NovelToon NovelToon
Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Chaotic Enigma : Leveling Reincarnation

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Iblis / Epik Petualangan / Perperangan / Solo Leveling
Popularitas:312
Nilai: 5
Nama Author: Adam Erlangga

Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.

Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.

Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.

Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.

Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 21

Di dalam kamar, Rudy terbaring di atas kasur empuk, matanya setengah terpejam menikmati kenyamanan yang luar biasa. Kasur itu terasa begitu lembut, seolah menempel di tubuhnya.

"Kasur ini sangat nyaman sekali… Aah, aku tidak bisa berdiri lagi, sepertinya ada magnet di kasur ini," gumam Rudy sambil tersenyum lemah, tangannya menyentuh kasur seolah takut melepaskannya.

Tiba-tiba, Emma keluar dari kamar mandi, tubuhnya dibungkus handuk yang menempel lembut di kulitnya. "Apa kau menikmatinya.?" tanyanya sambil mengangkat alis, matanya berbinar nakal.

"He. Emma.? Apa yang kau lakukan, gunakan pakaianmu!" Saut Rudy dengan wajah memerah, buru-buru menutup matanya dan mundur sedikit.

"Kau bahkan pernah melihatku telanjang, kenapa kau bersikap seperti itu.?" Jawab Emma sambil tersenyum manis, langkahnya mantap mendekat.

"Tapi situasinya berbeda, Emma… Aku takut sesuatu sedang menegakkan keadilan," Rudy menggaruk kepalanya, wajahnya menunjukkan panik sekaligus bingung.

"Emm, apa maksudmu…?" Tanya Emma sambil mencondongkan badan, matanya tajam menatap Rudy.

"Ah, jangan kesini, dia pasti akan menegakkan keadilan!" Rudy mundur beberapa langkah, tubuhnya gemetar sedikit, ekspresi ketakutan muncul di wajahnya.

Emma tertawa kecil, lalu tersenyum. "Baiklah. Sekarang giliranmu. Mandilah dan bersihkan tubuhmu yang bau itu," katanya sambil menepuk bahu Rudy dengan lembut.

"Ah, baik," jawab Rudy sambil menghela napas panjang. Ia pun berdiri dari kasur dan masuk ke kamar mandi, langkahnya ragu-ragu tapi penuh rasa lega.

"Kau lucu sekali, Rudy," kata Emma sambil tersenyum manis, matanya menyorot Rudy penuh kasih sayang.

"He.? Apa yang kau bilang.?" Tanya Rudy bingung, alis terangkat.

"Tidak, tidak apa-apa," jawab Emma sambil tersenyum tipis dan menoleh ke arah lain, bibirnya melengkung lembut.

 

Malam pun tiba. Rudy dan Emma duduk di Bar Makan, menunggu Marco dan Lilia. Lampu bar yang hangat memantul di wajah mereka, menciptakan suasana santai.

"Mereka lama sekali, aku sudah tidak sabar menunggu, aku makan dulu Emma," kata Rudy sambil tersenyum tipis, mengambil sendok dengan mata berbinar lapar.

"Ah, makanlah," kata Emma sambil tersenyum lembut, tangannya menopang dagu, menikmati suasana baru malam yang tenang.

Di sisi lain, pengunjung bar sibuk membicarakan acara siang tadi. Suara mereka bercampur riuh, tapi ada rasa kagum dan cemas di dalamnya.

"Aku yakin, benteng ini pasti selamat dari serangan hewan iblis," kata seorang pengunjung dengan wajah serius.

"Ah, mereka sudah membentuk pasukan ekspedisi yang kuat. Aku juga yakin hewan iblis di luar sana pasti dibantai habis," kata pengunjung lain sambil mengangguk mantap, bibirnya tersenyum tipis.

"Akademi Rousen benar-benar menciptakan murid yang berbakat," kata pengunjung sambil tersenyum kagum, matanya bersinar.

"Aku ingin sekali mendaftarkan anakku besok," kata pengunjung lain sambil bersemangat, wajahnya penuh antisipasi.

"Apa pendaftaran Akademi sudah dibuka?" Tanya pengunjung dengan alis terangkat, penasaran.

"Besok sudah resmi dibuka, sebaiknya kau juga mendaftarkan putramu," jawab pengunjung lainnya sambil tersenyum lembut.

 

"Apa kau sudah memutuskan untuk pergi ke akademi, Rudy.?" Tanya Emma sambil menatap Rudy, matanya berbinar dan penuh harap.

"Ah, aku ingin pergi mendaftar," jawab Rudy sambil tersenyum malu, menunduk sebentar, pipinya memerah.

"Baiklah, besok kita daftarkan Marco dan Lilia juga," kata Emma sambil mengangguk mantap, aura percaya diri terpancar dari tubuhnya.

"Di mana tempat Akademi Rousen itu.?" Tanya Rudy penasaran.

"Yang pasti itu ada di ibu kota, jaraknya sekitar satu tahun jika berjalan kaki dari sini. Biasanya setiap kota mempunyai kendaraan khusus seperti ikan terbang," jawab Emma, matanya berbinar penuh informasi.

"Hem, benda apa itu.? Apa seperti pesawat.?" Tanya Rudy dengan alis terangkat, matanya menyipit penasaran.

"Mungkin seperti itu. Orang-orang memberinya nama ikan terbang. Pelabuhannya ada di pusat kota," jawab Emma sambil tersenyum lebar.

"Baiklah, kau atur semuanya, Emma," kata Rudy sambil mengangguk lega, meletakkan sendoknya.

"Serahkan padaku," jawab Emma sambil tersenyum penuh percaya diri.

 

Marco datang dengan langkah santai. "Hai teman-teman, apa kalian menunggu lama?" Tanya Marco dengan wajah ceria.

"Cepat makanlah, lalu tidurlah. Besok kita akan mendaftarkan diri masuk ke Akademi," kata Rudy sambil tersenyum tipis, mengambil gigitan terakhir dari makanannya.

"Hoo, akhirnya kau memutuskan untuk pergi ke Akademi," kata Marco sambil mengangkat alis.

"Kita perlu belajar di sana. Aku juga masih belum tahu apa-apa tentang dunia ini," kata Rudy sambil mengangguk serius.

"Apa kau meremehkan Emma.?" Tanya Marco sambil menatap Rudy curiga.

"Bukan, bukan itu maksudku," jawab Rudy sambil tersipu, wajahnya terlihat gugup.

Lilia tiba-tiba muncul. "Justru Emma lah guru terbaik kita, Rudy," kata Lilia sambil tersenyum hangat.

"Aku bisa memberikan informasi apapun tentang dunia ini. Apa kau lupa tentang itu, Rudy.?" Kata Emma.

"Emma, aku hanya ingin membaur dengan manusia. Justru tempat Akademi sangat cocok untuk kita," jawab Rudy sambil menghela napas lega.

"Hm, baiklah. Pertanyaannya adalah, apakah kita masih bisa mendaftar dengan umur yang sekarang.?" Tanya Lilia.

"Apa ada batasan umur.?" Tanya Rudy sambil menatap Emma penasaran.

"Umumnya anak-anak bersekolah saat mereka masih umur 5 tahun. Mereka belajar dari dasar ilmu pengetahuan, yaitu membaca dan menulis. Apa kalian bisa membaca?" Tanya Emma sambil menatap tajam, ekspresinya serius.

"Eh.? Apa bahasa di dunia ini berbeda, Emma.?" Tanya Rudy dengan wajah bingung.

"Tidak, kau sudah bisa membaca dan menulis. Aku sekarang bertanya kenapa Marco dan Lilia," jawab Emma serius.

"Kalau aku bisa membaca dan menulis," saut Marco sambil tersenyum percaya diri.

"Aku juga sama," kata Lilia sambil mengangguk mantap.

"Kalau begitu aman. Besok akan aku urus semuanya, jadi tunggulah di sini," kata Emma.

"Baik," saut Rudy sambil tersenyum lega.

 

Pagi hari pun tiba di hari selanjutnya, Rudy, Marco, dan Lilia sudah duduk di Bar Makan, menunggu Emma yang masih mengurus pendaftaran mereka di Akademi. Lampu Bar yang hangat menyoroti meja kayu, aroma makanan bercampur dengan hiruk-pikuk pengunjung yang mengobrol.

"Pagi semua," kata Rudy sambil tersenyum lelah tapi lega, matanya menatap makanan yang tersaji di depan.

"Ini sudah hampir siang, bahkan kau tidur sangat lama," ujar Marco sambil mengangkat alis

"Tumben sekali kau datang terlambat," sahut Lilia sambil menepuk meja.

"Makanlah Rudy, ini makanan yang Emma pesan untukmu," kata Marco sambil menunjuk piring yang sudah tersedia.

"Baik. Apa Emma belum kembali?" Tanya Rudy sambil mengambil sendok, matanya menatap ke arah pintu bar dengan sedikit khawatir.

"Mungkin masih antri, semua orang ingin mendaftarkan diri ke Akademi," jawab Marco.

"Apa sebaiknya kita jalan-jalan sebentar.?" Tanya Rudy dengan nada antusias.

"Itu ide bagus Rudy, aku juga merasa bosan di sini," sahut Marco sambil mengangguk mantap,

"Aku habiskan makanan ini dulu, setelah itu kita pergi keluar," kata Rudy sambil mengunyah dengan cepat.

 

Beberapa saat kemudian, mereka keluar dari bar. Rudy memimpin langkah, mata menatap hiruk-pikuk kota yang ramai. Jalanan dipenuhi penduduk, sebagian menatap ke arah kerumunan yang terbentuk di kejauhan.

"Apa yang terjadi di sana?" Tanya Marco sambil menyipitkan mata, ekspresi penasaran.

"Sebaiknya kita lihat," jawab Lilia.

Mereka bertiga mendekat ke kerumunan orang yang tampak bersemangat, berdesakan dan bersuara riuh.

"Ehm, ternyata rombongan calon kesatria," kata Rudy sambil menunjuk ke arah barisan yang bergerak keluar dari gerbang benteng.

"Mau kemana mereka?" Tanya Marco dengan alis terangkat, wajahnya campur penasaran dan cemas.

"Aku juga ingin tahu," jawab Rudy sambil melangkah lebih dekat.

"Rombongan itu akan pergi berburu hewan iblis di luar benteng." kata salah satu warga disana dengan bangga.

"Mereka berangkat dengan jumlah sebanyak itu? Terlalu banyak," kata Rudy sambil mengernyit.

"Apa kau tidak pernah keluar benteng? Justru jumlah mereka terlalu sedikit untuk memburu hewan iblis," ujar seorang warga dengan nada serius, wajahnya tegang, tangan menunjuk ke barisan.

"Tapi itu sangat berlebihan, jumlah mereka mungkin sekitar 10 ribu orang kan.? Aku jadi bingung, mereka pergi berperang atau berburu?" Rudy menatap Marco dan Lilia, alisnya terangkat kaget.

"Huh, diam lah bocah, kau tidak mengerti apa-apa tentang hewan iblis di luar sana. Hewan iblis sekarang jumlahnya sangat banyak, dan mereka semua semakin kuat. Bahkan kawanan mereka sangat dekat dengan benteng, itu sangat mengkhawatirkan," kata warga itu sambil menggeleng.

"Ho, jadi seperti itu," gumam Rudy sambil berpura-pura mengangguk.

"Kau lihat sendiri, dengan adanya calon kesatria perang di sana, harapan kota selatan jadi lebih aman. Kau harus tahu itu, bocah," suara warga itu terdengar tegas, menatap Rudy dengan serius.

"Mereka semua akan mati di sana," gumam Marco lirih, wajahnya tegang dan alisnya mengerut.

"Apa yang kau bilang barusan?" teriak warga itu sambil menoleh.

"Diamlah Marco," Rudy menarik tubuh Marco perlahan, wajahnya cemas tapi mencoba menenangkan situasi.

"Ah, hehe. Maaf Tuan, temanku hanya khawatir saja," Rudy tersenyum canggung.

"Apa kau tidak percaya dengan kekuatan mereka? Bahkan sang Putri Raja turun tangan sendiri di sana," kata warga sambil menunjuk ke arah barisan yang semakin menjauh, ekspresinya serius tapi tegas.

"Aku yakin mereka semua baik-baik saja," Rudy menenangkan diri, wajahnya serius tapi berusaha tetap tenang, menarik Marco dan Lilia menjauh dari kerumunan.

 

"Apa yang kau bilang Rudy.? mereka semua akan mati dengan kekuatan seperti itu, tidak ada yang baik-baik saja." kata Marco sambil menatap Rudy,

"Aku tau itu." Saut Rudy sambil menatap Marco dengan mata terbuka lebar.

"Rudy, mungkin kau belum pernah menjelajah area di sekitar sana. Aku bertemu dengan hewan iblis Rank AA, bahkan ada juga hewan iblis Rank S," jawab Lilia dengan nada serius.

"Apa itu benar?" Tanya Rudy sambil mundur sedikit, wajahnya tercengang.

"Aku sudah membunuh mereka semua, tapi aku tidak tahu jika masih ada yang lainnya di sana," kata Lilia sambil menghela napas.

"Alasan aku lama berburu saat itu adalah, aku bertemu kawanan hewan iblis Rank S, dan jumlah mereka sangat banyak. Mungkin sekitar ribuan hewan iblis di tingkat itu," kata Marco sambil menatap jauh ke arah barisan.

Rudy pun terkejut dan menelan ludah, matanya melebar, wajahnya tampak pucat. "Jadi mereka hanya mengantarkan nyawa…?" gumamnya lirih,

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!