NovelToon NovelToon
Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Status: sedang berlangsung
Genre:Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Cerai / Penyesalan Suami / istri ideal / bapak rumah tangga
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: HRN_18

Kisah ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang tidak lazim, di mana sang istri yang bernama Rani justru menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, Budi, adalah seorang pria pemalas yang enggan bekerja dan mencari nafkah.

Rani bekerja keras setiap hari sebagai pegawai kantoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sementara itu, Budi hanya berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti menonton TV atau bergaul dengan teman-teman yang kurang baik pengaruhnya.

Keadaan ini sering memicu pertengkaran hebat antara Rani dan Budi. Rani merasa lelah harus menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri. Namun, Budi sepertinya tidak pernah peduli dan tetap bermalas-malasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HRN_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 4 Pekerjaan Menguras Tenaga

Keputusan Budi untuk memperbaiki diri memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perjalanan panjang menantikan untuk mengikis julukan 'pemalas' yang selama ini melekat padanya.

Bekerja sebagai kuli bangunan di proyek pembangunan gedung perkantoran menjadi langkah awal Budi menapakkan kakinya di dunia kerja. Mengangkut material bangunan seperti semen, batu bata, hingga keperluan lain menjadi rutinitas barunya setiap hari.

Tidak dapat dipungkiri, sebagai seseorang yang terbiasa bermalas-malasan, pekerjaan fisik berat seperti ini amat menguras tenaga Budi. Belum lagi mentari Jakarta yang menyengat kulitnya yang tidak terbiasa dengan sengatan panas matahari.

"Hah...hah...berat juga ternyata jadi kuli bangunan," keluh Budi di sela-sela aktivitasnya mengangkut semen dalam karung besar.

Peluh membanjiri tubuh dan wajahnya hingga membasahi baju yang dikenakannya. Rasa lelah luar biasa menyerang sekujur tubuhnya yang dulu hanya terbiasa untuk duduk diam berjam-jam.

"Ini baru awal, Bud. Kau harus terbiasa dengan jerih payah seperti ini kalau ingin berubah," seorang rekan sekerjanya memberi semangat ketika melihat wajah lelah Budi.

Budi terdiam sejenak, menyeka keringat dan mengangguk lemah. Sungguh, ia seperti langsung mengecap rasanya jeritan payah mencari sesuap nasi yang selama ini pernah dialami Rani. Bagaimana bisa dulu ia sedemikian meremehkan jerih payah istrinya itu?

Rasa malu dan sesal kembali memenuhi rongga dadanya. Budi menertawakan dirinya sendiri yang dulu begitu sombong dan lengah hanya karena segala kebutuhan hidupnya selalu tercukupi oleh Rani. Tanpa mau ambil pusing mencari nafkah sendiri untuk menghidupi keluarga.

"Aku pantas menerimanya, Ran. Inilah ganjaranku karena telah memperlakukanmu dengan buruk selama ini," batinnya mengingat wajah Rani di setiap tetes peluh yang mengucur di wajahnya.

Meski menguras banyak tenaga, Budi mencoba untuk terbiasa dan berjuang melewati pekerjaannya itu dengan baik. Mengingat apa tujuan utamanya melakukan ini semua - demi memperbaiki kesalahannya di masa lalu dan berusaha mendapatkan kepercayaan Rani kembali, membuat semangatnya terpacu untuk tetap bertahan.

Tak jarang para rekan kuli bangunannya merasa kagum dengan semangat dan etos kerja Budi yang terus menggelora meski tubuhnya telah dipenuhi peluh dan lelah. Seperti ada motivasi terpendam yang terus mengobarkan semangatnya untuk bekerja keras.

"Kerja bagus hari ini, kawan! Lain kali jangan sampai loyo begitu ya," seorang rekan kuli menepuk pundak Budi seusai menyelesaikan pekerjaan mengangkut material di hari itu.

Budi mengangguk dengan senyum tipis, "Tentu saja! Aku akan berusaha sekuat tenaga!"

Setidaknya hari ini, Budi merasa sudah sedikit melunasi utang kesalahannya di masa lalu dengan bersusah payah bekerja mencari upah. Meski pekerjaannya masih sekadar kuli kasar, tetapi ia merasa telah memulai perjalanan panjangnya untuk benar-benar berubah dan menghapus status 'pemalas' darinya.

Kembali mengingat wajah Rani, Budi bertekad untuk terus mengasah diri dan mencari pekerjaan yang lebih baik di kemudian hari. Selangkah demi selangkah, ia akan membuktikan pada Rani bahwa ia telah berubah menjadi pria pekerja keras yang bertanggung jawab dan pantas mendampinginya lagi nanti.

Hari demi hari berlalu, dan pekerjaan mengangkut material bangunan tetap menjadi rutinitas Budi. Berbalut pakaian lusuh dan topi lapangan, pria itu akan memulai aktivitasnya bahkan sebelum fajar menyingsing. Mengangkut semen, batu bata, balok kayu, hingga keperluan berat lainnya dari satu sudut proyek ke sudut lain.

Awalnya Budi sering merasa frustrasi menghadapi rasa lelah yang luar biasa akibat pekerjaannya itu. Tubuhnya yang dulu tidak terbiasa dengan aktivitas fisik berat kini harus menanggung beban puluhan kilogram material bangunan setiap harinya. Tidak jarang ia hampir menyerah dan berfikir untuk mencari pekerjaan lain yang lebih enteng.

Namun bayangan Rani dan tekadnya untuk menebus kesalahan di masa lalu selalu menguatkan semangatnya kembali. Budi mengingatkan dirinya sendiri bagaimana Rani dulu rela menjadi tulang punggung keluarga seorang diri hanya untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.

"Jika Rani saja dulu bisa bertahan, mengapa aku tidak?" gumam Budi menguatkan hati disetiap kali rasa lelah menerpanya.

Berbalut keringat dan debu, Budi terus menjalani pekerjaannya dengan semangat tinggi. Para rekan kerjanya yang lain mulai menghormati keberaniannya mengambil pekerjaan berat meski dengan latar belakang yang kurang mendukung.

"Yo, Budi! Mau bergabung makan siang di warung sana?" ajak Bayu, salah seorang rekan kelinya.

Budi menoleh, wajahnya basah oleh keringat meski mentari belum terlalu tinggi. Ia tersenyum lalu mengangguk mengiyakan ajakan itu. Melepas dahaga dan mengisi tenaga adalah hal penting dalam pekerjaannya ini.

Di warung kecil yang dijadikan tempat istirahat para pekerja, Budi menyantap makan siangnya dalam diam. Sesekali pandangannya menatap jauh ke arah proyek bangunan yang sedang dikerjakan itu. Terbayang di benaknya suatu hari nanti, ia berharap dapat bekerja dengan lebih baik sebagai pekerja konstruksi professional. Bukan sekedar kuli kasar pengangkut barang seperti sekarang.

"Budi, boleh aku bertanya sesuatu?" Bayu membuyarkan lamunan Budi.

"Ya, tentu. Ada apa?"

"Kulihat akhir-akhir ini kau bekerja seperti kesetanan. Seperti ada sesuatu yang mengganggumu. Apa yang membuatmu menjadi pekerja sekeras ini?"

Budi terdiam sejenak. Haruskah ia menceritakan kisah pahitnya dengan Rani? Ia menghela napas panjang sebelum mulai bercerita.

"Kau lihat aku seperti ini karena aku ingin menebus kesalahanku di masa lalu, Bayu..."

Budi pun mengisahkan seluruh perjalanan hidupnya. Bagaimana kemalasannya dulu menyebabkan istrinya pergi dan hampir bercerai darinya. Betapa ia dulu begitu menjadi beban bagi Rani yang harus bekerja keras untuk menghidupi keluarga seorang diri. Hingga akhirnya Budi memutuskan untuk berubah dan memulai semuanya dari awal sebagai permohonan maaf pada Rani.

Bayu dan rekan-rekan lain yang mendengarkan cerita Budi di warung itu terdiam tertegun. Mereka seperti baru menyadari ada kisah perjuangan yang begitu besar di balik semangat kerja Budi selama ini.

"Wow...aku benar-benar salut padamu, Bud! Tidak semua laki-laki mau mengakui kesalahannya dan berusaha memperbaiki diri sekuat itu," puji Bayu tulus.

Budi tersenyum getir, "Meski begini, aku masih merasa belum cukup untuk menebus perlakuanku pada Rani dulu."

"Setidaknya kau sudah berada di jalan yang benar sekarang," Bayu menepuk pundak Budi, "Teruslah seperti ini, semangat kerjamu akan membuahkan hasil nanti. Siapa tahu Rani akan kembali melihat perubahan positifmu."

Mendengar perkataan Bayu, semangat Budi seperti membara kembali. Benar kata rekannya itu, selama dia berada di jalan yang benar, perubahan positif pasti akan datang cepat atau lambat. Tak ada hal lain yang bisa membuatnya berhenti berusaha selain terus berlari dalam tekadnya mengembalikan Rani ke sisinya kelak.

Budi kembali bekerja dengan semangat menggebu yang tak pernah pudar. Para rekan kerjanya bahkan harus mengakui kehebatan semangatnya itu. Meski pekerjaan sebagai kuli kasar ini sungguh menguras tenaga, namun alasan Budi untuk bertahan adalah sebuah tekad mulia yang pantas diperjuangkan habis-habisan.

Semangat Budi dalam pekerjaannya sebagai kuli bangunan tak kunjung surut. Bahkan terlihat semakin membara seiring berjalannya waktu. Tekadnya untuk berubah total dari seorang pemalas menjadi pekerja keras separuh hidupnya, terus menjadi pendorongnya untuk bertahan dalam pekerjaan yang begitu menguras tenaga.

Tak jarang para rekan sekerjanya dibuat takjub melihat semangatnya yang tak pernah kendor itu. Meski berbalut keringat dan debu yang melekat di sekujur tubuh, ada sinar pantang menyerah yang terpancar dari wajah lelahnya setiap kali bekerja.

"Hei Bud, istirahat dulu dong! Nanti kau kecapaian," teriak Bayu, yang sudah menjadi akrab dengannya.

Budi menoleh sekilas lalu menggeleng, "Tidak usah, Bayu. Aku masih kuat kok!"

Bayu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Budi kembali mengangkut material bangunan dengan semangat yang berlebihan itu. Lelaki itu benar-benar seperti kesurupan oleh tekad untuk berubah dari jerat kemelaratan nya di masa lalu.

Di sisi lain, dengan semangat kerja yang luar biasa, Budi sering kali tidak sadar telah mendorong dirinya sendiri melampaui batas kemampuan fisiknya. Beberapa kali ia harus tersungkur dan jatuh pingsan di lokasi proyek akibat kelelahan yang berlebihan. Namun jangankan hal itu mematahkan semangatnya, justru kejadian-kejadian itulah yang semakin membuatnya bangkit dan ingin lebih berjuang lagi.

"Inilah resikonya jika aku masih ingin bermalas-malasan seperti dulu, Ran. Aku harus menghadapi semua ini sampai tuntas," gumam Budi seorang diri setelah siuman dari pingsannya beberapa waktu lalu.

Rasa sakit, lelah dan pengorbanan yang ia rasakan kini dianggapnya sebagai hukuman setimpal atas dosa-dosa di masa lalunya. Hari demi hari dilalui bagaikan penebusan dosa panjangnya bagi Rani. Tak ada yang mampu menghentikannya, selama tekad untuk berubah masih membara dalam jiwanya.

Di penghujung hari setelah lelah bekerja sekuat tenaga, Budi biasa menghabiskan waktunya seorang diri di rumahnya dulu. Menatap foto pernikahannya dengan Rani yang terpajang di dinding, membayangkan wajah istrinya seolah berbicara dan memberi dukungan untuknya terus berjuang seperti ini.

"Lihat aku sekarang, Ran...aku sudah berusaha berubah seperti yang kau inginkan. Tapi apakah ini semua sudah cukup untuk menebusnya?" gumam Budi sembari mengusap foto itu dengan jari-jarinya yang penuh luka lecet.

Tubuh lelahnya seakan kembali mendapat setruman energi kala membayangkan Rani dan masa depan cerah yang akan mereka jalani bersama suatu hari nanti. Demi mewujudkan itu, Budi rela menempuh pekerjaan seberat apa pun yang sanggup dilakukannya sekarang ini.

Budi kembali terlelap dengan mimpi indahnya untuk segera mendapatkan kepercayaan Rani dan membahagiakannya seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami sejati. Jeritan pekerjaan menguras tenaga tak lagi menjadi beban berat dalam hidupnya selama motivasi besarnya untuk berubah tetap terjaga di sanubarinya.

1
HRN_18
🔥🔥🔥🔥
Diamond
Jalan ceritanya keren abis.
Oralie
Author, kapan mau update lagi nih?
HRN_18: sabar ,😩
total 1 replies
SugaredLamp 007
Menghanyutkan banget.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!