sekian tahun Tasya mencintai suaminya, selalu menerima apa adanya, tanpa ada seorang anak. bertahun-tahun hidup dengan suaminya menerima kekurangan Tasya tapi apa yang dia lihat penghianatan dari suami yang di percaya selama ini..
apakah Tasya sanggup untuk menjalankan rumah tangga ini...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon neng_yanrie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
"Aku ingin bercerai." ucap Tasya begitu saja.
Radit tertawa tidak percaya. "Gak usah aneh-aneh. Rumah tangga itu ada saja masalahnya, jangan dikit-dikit bilang ingin cerai."
"Apa selama ini kamu pernah denger kata itu dari mulutku?"
timpal Tasya yang serius.
Radit terdiam menghentikan tawanya, ia menangkap sesuatu yang serius sudah terjadi.
"Ada apa?" tanya Radit.
Tasya menjatuhkan wajah di meja, menatap minuman coklat panasnya yang tinggal setengah. Kemudian kembali mengangkat wajah dan melihat ke arah Radit.
"Devan berselingkuh dan kini selingkuhannya sedang hamil, dia tinggal bersama kami."
"Bagaimana bisa?" kaget Radit mendengarnya.
Tasya mulai bercerita dari awal kecurigaannya sampai semalam ia semakin yakin. Ia pun menceritakan tentang Devan yang belum tahu tentang hal ini. Mengetahui ke perselingkuhannya.
"Aku tidak ingin gegabah, Dit. Aku tidak sebodoh itu, dan aku tidak akan membiarkan siapa pun yang sudah bermain-main dengan perasaanku."
"Apa rencana mu?" tanya Radit.
"Yang pertama aku ingin mengamankan seluruh aset, aku tidak ingin pasangan itu menikmati segala kekayaanku,. Kamu tahu kan, rad. kemewahan yang Devan dapatkan sekarang adalah karena perusahaan ayah ku." Radit mengangguk.
"Aku akan mengambil alih perusahaan, aku bersumpah akan melihat mereka menggelandang di jalanan."
Untuk pertama kalinya Radit melihat amarah begitu dalam di mata sahabatnya.
"Lalu apa yang bisa aku bantu?"
Tasya menghela napas panjang. Semenjak menikah, ia memang nyaris tidak terlalu update dengan kondisi dunia luar. Semua kebutuhannya selalu di siapkan oleh Devan.
"Antar aku cari CCTV."
Radit mengangguk. Tidak lama setelah menghabiskan secangkir coklat panas, keduanya beranjak meninggalkan tempat ini, menggunakan mobil Tasya, mereka pun berlalu.
Bukan hal yang sulit hanya untuk sebuah CCTV bagi Radit, mereka pun segera mendapatkannya. Setelah itu Tasya pun meminta untuk diantarkan pada seorang pengacara untuk berkonsultasi tentang masalah perceraiannya.
Sepanjang jalan Tasya hanya terdiam, memandang lurus ke depan tanpa banyak kata. Sebagai seorang sahabat yang sudah puluhan tahun bersamanya hati Radit teriris, tidak menyangka orang yang sangat baik ini mendapatkan jalan hidup seperti ini. Radit pun belum pernah melihat Tasya se-hancur ini.
"Kamu sudah makan?" tanya Radit memecah keheningan.
Tasya menoleh lalu menggeleng pelan.
"Nanti saja, aku belum lapar."
"Jangan di tunda, nanti asam lambung kamu *****."
Tasya tidak menjawab dan menyandarkan diri mencari posisi yang nyaman.
*****
.
.
.
Setelah dua hari Tasya baru kembali ke rumah yang ada di kawasan puncak, ia memutuskan untuk tidur di rumah meski kenyataannya ia pun tidak bisa tidur memikirkan masalah rumah tangganya, penghianatan yang di berikan oleh Devan begitu dalam.
Sesampainya di rumah kawasan puncak Tasya turun dari mobilnya, melangkah menuju teras rumah. Mengetuk pintu berkali-kali tanpa ada jawaban, setelah beberapa menit pintu di buka.
ceklek..
Devan menyambutnya dari balik pintu dengan senyuman. Tapi Tasya lebih melihatnya sebagai seringai iblis yang menjijikan berkedok malaikat.
"Asalamualaikum, Mas" sapa Tasya yang ramah.
"Waalaikumsalam, Sayang." jawab Devan menyambut istrinya dengan pelukan.
Tasya sebenarnya merasa jijik dengan pelukan yang di berikan suaminya, Tasya harus menerimanya agar Devan tidak curiga. Yang sudah mengetahui kebusukannya. Tasya melapaskan pelukannya.
"Aku istirahat dulu di kamar ya, mas. Rasanya kepalaku pusing." sambil melangkah ke kamarnya.
"Aku buatkan teh hangat ya." menawarkan minuman pada Tasya.
"Tidak usah, Mas."
Tasya berlalu meninggalkan Devan yang mematung di situ, Tasya melangkah menuju ke kamarnya.
ceklek...
Pintu berwarna putih ia buka perlahan, melangkah menuju ranjang dan naik ke atas membaringkan tubuhnya yang merasa lelah mengendarai mobilnya sendiri. Ia harus mencari cara agar Devan dan Sintia keluar dari rumah, sehingga ia bisa memasang CCTV yang sudah ia beli bersama Radit.
Ia ingin, saat waktunya semua terbongkar, mereka melihat langsung lewat layar yang besar bagaimana dua manusia laknat itu bergumul dan membuat mereka malu semalu-malunya, tanpa bisa berkutik.
Tapi di satu sisi Tasya tidak yakin orang-orang seperti mereka memiliki rasa malu, ia memejamkan mata, berharap bisa terlelap sebentar saja, kekecewaannya membuat semuanya mulai tidak beraturan.
.
.
.
*T**ega kamu, Mas. menyakiti perasaan ku, membalas kebaikanku dengan penghianatan yang kau berikan padaku, Mas*...
