Entahlah,” jawab Candra jujur. “Semuanya terasa hampa.”

“Mungkin mulailah dengan kegiatan kecil. Seperti berkumpul dengan teman-teman, atau jogging di sore hari. Kenali kembali aktivitas yang kau nikmati,” Dira memberikan ide.

Candra meragam. “Aku sudah kehilangan diriku. Semuanya terasa asing.”

“Karenanya kau harus mencari jalan kembali. Apa yang pernah kau lakukan dan membuatmu tersenyum?” Dira kembali menegaskan.

“Mungkin menggambar. Aku pernah menyukainya saat masih di sekolah,” ungkap Candra, pelan.

“Jadi, ayo! Menggambarlah! Ambil kuas, kanvas, dan biarkan warna mengekspresikan semuanya,” Dira mendorong semangat.

“Sepertinya aku tidak akan tahu bagaimana memulai,” Candra menatap Dira dengan keraguan.

“Tidak ada yang salah dengan mencoba. Mintalah bantuan jika perlu,” Dira menyemangati.

Candra mengangguk perlahan. “Mungkin…” Suaranya samar. Tiba-tiba, pikirannya melayang ke kenangan indah saat menggambar.

Jika Dira belum mendesaknya untuk berbicara, mungkin ia masih terjebak dalam kesedihan. “Ada satu hal lagi,” Dira melanjutkan.

“Ya?” Candra mengedipkan mata, penasaran.

“Aku tidak akan tinggal diam melihatmu menderita. Jika kau memutuskan untuk bercerai, kita akan melakukannya bersama. Jangan takut memanggilku ketika kau butuh,” kata Dira, suara dan wajahnya serius.

Candra tersenyum tipis. “Kau sangat berharga, Dira.”

“Hanya itu yang bisa aku lakukan. Teman tak terpisahkan,” balas Dira, mengangkat cangkir kopinya.

“Kadang aku merasa semua ini hanya mimpi buruk yang tak kunjung berakhir,” Candra berbisik, suaranya hampir tenggelam dalam hembusan angin.

“Candra, ini bukan akhir. Ini adalah awal. Katakan padaku, apa yang kau impikan? Selain keluar dari pernikahan ini?” Dira bertanya, menatap Candra dalam-dalam.

Candra tertegun. Pertanyaan itu membuat hatinya bergetar. “Aku… aku ingin melihat dunia,” akhirnya ia menjawab, meski suara itu seperti terbuang.

“Bagus! Jadi, lakukanlah. Tidak ada yang menghalangimu,” Dira menambahkan semangat.

...----------------...

1
murni l.toruan
Rumah tangga itu saling komunikasi dua arah, agar tidak ada kesalah pahaman. Kalau hanya nyaman berdiam diri, itu mah patung bergerak alias robot
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!