" Aku menyukaimu Ran. Aku sungguh-sungguh mencintaimu?"
" Pak, eling pak. Iih ngaco deh Pak Raga."
" Ran, aku serius."
Kieran Sahna Abinawa, ia tidak pernah menyangka akan mendapat ungkapan cinta dari seorang duda.
Duda itu adalah guru sejarah yang dulu mengajarnya di tingkat sekolah menengah atas. Araga Yusuf Satria, pria berusia 36 tahun itu belum lama menjadi duda. Dia diceraikan oleh istrinya karena katanya menderita IMPOTEN.
Jadi bagaiman Ran akan menanggapi perasaan pria yang merupakan mantan guru dan juga pernah menjadi kliennya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DDI 04: Berkamuflase Itu Melelahkan
Pukul 14.30, Raga baru keluar dari gedung DIS ( Dewantara Internasional School). Sebenarnya jam pulang mereka adalah jam 14.00, kecuali mereka mengampu ekstra sehingga pulang lebih sore dari guru yang lain.
" Pak Raga, baru keluar ya?" sapa seorang security penjaga pintu gerbang sekolah DIS.
" Iya Pak, kebetulan ada yang masih dikerjakan," jawab Raga memberi alasan. Sebenarnya ia enggan kembali ke rumah. Rasanya rumah begitu sepi setelah Rena memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya. Bagaimanapun juga rasa kehilangan itu memang nyata adanya.
Raga tinggal terpisah dari orang tuanya setelah hidup mandiri. Kebetulan orang tua raga tidak berada di satu kota. Orang tua Raga berasal dari salah satu kota di Jawa Tengah. Raga yang merantau di Jakarta mulai dari kuliah dan akhirnya bekerja, akhirnya menetapkan diri untuk tinggal di ibu kota.
Perceraiannya dengan Rena ini pun belum ia beritahukan kepada kedua orang tuanya. Ia masih harus mencari waktu agar kedua orang tuanya tidak terkejut dengan apa yang saat ini menimpa dirinya.
" Ah elaah ngelamun aja kau, jajan yuk."
" Lho belum balik. Aku lihat udah keluar dari tadi, kirain udah balik."
" Ku tak tega lah melihat kawan aku murung. Jadi ku tunggu kau di sini."
Tito teman baik Raga mendatangi Raga dan merangkul bahu. Ia membawa sang teman segera pergi dari lingkungan sekolah. Kebetulan Tito tidak membawa kendaraan jadi dia juga sengaja menunggu Raga agar bisa pulang bersama.
" Halah bilang aja mau numpang kan, tahu banget aku mah."
Tito tertawa terbahak-bahak. Mereka berteman sudah lumayan lama jadi cukup mengenal sifat satu sama lain. Dan pada akhirnya malah Tito yang diminta Raga untuk menyetir.
Raga kembali melamun saat duduk di kursi penumpang, ia melihat keluar jendela dan seperti menumpahkan semua permasalahannya di sana.
" To, apa aku lakuin aja ya sama dia meskipun tahu begitu."
" Heh, apa kau bilang. Nggak ya, nggak ada. Jangan gila deh Ga. Aku tahu kau 'pernah' cinta sama Rena tapi tetep nggak gitu juga. Ga, kamu tahu kan hal seperti itu akan bisa diulangi lagi." Tito menekankan kata pernah pada kalimat pernah cinta karena ia yakin saat ini rasa cinta temannya itu terhadap sang mantan sudah mulai luruh karena imbas kelakuan wanita itu.
Raga terdiam, apa yang dikatakan oleh Tito adalah benar. Saat ini pikirannya tengah kacau. Rupanya berkamuflase terusan-terusan, memakai topeng yang sama setiap waktu itu bukanlah hal yang mudah. Raga membuang nafasnya kasar, ia lalu memejamkan matanya untuk sejenak melepaskan penat dalam kepalanya.
Tring!
Ponsel milik Raga berbunyi. Ia sebenarnya enggan untuk membukanya karena Raga pikir itu adalah dari Rena. Aneh bukan, tadi dia berkata pada Tito ingin melakukannya tapi sekarang mendapat pesan yang ia kira dari Rena saja dia enggan untuk membukanya.
Tapi dugaan Raga salah, rupanya pesan yang masuk ke dalam ponselnya bukan dari Rena. Pesan tersebut dari Ran, mantan murid sekaligus pengacara yang ia tunjuk untuk jadi kuasa hukum yang menangani kasusnya ini. Raga tersenyum, bertemu mantan muridnya rupanya bukan hal yang buruk. Ia jadi bebas mengungkapkan pendapatnya dan apa yang ia rasakan juga.
" Siapa Ga, Napa senyum-senyum gitu. Bukannya baru aja kelihatan nggak bersemangat." Tito yang sendang menyetir melirik ke arah Raga. Ia merasa ada yang aneh dalam diri temannya itu.
" Ini, dia pengacaraku. Namanya Kieran, dia dulu mantan muridku," jawab Raga apa adanya.
Tito hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan kembali fokus mengemudikan mobil. Tapi sesekali ia melihat ke arah Raga, dimana pria itu terlihat senang berbalas pesan dengan orang yang baru saja disebutkan.
Di seberang sana Kieran menjadi semakin penasaran ketika sebuah balasan pesan dari Raga yang berisi tentang apa yang terjadi dengan kehidupan pernikahannya.
" Jadi maksudnya, Pak Raga tidak pernah melakukan hubungan badan begitu?" Ran bergumam pelan sambil menulisnya di ponsel. Seakan-akan ia benar-benar sedang berhadapan dengan Raga.
" Iya begitu."
Jawaban singkat dari Raga membuat Kieran gemas bukan main. Dia menginginkan sebuah penjelasan bukan hanya sekedar sebuah jawaban yang singkat.
" Arggghhh, orang ini bikin gue emosi sampaikan ke ubun-ubun. Dari tadi setiap ditanya jawabannya singkat-singkat mulu. Jangan-jangan selama ini dia begitu juga sama istrinya. Haaaah, lha pantes di gugat cerai!"
Saking kesalnya Ran pada akhirnya memilih untuk berhenti mengirimi Raga pesan. Jelas sekali bahwa ia tidak bisa melakukan itu secara berkelanjutan. Jika ia terus berkirim pesan, bisa-bisa Ran menghancurkan seisi ruangannya karena saking kesalnya.
Ran akhirnya menelpon Raga. Ia harus mengadakan janji temu untuk bisa berbicara lebih jelas soal kasus ini. Tanggal mediasi ternyata sudah ditentukan, dan amazing nya itu adalah lusa. Tentu saja Ran tidak punya banyak waktu lagi.
" Hallo Assalamualaikum, jadi Bapak Guru Araga, kapan sekiranya kita bisa bertemu. Sidang mediasi ternyata tinggal lusa ya."
" Waalaikumsalam Ran, Aah iya aku hampir lupa. Besok, aku besok tidak ada jadwal mengajar."
" Baiklah, kita ketemu di kantor saja ya Pak."
" Ya."
Ran membuang nafasnya kasar, dilihat dari respon Raga ia bisa menilai bahwa pria itu sepertinya sudah tidak tertarik untuk mempertahankan pernikahan. Dan membiarkan tuduhan sebagai pria yang mengalami disfungsi ereksi melekat dalam dirinya.
Ran merasa sedikit kesal, ia cukup tahu bahwa Raga merupakan pria yang baik dan mempunyai citra yang baik pula. Jika benar perceraiannya ini nanti terjadi dan diketahui oleh banyak orang, maka citra pria itu akan tercoreng. Apalagi Rena, istri dari Raga yang belum sah bercerai ini sangat vokal di media sosial.
" Oiii, Bu Bos. Napa muka kusut bin asem gitu."
Doni dan Prita melenggang masuk ke kantor dan menyapa Ran yang berada di ruangannya. Tapi agaknya Doni tidak bisa membaca situasi sehingga membuat Ran murka.
" Kalian berdua, mengapa jam segini baru nyampe kantor hah! Mana nggak ngasih kabar lagi."
" Hehehehe, maaf Bu Bos. Kami lupa, kami janji tidak akan mengulanginya lagi," Ucap Doni sambil menampilkan wajah memelasnya.
" Ohoo, tidak semudah itu ferguso, hari ini tinggal di kantor lebih lama dan selesai pekerjaan yang tertunda. Jika belum maka kalian tidak akan bisa keluar dari kantor ini dengan mudah."
Gluph!
Doni dan Prita kesusahan menelan saliva mereka masing-masing. Jika dalam mode pimpinan seperti sekarang ini, Ran memang sedikit menakutkan dan juga tegas. Tapi mereka bisa mengerti, semua itu karena konsekuensi dari perbuatan yang sudah mereka lakukan.
" Baik Bu Bos!"
Hanya itulah yang terucap dari bibir Prita dan Doni. Mereka pun menuju ke ruangan masing-masing. Mereka bukannya takut kepada Ran, tapi memang Ran lah yang mereka tunjuk sebagai pimpinan. Jadi mereka cukup profesional. Ran sebagai teman dan sebagai pimpinan memang berbeda. Dan hal tersebut cukup mereka mengerti.
" Haaah, mengapa hari ini semua membuatku menjadi sedikit naik darah. Ughh, aku harus makan timun ini. Pak Raga, dia lah yang membuat tekanan darah ku naik. Ughh, untung dia guruku dulu."
TBC