Kisah seorang wanita yang mencari kebahagiaan setelah perceraian.
Kara Gantari seorang gadis yang menikah dengan Adi Saputro karena permintaan sang kakek disertai ancaman tidak akan mendapatkan warisan. Setahun kemudian Kara diceraikan oleh Adi karena sudah mendapatkan warisannya.
Pertemuannya dengan seorang CEO yang gesrek, pecinta dangdut, melokal luar dalam, membuat Kara pusing tujuh keliling tapi Rayden adalah pria yang sangat memuja Kara. Kehidupan keduanya pun diuji dengan tragedi.
Apakah Kara dan Rayden akan menemukan kebahagiaannya?
Cerita ini murni halu milik author
Follow Ig ku di hana_reeves_nt
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diterima Kerja
Suara ponsel membuat Kara menoleh dari acara setrika bajunya dan meletakkan setrikaan di tempatnya dan tampak nomor asing disana. Dengan sedikit berdebar, Kara menerima panggilannya.
"Halo, selamat pagi" sapanya.
"Selamat pagi. Apakah benar ini nomor nona Kara Gantari?" suara wanita disana terdengar ramah.
"Iya betul, saya sendiri. Maaf ini dari mana?"
"Saya Sophia, yang kemarin mewawancarai anda di hotel Star. Apakah anda bisa datang kemari pukul dua siang untuk membicarakan kontrak kerja?"
Kara tersenyum bahagia. "Kalau boleh tahu, saya ditempatkan dimana ya Bu?" Kara teringat karena dia memasukkan lowongan sebagai administrasi dan resepsionis.
"Anda di bagian administrasi, nona Kara. Jam dua siang saya tunggu ya."
"Baik Bu Sophia. Terimakasih."
Kara melonjak bahagia bisa bekerja lagi dan di bagian yang dia sukai. "Alhamdulillah!"
***
Sebuah mobil Innova hitam terparkir di dekat rumah sederhana Kara dan di dalamnya tampak pria bermanik abu-abu yang tiga hari lalu berdebat dengan Kara. Pria itu menunggu di kursi tengah bersama dengan asisten dan sopirnya yang duduk di kursi depan.
Tak lama sebuah ojek online pun menghampiri ke rumah Kara dimana gadis itu sudah menunggu di teras rumahnya bahkan ketika naik motornya, Kara sempat melambaikan tangannya kepada tetangganya.
"Ikuti motor itu, Jake" perintah pria itu.
"Baik tuan."
***
Kara tiba di hotel Star dan segera masuk setelah membayar ojek onlinenya yang masih tetap diikuti oleh mobil Innova hitam itu. Pria bermanik abu-abu itu mengerenyitkan dahinya. Ke Hotel? Ngapain?
Pria itu melihat tadi bagaimana baju yang dikenakan Kara berupa blazer dan celana panjang serta kemeja bewarna krem. Bukan baju mahal tapi masih tampak baik. Apa dia sudah beralih profesi demi mendapatkan uang? Janda mah bebas!
Pikiran pria itu traveling kemana-mana karena baginya, wanita dengan status janda datang ke hotel itu ngapain kalau bukan menjadi escort dalam artian miring. Astaga! Ini masih jam dua siang? Mau ngapain? Olahraga siang?
Jadi setelah berpisah dari Adi, kamu memilih menjadi ini karena butuh uang?
Jake memandang bossnya dari spion yang tampak bergumam sendiri dengan kata-kata tidak jelas hanya bisa melengos sembari melirik Rafli, sopir di sebelahnya.
Boss mah bebas!
***
Kara masuk ke ruangan Sophia yang sudah menunggunya.
"Selamat siang Bu Sophia" sapa Kara ramah.
"Siang. Mari masuk nona Kara" balas Sophia.
Kara pun duduk di hadapan wanita berusia empat puluhan itu.
"Begini nona Kara, setelah kami seleksi dari para kandidat yang masuk, kami dari pihak HRD dan Manajemen menilai bahwa anda yang diterima disini."
"Alhamdulillah" bisik Kara. "Jadi kapan saya mulai bekerja Bu Sophia?"
"Besok pagi jam delapan, nona Kara sudah harus hadir disini, di ruangan saya."
"Saya harus melakukan apa Bu?"
"Menjadi asisten saya karena asisten saya yang lama resign karena melahirkan." Sophia menatap dalam ke mata coklat Kara. "Saya sama dengan anda, nona Kara. Kita sama-sama single mother namun bedanya saya memiliki anak, sedangkan anda tidak."
Kara melongo. "Maksud ibu?"
"Saya juga janda sama dengan kamu, hanya saja suami saya sudah meninggal dan sekarang saya tinggal bersama dengan putra tunggal saya yang duduk di bangku SMP" senyum Sophia. "Jadi, sebagai sesama janda, kita harus saling mendukung." gelaknya.
"Ya Allah Bu" kekeh Kara. Sophia lalu memberikan klausul kontrak untuk Kara yang dibaca seksama oleh gadis itu dan setelahnya dia menandatangani kontrak kerjanya.
"Besok pagi ya nona Kara. Jangan terlambat." Sophia lalu menyimpan klausul kontrak Kara di map.
Kara mengangguk. "Baik Bu."
***
Pria itu melihat Kara keluar dari lobby hotel dengan wajah sumringah lalu mengetik sesuatu lalu menunggu. Tak lama seorang ojek online pun menghampiri lalu keduanya keluar hotel dan lagi-lagi Rafli diperintahkan untuk mengikuti gadis itu.
Pria tampan itu melihat jam tangan mewahnya. Hanya lima belas menit? Dapat apa cuma lima belas menit?
"Tuan, rupanya nona Kara diterima kerja di hotel Star sebagai admistrasi" lapor Jake.
"Darimana kamu tahu?"
"Barusan nona Kara memperbaharui akun LinkedIn nya" jawab Jake sambil memberikan ponselnya.
Pria itu menepuk jidatnya dan tertawa terbahak-bahak. Astagaaaaa! Otakku memang harus dicuci pakai Bleach supaya bersih!
Rupanya aku salah sangka padamu Kara. Entah kenapa mendengar Kara bekerja benar di hotel membuat hatinya lega.
Mobil Innova hitam itu masih mengikuti Kara dari jarak yang tidak mencurigakan dan mereka pun melihat gadis itu pulang ke rumahnya.
"Kita kemana lagi tuan?" tanya Jake.
"Pulang ke kantor."
***
Kara mulai menyiapkan baju-baju lamanya yang dulu dipakai saat masih bekerja di perusahaan percetakan. Dirinya bahagia bisa bekerja lagi jadi uang dari Adi tidak dia utak-atik.
Suara ketukan di pintu rumahnya membuat gadis itu mengerenyitkan dahinya. Dilihatnya jam dinding yang menunjukkan pukul tujuh malam. Tidak terlalu malam kalau bertamu sih.
Kara pun melihat dari balik jendela guna mengetahui siapa yang datang dan betapa terkejutnya dia ketika melihat bekas pembantu rumah tangga di rumah Adi datang ke rumahnya.
Kara bergegas membuka pintu dan melihat bik Ijah membawa banyak kotak kardus di bawah kakinya.
"Bik Ijah? Ada apa malam-malam kemari? Ini kotak kardus apa?" tanya Kara bingung melihat pembantu yang selalu baik dengan dirinya.
"Non Kara, bibik tinggal sini ya?" pinta wanita paruh baya itu. Kara terkejut mendengar ucapan bik Ijah.
"Ayo masuk dulu bik, silahkan duduk."
Bik Ijah pun duduk di sofa lama Kara.
"Minum dulu bik" ucap Kara sambil menyerahkan air mineral dalam kemasan gelas yang memang dia sediakan di meja tamu.
Bik Ijah pun menurut, memasukkan sedotan dan meminumnya hingga hampir setengahnya.
"Gimana bik? Itu kardus-kardus apa?" tanya Kara.
"Itu kardus-kardus berisikan baju dan sepatu nona yang diberikan almarhum nyonya besar. Nona kan meninggalkan semua, lalu tuan Adi menyuruh diberikan kepada panti asuhan dan panti jompo tapi saya tidak tega non. Lalu ketika saya membereskan, saya mendengar kalau kekasih tuan Adi akan tinggal di rumah itu." Bik Ijah terisak. "Saya tidak mau tinggal di sana non. Hati saya tidak tega, rumah milik tuan besar dipakai maksiat sama tuan Adi."
Kara mengusap tangan bik Ijah.
"Makanya saya memilih kemari saja sembari membawa baju dan sepatu nona. Saya sudah bilang ke tuan Adi kalau mau pulang kampung tapi saya memilih tinggal dengan nona Kara."
Kara terenyuh mendengar ucapan wanita itu.
"Bik, bibik boleh tinggal sini. Idep-idep Nemani saya tapi saya tidak bisa gaji bibik."
"Tidak usah mikir gaji saya non, saya juga punya tabungan toh saya ya sendiri jadi adalah pegangan. Yang penting saya tinggal sama non Kara saja sudah Alhamdulillah."
"Ya sudah, rumah ini cuma dua bik, nanti bibik tidur di bekas kamar saya ya."
Bik Ijah tersenyum. "Terimakasih non Kara."
"Ya udah, yuk kita bawa kotak-kotaknya."
***
Yuhuuu Up Siang Yaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️