Memiliki Kakak tiri dengan segudang pesonanya membuat Neira berperang dengan perasaannya.!
Bagaimana bisa Neira harus menahan dirinya untuk tidak menyukai Kakak tirinya dengan semua perhatian yang dia dapatkan juga semua perlakuan manis darinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Encha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam
Neira tersenyum menatap dirinya di depan cermin besar, cantik satu kata yang berhasil lolos dari bibir mungilnya.
dengan balutan gaun berwarna pink dengan krah model sabrina yang menampilkan punggung putih mulusnya.
rambut yang sengaja dia curly dengan poni lurus semakin menampakkan wajah cantik nan imutnya.
Tok,,
Tok,,
"Neira sayang, kamu sudah siap?"
"Iya Mam"
Neira menyambar slim bag miliknya dan berjalan keluar.
Widia tersenyum menatap putrinya yang sangat cantik, padahal jika di lihat kecantikan Neira itu tidak lain karena turunan darinya.
"Anak Mama cantik banget."
"Ye,, Mama ngasal.
Neira cantik juga karena Mama cantik dong. Lagian masih tetep cantikan Mama. Apalagi mau ketemu kekasih." Goda Neira membuat Widia menggeleng.
Jika di lihat,
Diantara mereka tidak terlihat seperti ibu dan anak, melainkan terlihat seperti Kakak - adik karena memang keduanya sama-sama cantik.
"Ya udah yuk." Ajak Widia dan Neira mengangguk.
Mereka berjalan turun dengan Mang Wawan yang sudah siap menunggu di depan rumah.
Sama halnya dengan Almer yang telah siap dengan jas abu-abu nya.
Dia menunggu Gevan yang belum terlihat keluar kamar.
"Ge, kamu sudah siap?"
Gevan membuka pintu kamarnya, dia pun memakai jas berwarna Navy dengan di padukan celana jeans hitam tampak terlihat sangat serasi.
"Gevan pakai motor sendiri Pa."
"Ya sudah, kita ketemu di Restoran Papa."
Gevan mengangguk dan mereka berjalan keluar.
Sesampainya di Restoran tempat mereka bertemu, Devan memarkirkan motornya tidak jauh dari mobil Almer.
Terlihat juga mobil Widia yang sudah terparkir di sana.
"Gevan ke Toilet dulu Pa."
"Oke, papa masuk kamu tau kan ruangannya."
Gevan mengangguk dan mereka berpisah di depan pintu masuk.
Beberapa pelayan langsung menunduk saat melihat sang pemilik Restoran datang.
Almer bukan hanya pengusaha properti dia pun mulai mengembangkan bisnisnya di restoran juga Hotel. Dan semuanya berjalan lancar bahkan sangat berkembang pesat.
"Maaf Saya terlambat."
Neira yang tengah mengobrol bersama Widia pun lantas menoleh.
Senyuman Almer terukir di wajah tampannya, walaupun usianya yang sudah tidak muda namun wajahnya tetap terlihat tampan dan mempesona.
"Kita juga baru sampai Mas" Ucap Widia tersenyum.
"Sayang, kenalin ini Om Almer."
Neira tersenyum dan mengecup tangan Almer.
"Neira Om."
"Halo Neira, akhirnya Om bisa ketemu langsung sama kamu Sayang."
Neira menatap Widia yang tampak tersenyum dan mengusap lengannya.
"Mama kamu sudah banyak cerita soal kamu sama Om." Lanjut Almer yang seakan tau kebingungan Neira.
"Mama."
"Maaf sayang."
Almer terkekeh.
Dia bisa melihat bagaimana Neira saat ini.
"Pa"
Ketiganya lantas menoleh saat mendengar suara seseorang.
Gevan berdiri di samping Almer.
"Ge, kenalin ini Tante Widia dan juga Neira." Ucap Almer.
Gevan menoleh, matanya menatap perempuan yang hampir dia tabrak malam itu.
"Gevan Tante." Ucap Gevan mencium punggung tangan Widia.
"Neira Kak." Ucap Neira saat Gevan menatapnya.
"Gevan."
"Semua sudah kumpul jadi kita langsung makan saja." Ucap Almer yang langsung memanggil pramuniaga restoran dan langsung menyajikan makanan yang memang sebelumnya Almer sudah memesannya.
Gevan terdiam dengan sesekali menatap Neira, terlintas di otaknya saat mereka pertama bertemu. Di sana Neira tampak kacau dengan air mata yang terus mengalir namun malam ini Neira tampak selalu tersenyum dan juga sangat cantik.
"Mama semua ini,- Ucap Neira saat melihat beberapa makan kesukaannya tersaji di sana.
"Om Almer sengaja siapin semua untuk kamu Sayang."
"Makasih Om, tapi Kok Om bisa tau kalau Nei suka semua ini."
"Mama kamu cerita semuanya, dan Kamu juga tidak bisa makan pedas karena kamu ada magh juga kamu alergi seafood bukan?" Ucap Almer tersenyum.
"Eum,,"
Neira tersenyum membuat Widia juga Almer ikuta tersenyum melihatnya. Berbeda dengan Gevan yang terlihat biasa dengan wajah datarnya.
"Kita makan saja, ayo Neira kamu boleh habiskan semuanya atau mau nambah juga boleh."
"Mana muat perut Nei Om,."
Almer terkekeh dan mereka menikmati makan malam mereka dengan seseorang terdengar obrolan kecil. Walaupun sebenarnya lebih banyak obrolan antara Almer dengan Neira.
Bahkan Gevan hanya menjadi pendengar setia di sana.
Hingga makan berlangsung lama.
Neira yang merasa bosan pun meminta ijin untuk keluar dan berjalan di area taman Restoran.
Dia pun duduk di salah satu kursi taman dengan menatap bintang di langit. Bulan dan bintang yang menyinari malam sungguh begitu indah.
"Lo setuju dengan pernikahan mereka."
Deg.!
Neira menoleh, terlihat Gevan berdiri di belakangnya.
"K- kak Gevan." Gugup Neira karena menatap wajah dingin Gevan.
Gevan berjalan mendekat dan duduk di samping Neira.
Neira terdiam, dia menunduk dengan memainkan jarinya.
"Kenapa diam." Lanjut Gevan saat Neira tidak menjawabnya.
"Lo setuju dengan Pernikahan Mereka?" Ulang Gevan dengan kembali menatap Neira yang semakin dibuat takut dengan tatapan tajam Gevan.
Ralat sebenarnya bukan tatapan tajam seperti tidak menyukainya namun memang tatapan Gevan memang seperti itu tajam bak silet.
"A-aku hanya mau melihat Mama bahagia."
"Jadi lo setuju?"
Neira mengangguk.
Gevan terdiam dan menatap langit.
"Apa Kak Gevan tidak setuju?" Ucap Neira hati-hati karena tidak mau menyinggung nya.
Gevan menghela napasnya.
"Kalau gue gak setuju gak mungkin gue ikut makam malam."
Neira mengangguk dan kembali menatap langit.
"Lo masih sekolah?"
"Masih Kak"
"Kelas berapa?*
"12 "
Gevan kembali mengangguk.
Hening kembali tanpa adanya lagi obrolan di sana.
Baik Gevan ataupun Neira terdiam dengan pikirannya masing-masing.
Hingga dering ponsel Gevan memecahkan keheningan, Gevan terlihat mengambil ponselnya dan menjawab telepon yang entah dari siapa .
"Ya"
"Ge, Lo dimana? Lo jadi kan mau ke Markas?"
"Hm"
"Udah pada nunggu soalnya nih, kita mau bahas Ospek lusa kan.?"
"30 menit."
Gevan menutup telponnya dan kembali menatap lurus.
Neira tampak terdiam. Apa laki-laki di samping nya ini memang irit bicara atau malas bicara. Kenapa tidak ada ucapan panjang yang keluar dari mulutnya.
Dia bakal jadi Kakak gue nantinya.
Gimana dong, dingin banget sifatnya kaya kulkas.
"Kenapa" Ucap Gevan menoleh.
Neira menggeleng dan kembali menatap lurus bahkan sesekali mengayunkan kedua kakinya.
"Oya Kak, ini Restoran Om Almer ya."
"Hm"
"Bagus banget, makannya juga enak."
Gevan hanya diam tanpa menjawabnya.
"Kalo Kakak kuliah dimana?"
"Ganesha"
"Waw seriusan, aku juga pengin kuliah di sana tapi aku ragu."
Gevan menoleh menatap Neira yang tampak diam.
"Kenapa?"
"Secara itu kampus terkenal dengan mahasiswa pintarnya, aku jadi minder."
"Oh"
Gevan yang ber oh ria mendengar ucapan Neira.
Neira menautkan kedua alisnya mendengar jawaban yang keluar dari mulut Gevan.
Apa dia tidak bisa sedikit saja bicara panjang atau paling tidak membuatnya semangat untuk bisa masuk Kampus itu.
semangat untuk karya novel lainya dan ehem jangan Lupa thor EXTRA PARTNYA YAA