Sejumlah muslimah berjilbab didera berbagai permasalahan pelik yang menyerang pilihan jalan mereka untuk berhijab.
Barada, Rina Viona, dan para personel Geng Bintang Tujuh, dituntut memecahkan masalah rumit yang mereka hadapi, termasuk masalah percintaan.
Lalu bagaimana cara mereka bertahan dalam balutan jilbabnya yang harus menghadapi tantangan perkembangan zaman yang semakin terbuka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Keluarga Haji Luttu
*Masnaini Muslimah Rekayasa*
Serigala Gua angkat tangan kanannya yang membuat Mira menghentikan penjelasannya.
“Silakan, Serigala,” kata Mira mempersilakan.
“Bagaimana mungkin Jenderal Bagas tidak terlibat sedangkan dia memiliki kunci terhadap data rahasia itu?” tanya Serigala Gua.
“Jenderal Bagas adalah salah satu tokoh penting dalam organisasi Peti Kemas. Namun, ia tidak setuju dengan Operasi Cuci Putih. Meski tidak mau terlibat dalam operasi, dia memiliki sandi rahasia untuk masuk ke data Operasi Cuci Putih,” jawab Mira.
“Bagaimana dengan pemegang sandi lainnya selain Jenderal Bagas?” tanya Tetua Darah Naga setelah mengangkat tangan kanan tanda ingin bertanya.
“Pemegang kebijakan Operasi Cuci Putih terdiri dari para pemimpin di Peti Kemas. Jenderal Bagas adalah satu-satunya pemimpin asal Indonesia. Jadi pemegang kunci lainnya adalah para pemimpin Peti Kemas dari negara-negara Barat. Jadi, peluang kita hanya Jenderal Bagas,” jawab Mira.
Kali ini Nury yang mengangkat tangan.
“Apakah tidak ada jalan dari pihak-pihak pemilik awal rencana bisnis ini atau dari ulama-ulama yang ditargetkan?”
“Pemilik rencana kerja sama ini adalah para pengusaha Muslim Indonesia, tapi mereka tidak tahu bahwa mereka akan ditargetkan. Namun, ada beberapa pengkhianat di tubuh jaringan mereka yang membocorkan rencana itu kepada pengusaha Barat dan Tiongkok. Para pengkhianat ini pun tidak tahu tentang Operasi Cuci Putih. Karenanya, peluang terbesar untuk mencegah operasi ini adalah mencuri dari Jenderal Bagas. Kita tidak boleh adu peluru dengan Jenderal Bagas, sehingga kita tidak mungking langsung menyerangnya atau menyusup ke kerajaannya untuk mendapatkan sandi Operasi Cuci Putih,” jawab Mira.
Ia kemudian berhenti bicara lalu mengganti gambar di layar dengan gambar lain, yaitu gambar seorang gadis cantik dan pemuda tampan yang masih sangat muda. Kemudian Mira melanjutkan penjelasannya.
“Yang cantik bernama Marlina, putri semata wayang Jenderal Bagas. Ia kelas 12A di SMA Gemas dan menekuni bidang Paskibra. Yang tampan adalah Uno Morel, akrab dipanggil Norel. Adik angkat Marlina di kelas 11A. Norel adalah vokalis Triple Band dan sedang menjadi idola baru sebagai penyanyi pendatang baru. Dua orang ini yang akan menjadi saluran akses kita untuk mengunci Jenderal Bagas dan memaksanya memberikan sandi itu tanpa sadar. Masnaini yang bertugas membuka akses itu. Peluang lebih besar ada pada Marlina, sebab dia adalah anak kandung semata wayang Jenderal Bagas. Selain itu, kita akan mendompleng kerja Jawara Emas jika operasi mereka terlihat oleh kita. Ada dua orang pengawal yang ditugaskan menjaga keamanan Marlina dan Norel, yaitu Rendy dan Sinta.”
Mira menunjukkan gambar seorang gadis dan pemuda yang lain. Keduanya tidak lain adalah Rendy dan Sinta.
“Keduanya turut disekolahkan di SMA Gemas, satu kelas dengan Marlina. Namun, keduanya lebih sering mendampingi Marlina. Keamanannya lebih prioritas. Lebih rinci teknis dalam mendekati Marlina dan Norel akan kita bahas dalam keluarga Haji Luttu.”
Selanjutnya Mira kembali mengganti gambar di layar. Gambar seorang pria tampan berkaca mata hitam. Potongan rambutnya bergaya bintang hiburan Korea Selatan.
“Capung Malam dari Tim Ksatria Rabat akan memimpin pemantauan dan pengumpulan informasi untuk kelancaran misi Masnaini ini!” kata Mira.
“Siap!” sahut pemuda tampan bernama Capung Malam.
“Gabungan tim Ksatria Damaskus dan Baghdad akan jadi tim sergap tikus yang dipimpin oleh Nury Pelangi!” kata Mira sambil menunjukkan gambar Nury di layar besar.
“Siap!” jawab Nury patuh.
“Gabungan tim Ksatria Bangkok dan Dhaka akan menjadi tim jalanan yang akan dipimpin oleh Gada Perkasa!” kata Mira sambil menunjukkan gambar seorang pria berbadan besar tapi berperut gendut.
“Siap!” sahut pria besar berusia 45 tahun yang duduk di sebelah kiri Tetua Darah Naga.
“Untuk komunikasi selama misi, berpusat ke Peri Data. Hal itu kita lakukan untuk menghindari penyadapan dan sabotase di udara. Untuk pengaturan misi dalam harian, keluarga Haji Luttu akan rapat setiap makan malam keluarga. Demikian, terima kasih!”
Mira lalu kembali ke kursinya. Lampu ruangan kembali ia nyalakan sehingga wajah-wajah mereka kembali jelas terlihat.
Barada angkat tangan kanan.
“Ya!” ucap Kumbang memberi izin kepada Barada.
“Bagaimana jika saya ketahuan?” tanya Barada.
“Kamu nanti akan masuk ke SMA Gemas atas rekomendasi Kapolda Metro Jaya. Jika kamu ketahuan, kamu tetap tidak akan membawa nama Tentara Ilusi. Tidak perlu khawatir, Mira akan membimbingmu lebih rinci!” jawab Kumbang.
Setelah hari itu, mulai keesokannya, tidak ada lagi yang bernama Barada, tapi yang ada adalah Masnaini. Tidak ada lagi yang bernama Mira, tapi yang ada adalah Nahira. Demikian pula yang lainnya yang mendapat peran sebagai bagian dari keluarga Haji Luttu si pengusaha emas sukses.
Haji Luttu, Nahira, Masnaini, Daeng Tanre, Munirah, dan Dodit benar-benar menjalani hari demi hari sebagai sebuah keluarga kaya yang membeli sebuah rumah mewah dan mereka pindah ke rumah itu di sebuah kompleks.
Haji Luttu tidak hanya melapor ke Ketua RT sebagai warga baru, tapi juga ke Ketua RW. Dua hari setelah pindah ke rumah baru, mereka pun mengundang tetangga-tetangga sekitar dan para pekerja kompleks untuk menghadiri acara makan-makan atau syukuran. Beberapa tetangganya bahkan adalah pengusaha etnis Tionghoa.
Nahira benar-benar menjadi seorang ibu rumah tangga yang sangat sibuk di hari-hari awal. Bahkan ia rela memakai jilbab untuk mengimbangi peran Masnaini yang tetap tampil berjilbab. Sementara Daeng Tanre sebagai kakeknya Masnaini lebih banyak duduk di kursi memperhatikan kesibukan keluarganya. Munirah kini tampil sebagai pembantu yang begitu tawadu, sedikit-sedikit berjalan membungkuk di depan tuan dan nyonyanya, termasuk jika lewat di depan tamu. Dodit sibuk membenarkan dan merapikan sana dan sini mengikuti perintah Haji Luttu yang hanya berdiri memperhatikan kondisi rumah sambil selalu memegang ponsel mahalnya.
Masnaini pun sibuk menciptakan dunia barunya sebagai anak orang kaya. Ia menata sendiri kamarnya. Sebuah poster penyanyi bernama Norel ia tempel di dinding kamarnya. Ia pun pergi berbelanja beberapa set pakaian muslimah yang mahal, diantar menggunakan sedan putih mewah yang disetiri oleh Dodit.
Di hari liburnya sebelum sekolah, Masnaini mendapat tugas untuk melakukan amal sosial dengan menyantuni anak-anak jalanan di beberapa lampu merah. Hal itu ia lakukan beberapa kali bersama Dodit. Masnaini datang ke sebuah lampu merah dengan mambawa semobil bingkisan untuk anak-anak jalanan.
Hingga suatu Ahad pagi. Kali ini Masnaini kembali turun ke salah satu lampu merah besar di kota Jakarta yang berada di bawah jalan tol.
“Dodit harus tiba di lokasi sebelum target yang tertinggal tiga menit,” kata A dari ruang Peri Data kepada Dodit yang menyetir mobil sedan putih.
“Siap, Cantik!” kata Dodit yang di telinga kanannya disumbat dengan sebuah alat komunikasi kecil tanpa kabel.
Komunikasi itu juga didengar oleh Masnaini di dalam mobil dan beberapa agen lain yang bekerja dalam satu tim hari itu di jalanan. Masnaini juga memasang alat komunikasi di balik jilbabnya. Tampak di tangannya terpegang sapu tangan berwarna putih.
Dodit mempercepat laju mobilnya.
Di saat yang sama, di jalanan yang berbeda, mobil sedan hitam merek BMW Marlina juga melaju menuju ke lampu merah yang sama. Di belakang mobil Marlina ada mobil sport warna biru yang dikendarai Norel, adik angkat Marlina.
“Dodit-Masnaini tiba dilokasi, segera bekerja, Cantik!” lapor Dodit kepada A di Peri Data.
“Mobil target tiba dalam 30 detik dari arah Barat. Target akan dapat lampu hijau. Operasi titik ini akan gagal jika mobil target tidak dihambat!” kata A.
“Bangkok 7 yang mengiringi target siap menghambat!” kata agen yang lain melaporkan.
“Laksanakan, Bangkok 7!” perintah A.
“Siap, Cantik!” jawab seorang pria berhelm yang mengendarai sebuah sepeda motor jenis bebek yang sudah agak usang. (RH)
gak heran kalo jandanya sekaliber bunda Maia dapatnya duda sekaliber Irwan Mursi 🤣🤣 eh kok malah ngelantur gue 🤣🤣🤣