Awalnya kupikir Roni adalah tipikal suami yang baik, romantis, lembut, dan bertanggung jawab, namun di hari pertama pernikahan kami, aku melihat ada yang aneh dari diri Suamiku itu, tapi aku sendiri tidak berani untuk menduga-duga sebenarnya apa yang tersembunyi di balik semua keromantisan suamiku itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengalihkan
Ini masih terbilang siang, masih pukul 3 menjelang sore, Mas Roni tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah, aku sedang berbaring di sofa.
“Dek, kamu tidak apa-apa kan? Tadi waktu kamu mengirim pesan singkat, Mas khawatir sekali, takut kamu kenapa-napa!" tanya Mas Roni khawatir, dia langsung menghampiriku dan menempelkan punggung tangannya di dahiku, padahal aku tidak kenapa-napa, aku mengirimkan pesan singkat supaya Mas Roni cepat pulang, Agar dia tidak bertemu dengan Dokter Eva.
“Tidak apa-apa Mas, tadi aku memang pusing dan sedikit demam, tapi aku sudah makan dan minum banyak air putih, Makanya sekarang sudah lumayan mendingan!" Jawabku.
Mas Roni nampak menarik nafasnya panjang, benarkah dia begitu mengkhawatirkanku sekarang?
Aku berharap sedikit demi sedikit dia bisa melupakan Dokter Eva dan sepenuhnya mencintai aku sebagai istrinya.
“Ah syukurlah Dek, tadi Mas benar-benar khawatir, padahal toko sedang ramai-ramainya, tapi Mas langsung pulang saat kamu mengirimkan pesan singkat!“ ucap Mas Roni yang kemudian merebahkan kepalanya di sofa, sepertinya suamiku ini terlihat lelah, aku juga menarik nafas lega karena dia tidak sempat bertemu dengan Dokter Eva.
"Mas, kapan kita akan pindah rumah? Rasanya aku sudah tidak sabar lagi menempati rumah baru!“ Tanyaku.
Aku sengaja menanyakan soal kepindahan kami pada Mas Roni, Karena untuk saat ini aku memang benar-benar ingin pindah dan ingin hidup tenang, kalau masih tinggal di sini terus, kemungkinan Dokter Eva bisa saja datang sewaktu-waktu untuk mencari ataupun bertemu dengan Mas Roni.
Entah mengapa saat ini aku begitu takut kehilangan Mas Roni, apalagi Mas Roni sudah berkomitmen akan berubah dan tidak lagi mengulangi perbuatannya yang dulu, yang menyembunyikan sesuatu di belakangku.
Mungkin ini karena bawaan bayi yang selalu ingin dekat dengan ayah kandungnya, sebenarnya ingin aku menyampaikan pada Mas Roni tentang kehamilanku ini, tapi nanti saja lah Kalau kami sudah benar-benar pindah, kalau suasana sudah benar-benar tenang, barulah aku akan berikan kejutan untuk Mas Roni mengenai kabar baik ini.
“Dek, secepatnya kita akan pindah, cuma masih perlu dicat sedikit lagi rumah kita, sabarlah sebentar lagi ya, paling tidak sampai seminggu lagi Kita pindah kok!" Ucap Mas Roni.
“Seminggu lagi? Tidak Tidak mas! Jangan seminggu lagi kelamaan, Bagaimana kalau besok saja Kita pindah? Tidak apa-apa kalau belum dicat semua, nanti kan kalau kita pindah sedikit-sedikit kita bisa cat semua rumahnya!“ sahutku.
Aku benar-benar takut kalau Dokter Eva akan menemui mas Roni lagi, lebih baik aku meminta Mas Roni untuk pindah rumah secepatnya, mana bisa seminggu lagi, itu akan memberikan ruang dan waktu Dokter Eva bisa bertemu dengan Mas Roni.
"Kamu kenapa sih Dek? Belakangan ini Mas lihat kamu aneh, seperti ketakutan akan hal yang entah apa, sebenarnya Ada Apa Denganmu?“ tanya Mas Roni sambil menatap ke arahku.
"Tidak Mas, Mungkin aku trauma saja karena mas pernah membohongi di belakangku, jadi aku takut hal itu akan terulang lagi!" Jawabku jujur.
"Ya Tuhan Dek, Mas kan sudah berkomitmen akan berubah, dan tidak lagi menengok ke belakang, Mas cuma minta kamu percaya sama Mas dan tidak meninggalkan Mas, itu saja, Sudahlah Dek jangan pernah ungkit-ungkit lagi soal masalah itu!“ ucap Mas Roni.
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku, sebenarnya aku sedikit trauma dengan kejadian saat itu yang membuat aku harus bersandiwara untuk membongkar kebohongan suamiku, aku juga takut Mas Roni kembali bersandiwara di hadapanku yang aku tidak tahu, aku benar-benar takut.
“Ya sudah kalau kamu memang mau pindah besok, nanti akan Mas siapkan semuanya, kita akan pindah besok, besok Mas tidak ke toko kita siap-siap aja untuk pindah ke rumah baru!“ kata Mas Roni akhirnya.
Tiba-tiba terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah, entah kenapa aku jadi berpikiran kalau itu adalah Dokter Eva, reflek aku langsung berjalan ke depan dan melihat dari jendela, siapa orang yang datang itu, ternyata itu adalah Rafi, yang baru pulang dari kerja, aku menarik nafas lega, Kenapa pikiranku selalu mengarah pada Dokter Eva? Apa setakut itu aku kehilangan Mas Roni?
Rafi kemudian mengetuk pintu dan aku langsung membukakannya, dia sedikit heran melihat aku yang langsung membuka pintu, padahal biasanya setelah mengetuk pintu, Rafi pasti akan langsung masuk karena aku tidak akan membukakan pintu untuknya, karena Rafi bisa bebas di rumah ini, jadi aku membiasakan dia untuk menganggap ini adalah rumahnya juga, supaya dia tidak sungkan padaku maupun Mas Roni.
"Lho Kak Fani? Tumben bukain pintu segala? Memangnya Kak Fani pikir aku ini tamu!" tanya Rafi bingung karena dia kemudian langsung melepas sepatunya dan masuk ke dalam.
“Tau tuh kakakmu, Tadi saja mas kaget dia dengar suara motor langsung jalan cepat ke depan, seperti sedang menunggu tamu saja!“ sahut Mas Roni yang masih duduk di tempatnya.
"Ya aku pikir kan itu bukan Rafi tapi... “ aku menghentikan ucapanku, kenapa aku jadi seperti ini ya.
“Tapi siapa? Kamu ini Aneh deh Dek, yang datang ke rumah ini kan cuma Rafi, siapa lagi? Edi dan istrinya juga tidak mungkin, sekarang bengkel mereka makin ramai!" Sahut Mas Roni yang kemudian berdiri dan melangkah masuk ke dalam kamar, sepertinya dia ingin beristirahat membaringkan tubuhnya yang lelah.
Aku kembali duduk di sofa dan Rafi pun duduk di hadapanku, dia juga menatapku dengan tatapan heran.
“Kak Fani Kenapa sih Kak? Wajah Kakak seperti orang yang gelisah, Kalau ada masalah Kakak cerita saja ke Rafi!" Kata Rafi.
"Tidak ada apa-apa kok Fi, ya sudah kalau begitu Kamu mandi deh ganti baju, hari ini makan di luar saja ya, Soalnya Kakak tidak masak!“ sahutku.
Rafi menganggukkan kepalanya setelah itu dia pun berjalan masuk ke dalam kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian, tinggallah aku sendiri yang duduk di ruang tamu ini, aku berpikir Kenapa aku begitu bodoh, semua yang aku rasakan baik itu ketakutan, kecemasan atau apapun, bisa dilihat oleh Mas Roni maupun Rafi, entah kenapa aku jadi seperti ini? Mungkin memang benar aku trauma di bohongin.
Sepertinya aku harus berkonsultasi dengan Sisi, hanya Sisi yang mengetahui semua tentang aku, tapi aku tidak mungkin menelepon Sisi saat ini, apalagi ada Mas Roni dan juga Rafi di rumah ini.
Tiba-tiba terdengar suara motor yang berhenti di depan rumah, aku begitu kaget dan kemudian pikiran itu kembali datang, siapa tahu saja Dokter Eva datang lagi untuk menemui Mas Roni, aku langsung dengan cepat berjalan ke arah depan dan melihat dari jendela Siapa orang yang datang itu, dan saat melihatnya mataku terbelalak.
Bersambung …