NovelToon NovelToon
Memiliki Bayi Bersama Pria Yang Kubenci

Memiliki Bayi Bersama Pria Yang Kubenci

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / Single Mom / Nikah Kontrak / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:7.8k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Jenar dan Gena bertemu di Pantai Pangandaran. Mereka sedang terluka hatinya dan saling menyembuhkan satu sama lain. Namun di hari terakhir Gena mendengar pembicaraan Jenar dan sahabatnya di telepon. Jenar mengatakan bahwa Ia hany mengisi hatinya dan tidak menganggap serius. Gena sakit hati karena Ia menyukai Jenar. Pergi tanpa mengatakan apapun. Jenar merasa juga dibodohi Gena. Lalu memang takdir tak bisa ditolak, Kakak mereka jodoh satu sama lain dan akan menikah mereka diperkenalkan sebulan sebelum pernikahan sebagai calon ipar. Walaupun saling membenci, mereka tahu bahwa ini demi kebahagian Kakak yang mereka sayangi. Berpura-pura tidak saling mengenal. Tanpa berkata apapun. Sembilan bulan kemudian saat musibah terjadi, saat Kakak mereka kecelakaan dan meninggalkan seorang bayi. Mereka mau tidak mau harus bersama, mengurus keponakan mereka. Dan saat itulah cinta mereka bersemi kembali. Apakah ini sebuah takdir dengan akhir bahagia atau hanya luka lama yang terbuka lagi? -You Never Know What Happen Next-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 - Kebahagian Masing-Masing

“Calon istrinya Mas Hanif lanjutin kuliah di luar negri. Jadi, pernikahan mereka ketunda, deh.”

Kalimat itu terngiang-ngiang di kepala Jenar. Mereka mengobrol tentang Hanif sampai lupa waktu. Jadilah sekarang Jenar baru pulang pukul tujuh malam. Jenar benar-benar gelisah. Kalau ia tahu tadi bertemu Hana akan membuat pikirannya tambah gelisah, lebih baik ia tolak ajakan perempuan itu.

Turun dari mobil, Jenar pun melangkah ke dalam rumah. Ketika membuka pintu, sosok Gena langsung menyambutnya dengan tatapan galak.

“Dari mana kamu?”

Dingin, datar, tegas. Ekspresi Gena seolah menjelaskan bahwa lelaki itu sedang marah padanya. Hal itu membuat Jenar menekukkan wajah, merasa bersalah.

“Maaf, tadi aku sempatin ketemu Hana dulu. Kami ngobrol sampai lupa waktu. Sekali lagi maaf.”

Melihat Jenar ketakutan membuat Gena melunakkan tatapannya. Ia menarik napas untuk menyabarkan diri, kemudian menyentuh bahu Jenar lembut. Niat marah-marahnya berubah jadi bentuk perhatian. Ia rangkul bahu Jenar, ia bawa tante dari keponakannya itu menuju sofa ruang tamu.

“Lain kali, kalau ada apa-apa tuh kabarin. Aku tau kamu pengen ketemu temen-temen kamu. Aku nggak larang. Tapi, kasih tau aku. Biar aku nggak panik nungguin kamu,” intonasi suara Gena terdengar pelan dan lembut.

Jenar mengangkat wajahnya, menatap Gena dengan sorot menyesal. Ah, ini gara-gara Hana yang kalau menjulid tidak tahu waktu, ia jadi kena imbasnya. Jenar tahu ia salah di sini karena melupakan Jihan.

“Aku janji enggak akan ulangin,” kata Jenar.

“Ya udah, kamu udah makan?”

Jenar menggeleng. Tadi mereka hanya memesan minum dan cemilan. Bukan makanan berat. “Belum.”

“Kalau gitu kamu makan sekarang biar nggak sakit perut. Tadi aku beli pizza. Tinggal panasin aja di microwave.”

“Makasih, ya.”

“Sama-sama.”

Mereka lantas saling tatap. Jenar teringat ucapan Hana tentang perlakuan Gena padanya dulu yang menganggapnya sebatas mainan.

Begitu juga dengan Gena. Ucapan Fadlan ada benarnya. Dulu, Jenar menganggapnya pelarian dan sebatas hiburan belaka.

Mereka tidak mau jatuh untuk kedua kalinya.

Tidak mau ada interaksi yang lebih dari sekedar perihal mengurus Jihan, Jenar pun akhirnya bangkit dari sofa dan pergi ke kamar, meninggalkan Gena yang juga sadar sikapnya pada Jenar sedikit ‘berlebihan’. Padahal ia sendiri yang memutuskan menjaga jarak. Tapi ... kenapa ia begitu perhatian pada wanita tersebut?

Sulit mengontrol diri jika itu menyangkut Jenar. Sekuat apa pun menghindar, dia seolah punya daya tarik yang bisa bikin gue nggak pergi dari dia. Bahkan selalu ingin dekat dan terus dekat. Apa ... sebenarnya gue masih suka sama dia? Atau malah udah jatuh cinta?

Malam itu, Jihan mengalami demam. Bayi itu terus menangis dan tidak bisa ditenangkan. Dibujuk susu tidak mau, digendong pun juga tidak mau. Jihan terus rewel hingga membuat Jenar terpaksa memanggil Gena untuk datang ke kamarnya.

Mereka pun menidurkan Jihan bersama-sama. Ternyata Jihan anteng ditimang-timang Gena. Jenar merasa sedikit cemburu karena Jihan lebih dekat padahal lelaki itu ketimbang dirinya.

Melihat Gena menidurkan Jihan membuat Jenar tersipu. Ketampanan lelaki itu seolah bertambah berkali-kali lipat saat menidurkan bayi. Sudah cocok jadi ayah dan suami siaga. Lho, kenapa tiba-tiba Jenar berpikir ke sana?!

Jenar berdeham sambil melempar pandangannya ke arah lain. Degup jantungnya jadi tidak beraturan.

“Akhirnya dia tidur juga,” ujar Gena lembut.

Lelaki itu menaruh kembali Jihan ke atas ranjang. Jenar masih berdiri di tempat seraya memerhatikan seluruh gerak gerik Gena. Tidak ada yang ia lewatkan. Makin ditatap, makin merona pula pipi Jenar.

“Udah tenang. Aku keluar dulu kalau gitu.”

Gena pamit. Detik itu juga sesuatu dalam diri Jenar membuatnya ingin akan kehadiran Gena di sini. Ia tidak mengerti rasa apa yang menyelimuti dadanya. Hanya saja, Jenar ingin Gena di sini, bersamanya. Malam ini saja....

“Gena,” panggil Jenar seraya memegang tangan Gena dengan sorot memelas.

“Hm?” Gena mengedip bingung.

“Malam ini ... tidur di sini, ya?” Jenar mengatakan itu malu-malu.

“Ya?”

“Tidur di sini,” katanya mengulangi. “Aku takut nggak bisa handle Jihan sendiri. Butuh kamu,” lanjutnya.

Sungguh berani Jenar mengatakan itu. Ia sembunyikan urat malunya. Ah soal malu, selama ini Jenar bahkan malu-maluin. Jadi ... terobos sajalah!

Gayung bersambut, kata berjawab. Akhirnya Gena mengangguk mengiyakan. “Oke...”

Jenar mengulum senyum. Yang jelas, hatinya senang karena Gena menuruti ucapannya.

Ia pun merangkak naik ke atas kasur menyusul Gena. Mereka membiarkan Jihan berada di tengah-tengah. Tatapan mereka tertuju ke Jihan, akan tetapi tangan mereka sama-sama mendarat di perut Jihan. Tubuh Jenar mengerjap kaku saat perlahan tangan Gena berpindah ke atas punggung tangannya.

Rasanya sangat hangat dan lembut hingga ia enggan menarik tangannya.

Demi apa pun, ini lebih nyaman dibanding kebersamaan mereka dulu. Jenar bahagia di dekat Gena, sekaligus takut dalam satu waktu.

Ia takut ucapan Hana menjadi nyata, yaitu .... ia jatuh kedua kalinya pada Gena.

“Soal orang tua asuh tadi, aku rasa kamu ada benarnya. Aku tadi kebawa emosi dan enggak dengarin pendapat kamu dulu. Aku ambil kesimpulan semauku. Maaf ya.”

Gena memulai pembicaraan. Posisi mereka yang saat ini terhalang Jihan membuat keduanya tidak leluasa. Akhirnya, Jenar berinisiatif pindah ke space kosong di pinggir ranjang, tepat di belakang Gena. Lelaki itu langsung memutar badannya menghadap Jenar. Mereka kembali bertatapan.

“Maaf, aku takut kita berisik dan bangunin dia lagi,” bisik Jenar.

“Gapapa,” sahut Gena.

Menatap wajah Jenar membuat tangan Gena terangkat mengelus wajah itu. Sudah ia tahan-tahan tapi tidak bisa. Wajah itu terlalu cantik untuk dianggurkan.

“Gimana tadi?”

“Oh iya. Aku pikir ucapan kamu ada benarnya. Kita butuh pihak ketiga untuk merawat Jihan. Kita punya kesibukan masing-masing. Jadi ya memang Jihan nggak akan terurus dengan baik,” ujar Gena.

“Kamu yakin ngomong gini?” Jenar mengerucutkan bibir.

“Ya gimana lagi? Aku gak nemu titik tengah permasalahan ini. Mungkin kita titip Jihan sampai salah satu di antara kita menikah.”

Deg! Jantung Jenar mencelus mendengarnya. Salah satu di antara mereka menikah? Gena sudah memikirkan ke sana, kah? Jenar merasakan perubahan suasana hatinya. Terasa capek dan sedih entah apa sebabnya.

“Kamu ... akan menikah?” Jenar bertanya pelan. Suaranya nyaris tak terdengar.

“Kita pasti akan menikah suatu hari nanti kan? Kamu atau aku, pasti punya niat berkeluarga,” jawab Gena realistis.

Jenar termangu. Benar yang diucapkan Gena. Tapi, membayangkan lelaki itu memilih perempuan lain juga membuat Jenar merasa tidak rela.

“Ya, kamu benar. Kita pasti menemukan pasangan masing-masing,” sahut Jenar.

Hening.

Tampaknya pembahasan pernikahan ini bukan cuma membuat Jenar sedih, melainkan Gena pun ikut-ikutan merasa tidak nyaman.

“Oke. Besok ... aku mulai nyari orang tua asuh buat Jihan. Yang bisa dipercaya,” Jenar kembali bersuara setelah terjadi keheningan cukup lama di antara mereka.

“Jelang dapat orang tua asuh, kita kerja sama dulu. Oke? Kita harus kompak jagain Jihan. Setidaknya bikin kenangan indah dengan dia.”

Harusnya mereka sama-sama lega telah menemukan titik tengah. Tapi yang terjadi, mereka malah galau sendiri mengingat akan berpisah dari Jihan.

“Aku pasti bakal kangen sama Jihan.”

“Aku juga....”

Mereka sama-sama rindu Jihan, tapi batin mereka berkata lain. Seolah-olah yang takut berpisah adalah mereka sendiri .....

1
Wirda Wati
😇😇😇😇😇😇
Wirda Wati
😭😭😭😭😭😭
Wirda Wati
semoga mereka bersatu
Nur Adam
lnjur
Wirda Wati
😂😂😂😂
Wirda Wati
nikah aja Jenar sama gena kan aman
Wirda Wati
cari baby siter aja....dan pembantu
Wirda Wati
🥰🥰🥰🥰
Wirda Wati
😂😂😂😂😂😂
Wirda Wati
senang dg ceritamu thort
Wirda Wati
semoga baik baik saja
Wirda Wati
😂😂😂😂
Wirda Wati
ya kamu juga sih ngomongnya sembarangan.
hanya mengisi kekosongan dan move on.
siapun pasti kesal dengarnya.
Wirda Wati
sebenarnya mereka serasiii...
Wirda Wati
cepat kali....
cinta atau obsesi
😇😇😇
Wirda Wati
cinta kilat namanya😂
Wirda Wati
semoga hubungan mereka berkelanjutan..
Wirda Wati
kereeen thort
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!