Rose dijual.
Bukan dalam arti harfiah, tapi begitulah rasanya ketika ayahnya menyerahkannya begitu saja pada pria terkaya di kota kecil mereka. Tuan Lucas Morreti, pria misterius dengan gelar mengerikan, suami dari seratus wanita.
Demi menutup hutang dan skandal, sang ayah menyerahkan Rose tanpa tanya, tanpa suara.
Ia dijemput paksa, dibawa ke rumah besar layaknya istana. Tapi Rose bukan gadis penurut. Ia arogan, keras kepala, dan terlalu berani untuk sekadar diam. Diam-diam, ia menyusup ke area terlarang demi melihat rupa suami yang katanya haus wanita itu.
Namun bukan pria tua buncit yang ia temui, melainkan sosok tampan dengan mata dingin yang tak bisa ditebak. Yang lebih aneh lagi, Tuan Morreti tak pernah menemuinya. Tak menyentuhnya. Bahkan tak menganggapnya ada.
Yang datang hanya sepucuk surat:
"Apakah Anda ingin diceraikan hari ini, Nona Ros?"
Apa sebenarnya motif pria ini, menikahi seratus satu wanita hanya untuk menceraikan mereka satu per satu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GazBiya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di Jual dimeja transaksi
"Kalian menjualku?"
"Bukan menjual! Menyelamatkan keluarga kita, Rose!"
Rose membanting gelas di meja.
Prenk!!
Pecah. Air bening membasahi laporan keuangan yang berserakan.
"Rose!" bentak ibuknya. Ayah hanya menunduk menyembunyikan sesuatu.
"Jadi ini cara kalian menyelamatkan keluarga? Menukar anak perempuan kalian dengan uang, pada pria tua gila itu?!" Suara Rose meninggi.
Ayahnya mengangkat wajah. Mata itu, dulu Rose percaya padanya. Kini ia hanya melihat sosok pengecut yang menjual anaknya untuk menambal kebangkrutan.
"Lucas Morreti bukan orang sembarangan, dia bisa menyelamatkan kita semua dari kehancuran..."
"Dengan menikahiku?Hahaha..." Rose tertawa getir, matanya berkaca-kaca, hatinya remuk. "Kalian bahkan tidak meminta persetujuanku!"
Ibuknya mencoba memeluk, tapi Rose menepisnya kasar.
Sett!
Tatapan tajam penuh kemarahan. Nafasnya terbakar. Dadanya sesak, bukan karena tangis, melainkan karena amarah.
"Kami tak punya pilihan..." Ibuk mulai menurunkan nada bicara, sambil memasanga ekspresi lemah penuh harap. Jika orang lain yang melihat, pasti akan mengira wanita ini tulus dan baik. akan tetapi tida untuk Rose, yang sudah melihat wajah aslinya.
"Benarkah? Lalu anak kesayangan ibuk, apa gunanya dia hidup? dia bahkan tidak pernah membantu ayah. Kenapa tidak menjual dia saja? Dia tidak pernah melakukan apapun, kecuali minta uang untuk judi?"
"Rose! tutup mulutmu!" bentak ibuknya.
PLAK!!
Kepalan tangan tak terasa melayang dan mendarat di pipi Rose. Ayah membelalak, bukan karena kasian pada anak gadisnya, tapi karena dia akan di jemput sebentar lagi untuk dinikahkan.
Rose berlari ke kamarnya.
"Apa kau gila?" bentak tuan Radit. Istrinya segera menunduk takut.
"Mereka sebentar lagi datang untuk menjemputnya. Dan kau malah memp4r pipinya?"
"Aku tidak kuat mendengar ocehannya."
"Harusnya tahan saja, toh sebentar lagi dia pergi!" dumel pria tua itu, duduk dengan kening mengekerut memikirkan alasan, jika nanti tuan Hose datang dan bertanya.
Benar saja, belum kering mulut dari ucapan tadi. Suara pintu diketuk terdengar nyaring, membuat jantungnya bertabuh.
Dua pria berbadan besar berdiri mendampingi pria tua dengan kaca mata. Tatapan tajam, dengan senyum kecil. "Dimana pengantin wanita nya? kami tak bisa berlama-lama."
"Hhh! se-sebentar, akan saya panggilkan!" sambut tuan Radit melirik istrinya. Wanita itu segera berlari menuju lantai dua.
Tok!
Tok!
Tok!
"Rose! ibuk minta maaf, bisakan keluar sebentar!" bujuknya bernada lembut.
Di dalam kamar, Rose berdiri membelakangi pintu, mengenakan hoodie hitam, tas kecil tersampir dibahu. Ditangan tergenggam untaian sprei yang diikat sambung. Membuka jendela lebar, hingga langit malam nampak hitam pekat.
Angin dingin sedikit mengusik, dimana dia akan tidur malam ini? pikrinya. Namun tekad terlalu bulat, yang pneting sekarang pergi dulu. Sisanya urusan nanti.
"Aku tidak akan menyerahkan hidupku pada mereka, enak saja! ini nyawaku, tubuhku. Lalu mereka menjualnya hanya karena bangkrut. Itu tidak akan pernah terjadi!" gerutu Rose, sambil mengikat keras ujung sprei pada kaki ranjang kayu.
Tak berpikir lagi, ia mulai memannjat jendela dan turun bergelayun di sprei yang menggantung.
BUGH!
BUGH!
"Rose! buka pintunya!" teriakan ibuk masih terdengar jelas. Jantung Rose berpacu, semakin semangat tak ingin menoleh lagi. Namun sebelum kakinya menyentuh tanah, kain sprei itu sudah habis tak bisa di pegang lagi.
BRACK!!
Kakak laki-lakinya, Sebastian. Dengan sekuat tenaga ia mendobrak pintu kamar itu. Ibuk membelalak, melihat Rose tidak ada di kamar. Segera berlari menuju jendela yang terbuka.
"Anak durhaka! kau akan membuat ibuk malu!" teriakan itu menggema, memecah keheningan malam yang belum begitu larut.
Di ujun jalan, di samping pohon rindang seorang pria duduk santai di dalam mobil mewahnya. Mendengarkan sesuatu dari balik benda kecil dikuping. Dengan serius.
Namun teriakan ibuknya Rose, dan kain sprei putih yang menjuntai panjang, menarik perhatainnya. Segera ia melepaskan benda kecil itu. Memakai topeng penutup muka, matel panjang menangkal dingin, lalu keluar untuk menolong orang yang menggelantung hampir jatuh.
"Ambilkan ibuk pis4u! lebih baik dia cedera, dari pada kabur dan mambuat malu keluarga," teriaknya, pada Sebasntiain yang hanya ketawa memperhatikan tingkah adiknya.
Benar saja, tanpa belas kasihan ibuk memotong sprei. Tawa Sebastian menggelegar, Rose panik tapi jarak ke tanah masih tiga setengah meter lagi, "ini terlalul tinggi untuk lompat," pikirnya.
Pis4u tajam itu mengiris kain usang. Helaan napas tindakan terakhir membuat wanita tua itu lega.
"Hhh! Rasakan, itulah tulah dari durhaka. Kakinya pat4h tidak masalah, yang penting mahkotanya masih utuh." ocehnya, melempar pis4u ke atas kasur, berlari keluar untuk mengejar Rose.
SREK!!
Pangkal sprei sobek. Rose terjun menuju tanah dengan tumpukan batu dibawah sana.
"Aaakhhh!!" jeritnya panik, melayang pasrah.
KHAP!
Tiba-tiba, sebuah tangan kekar menangkapnya. Jantung Rose seolah akan copot, segera ia melirik orang asing itu. Semuanya serba hitam. Mata Rose membelalak, bahkan wajah nya hitam semua. Selain aroma parfum yang enak, tidak ada hal lain yang bisa dilihat.
Ia meletakan Rose dengan hati-hati.
"Apa kau monster hutan?" tanya Rose. Menahan tangannya. Pria itu berhenti, namun terus membelakangi.
"Aku mohon selamatakan aku! bawa aku kehutan, bawa aku dari sini! kemana saja__selamatkan aku! Aku akan jadi pelayanmu, seumur hidup!" rayunya dengan penuh harapan.
Bersambung!