"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 04
Elena terpaku, di lihatnya pria gagah itu keluar dari kendaraan roda empat yang sering ia lihat setiap hari kini mulai menghampiri dirinya.
"Sedang apa bapak berada di sini? bapak mengikuti saya?"
Belum sempat laki- laki itu mendekat, Elena sudah memberondong pertanyaan yang menyudutkan, membuat langkah kaki berbalut pantofel hitam itu terhenti.
"Kau sendiri sedang apa di sini? berdiri mengenaskan seperti patung jalanan."
Sindiran Erick begitu tajam terdengar membuat kuping Elena panas seketika, terlebih hatinya yang kini sedang rapuh ibarat luka menganga yang di siram oleh air cuka membuatnya semakin perih terasa. Padahal kata-kata cibiran seperti itu sudah sering ia dengar ribuan kali selama ia bekerja dengan pria yang di juluki Mr. Perfeksionis itu.
Akhirnya pertahanan Elena runtuh, tangisnya pecah dengan isakan kencang yang mengiringi, persetan jika Erick nanti akan mengejeknya wanita cengeng, ia benar-benar di ambang batas kesabaran kali ini, sakit hatinya karena Vicky mengabaikannya begitu saja telah membuat hatinya remuk redam. Ia yang selalu terlihat profesional di depan sang atasan kini tak lebih dari seekor anak kucing yang merengek.
Erick membuang nafas panjang, pria berbadan kekar itu lantas mendekat mensejajarkan dirinya dengan gadis yang hanya setinggi dadanya itu, lalu spontan saja ia menarik lembut kepala Elena untuk merebahkannya di dada bidangnya.
Elena tentu sedikit terkejut, sekujur tubuhnya meremang namun kesedihan yang melanda membuat ia kembali melanjutkan tangisnya.
Selama ini ia selalu di kenal dengan image gadis kuat, independen woman kini telah memperlihatkan sisi lemahnya yang selama ini ia sembunyikan. Elena merasa nyaman ketika Erick mengusap lembut pucuk kepala nya, membuat ia semakin menjadi mencurahkan segala lara di hatinya lewat air mata yang semakin deras turun.
Erick menatap menerawang ke atas langit, sebenarnya bukan tanpa alasan ia bisa ada di sini. Kebenaran nya ia sudah mengikuti langkah Elena sejak gadis itu berada di cafe seorang diri yang sepertinya sedang menunggu seseorang.
Erick yang melihatnya hanya bisa mengamati dari kaca mobil yang terparkir di selasar cafe itu, Erick sudah tahu Elena akan menemui kekasihnya oleh sebab itulah Erick membututi nya dan itu bukan tanpa alasan. Hanya satu, karena Erick mencemaskan gadis itu.
Apakah itu cinta? Erick tak pernah tahu, namun satu hal yang pasti, Erick tak akan pernah meninggalkan Elena seorang diri, saat tahu Elena adalah gadis dari masa lalunya, pemilik separuh hatinya kini,tak akan pernah Erick lepaskan dari jangkauannya, dan akan memiliki Elena sepenuhnya adalah tekadnya saat ini.
"Sebenarnya apa kesalahan saya? kenapa saya tak pernah beruntung dalam hal keluarga bahkan percintaan?" Elena semakin tergugu, di remat nya kemeja Erick yang sudah basah oleh air mata.
Sementara Erick hanya bergeming, bukan tak mampu untuk menjawab pertanyaan gadis itu hanya saja ia tak memiliki kata-kata yang tepat.
Erick yang selalu melekat dengan image bos killer, cuek, tak pernah basa-basi dan selalu to the point, mana bisa untuk menghibur hati seorang wanita lewat perkataan manis. Jadi yang hanya bisa ia lakukan saat ini adalah dengan pelukan dan tepukan hangat untuk menenangkan gadis itu.
Cukup lama mereka berdiri di sisian jalan, Erick membiarkan Elena benar-benar menyelesaikan tangisnya hingga gadis itu tersadar dan menarik diri darinya.
Kewarasan kembali mengambil alih, Elena tersentak ketika sadar telah lancang menangis di dada bidang atasannya, Elena memekik tertahan. Maafkan saya pak, jadi mengotori baju bapak." lirihnya pelan, namun wajah Erick terlihat biasa-biasa saja bahkan terkesan datar.
"Ada yang harus saya tunjukkan padamu," ujar pria itu.
Elena yang tertunduk sambil mengusap pipinya yang basah, mendongak demi menatap wajah yang kini terlihat mengeras itu.
Tanpa menunggu lama, Erick mencekal tangan Elena menuntunnya hingga memasuki mobil, Elena yang masih mencoba mencerna situasi hanya diam seperti anak kecil, mengikuti langkah laki-laki itu.
***
Di dalam mobil, barulah Elena tersadar ia menengok ke segala arah lalu berakhir menatap Erick yang mulai menyalakan mesin mobil.
"Kita mau kemana pak?"
Namun pertanyaan Elena seperti menggantung di udara, tak ada yang menjawab karena Erick tetap bergeming dengan wajah tertekuk dalam.
Dan keheranan kembali merajai hati Elena tak kala sadar jika Erick sedang mengendarai mobil nya sendiri, padahal ia sangat tahu bosnya itu paling anti membawa kendaraan nya sendiri, Erick akan selalu memerintahkan bawahannya untuk mengendarai mobil karena pria itu tak mau sama sekali menyentuh mesin mobil.
"Pak, bapak bawa mobil sendiri?" akhirnya rasa penasaran itu berujung menjadi sebuah pertanyaan, namun lagi, Erick tak menghiraukannya sama sekali, pria berkulit kuning langsat itu tetap fokus menatap ke depan dengan mengendarai mobil yang mulai membelah jalan di malam yang semakin dingin terasa ini.
***
Mobil terhenti di sebuah bangunan megah yang menjulang tinggi di pekatnya malam yang di hiasi rembulan terang, Erick keluar lebih dahulu di susul Elena yang semakin bingung dengan tindakan bos tirani nya ini.
Elena terpekik ketika ia sedang berada di mana mereka kini. Tempat ini, sebuah klub malam, untuk apa Erick membawanya kemari.
"Pak, kenapa bapak membawa saya kemari? ini ... ini sebuah club?" terbata Elena berkata, dalam hati ia memiliki firasat tak enak.
Sebagai pengusaha yang di segani seantero negeri bahkan nama Erick Davidson sudah melanglang buana di kerajaan bisnis dunia, Elena sangat tahu tuannya ini paling anti berkunjung ke tempat yang akan membuat nama besarnya tercoreng, tapi apa ini?
"Ada yang harus saya tunjukkan padamu," kata Erick setelah beberapa saat hening.
Otak Elena ngeblank, ia hanya diam sementara Erick mulai menggamit tangannya lalu mengajak nya masuk ke dalam club.
Setibanya di dalam suara musik jazz yang menggaung keras langsung menyapa indera pendengaran mereka, lampu kelap-kelip yang berwarna warni membuat suasana yang temaram namun sangat berisik, banyak wanita bergaun seksi bahkan kurang bahan hilir mudik menjajakan diri pada para pria berkantong tebal yang haus akan kenikmatan dunia.
Sementara mereka melirik kedua insani itu dengan tatapan keheranan, bagaimana tidak hanya kostum Erick dan Elena saja yang berbeda di sini, nampak sekali mereka terlihat asing di tempat itu.
Wajah Erick tampak serius terlihat lalu laki-laki itu kembali menarik tangan Elena mengajaknya menusuri bagian belakang yang mana terdapat lorong yang masing-masing memiliki kamar dengan pintu yang berbeda-beda. Melewati para pasangan yang tak tahu malunya sedang bercumbu bahkan beradegan errotis di tembok.
Di sinilah tempat biasanya para pria akan menuntaskan hassrat dengan kupu-kupu malam yang sudah mereka bayar.
Elena di buat mengerut dahi, kenapa tuannya ini mengajaknya ke tempat penuh nista ini? tidak mungkin kan karena penolakan nya Erick sampai berbuat nekat? pikiran-pikiran buruk itu terus meraung di kepala Elena seiring dengan langkah mereka yang semakin lebar.
Lalu di saat cahaya lampu semakin redup terlihat, Erick menghentikan langkah di depan sebuah pintu di ikuti Elena yang terlonjak.
"Pak, mau apa bapak bawa saya kesini?" perasaan sedih yang semula merajai kini terganti dengan panik yang mulai menghinggapi.
"Jangan berpikiran negatif dulu." celah Erick membuat Elena terdiam.
"Bukalah pintu ini, dan kau akan mengetahui rahasia besar yang kekasih mu tutupi selama ini."