NovelToon NovelToon
Di Jual Untuk Sang CEO

Di Jual Untuk Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: RaHida

Aliza terpaksa harus menikah dengan seorang Tuan Muda yang terkenal kejam dan dingin demi melunasi hutang-hutang ibunya. Dapatkah Aliza bertahan dan merebut hati Tuan Muda, atau sebaliknya Aliza akan hidup menderita di bawah kurungan Tuan Muda belum lagi dengan ibu mertua dan ipar yang toxic. Saksikan ceritanya hanya di Novelton

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RaHida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27 # Ide Koleksi

Aliza melangkah masuk ke ruang produksi. Suara mesin jahit bergemuruh memenuhi ruangan, berpadu dengan aroma kain baru dan kesibukan para pekerja yang tengah menjahit hasil rancangannya. Pandangannya menyapu seluruh ruangan — ratusan orang tampak sibuk, fokus dengan tugas masing-masing.

Ia menghampiri Kayla yang tengah berdiri di depan meja besar, memantau alur produksi sambil mencatat sesuatu di clipboard.

“Kay,” panggil Aliza sambil menghela napas panjang, “sepertinya kita harus mulai mencari beberapa desainer tambahan. Aku sudah kewalahan merancang semuanya sendiri. Apalagi, semua koleksi terbaru kita sudah habis terjual hari ini.”

Kayla menoleh cepat, sedikit terkejut.

“Serius? Habis semua?”

Aliza mengangguk sambil tersenyum lelah. “Iya, ruang pajang bahkan sudah kosong. Yang tersisa cuma patung-patung pajangan tanpa busana.”

Kayla mengerutkan kening, menatap Aliza tak percaya.

“Bagaimana bisa dalam waktu sehari semua habis?” tanyanya heran.

Aliza tersenyum samar sambil melipat tangan di dada. “Nyonya Claudia datang ke butik tadi siang,” ucapnya pelan. “Dia memborong semua koleksi kita—tanpa sisa.”

Kayla tertegun. “Semua koleksi? Maksudmu… semua yang di ruang pajang?”

Aliza mengangguk pelan. “Ya. Totalnya sepuluh miliar. Dia bahkan tak menawar sedikit pun. Hanya menyerahkan black card dan bilang suruh gesek saja.”

Kayla hampir tak percaya dengan apa yang baru didengarnya. “Astaga, itu gila. Aku bahkan belum sempat memotret koleksi itu untuk katalog online!”

Aliza terkekeh kecil, namun di matanya ada sorot lelah. “Aku juga masih tidak percaya, Kay. Tapi kalau dipikir-pikir, ini kesempatan besar. Kita harus segera menyiapkan koleksi baru sebelum butik benar-benar tampak kosong.”

Aliza menatap deretan kain warna-warni yang tersusun rapi di rak. Ia menarik napas panjang sebelum kembali menatap Kayla.

“Aku tidak ingin pelanggan setia kita merasa kecewa karena kita belum meluncurkan koleksi terbaru,” ujarnya tegas. “Apalagi sebentar lagi musim liburan. Mereka pasti menunggu sesuatu yang baru dari kita.”

Kayla mengangguk pelan, mencoba menangkap arah pemikiran sahabatnya itu.

“Jadi, kamu ingin membuat koleksi khusus untuk musim liburan?” tanyanya memastikan.

Aliza tersenyum kecil. “Ya. Aku ingin membuat koleksi pakaian keluarga — sesuatu yang santai tapi tetap elegan, cocok untuk liburan bersama. Tidak hanya untuk wanita, tapi juga untuk pria dan anak-anak. Aku ingin satu tema besar: Family Holiday Collection.”

Kayla tersenyum bangga mendengar ide itu. “Kedengarannya menarik, Liza. Kalau konsepnya seperti itu, aku yakin akan jadi tren baru. Tapi, kita harus cepat. Produksi bisa memakan waktu lama.”

“Benar,” jawab Aliza sambil menatap para pekerja yang sibuk di meja jahit. “Malam ini aku akan mulai membuat beberapa sketsa awal. Besok pagi kita adakan rapat untuk menentukan bahan dan warna utama.”

Kayla tersenyum lebar. “Baik, Bos. Aku akan siapkan semua data penjualan dan stok bahan yang tersisa.”

Aliza menatapnya dengan tatapan penuh semangat. “Kita harus buat sesuatu yang bukan hanya indah, tapi juga bermakna. Koleksi ini… harus jadi simbol kehangatan keluarga.”

Aliza menatap Kayla dengan serius, suaranya lembut namun tegas.

“Dan jangan lupa, Kay,” ujarnya, “kamu buka lowongan untuk beberapa desainer baru. Tapi ingat, yang kita lihat itu skill, bukan rupa. Di butik ini, kita tetap mengutamakan kualitas dan kenyamanan pelanggan.”

Kayla mengangguk mantap. “Tentu, Liza. Aku akan pastikan mereka benar-benar punya kemampuan yang sesuai standar butik kita.”

Aliza tersenyum tipis. “Aku minta kamu yang tangani langsung proses penerimaan desainer, ya. Kamu tahu sendiri, aku tidak sebebas dulu… jadi aku harus banyak bergantung padamu.”

Kayla menatap sahabatnya dengan tatapan lembut. “Kamu tidak merepotkan aku, Liza. Justru aku senang bisa bantu kamu. Butik ini berdiri karena kerja keras kita berdua.”

Aliza terdiam sejenak, lalu tersenyum hangat. “Tetap saja, aku akan beri kamu bonus besar nanti. Anggap saja sebagai tanda terima kasihku.”

Kayla tertawa kecil. “Bonus bisa nanti, yang penting kamu jangan terlalu memikirkan semuanya sendirian. Aku di sini buat bantu kamu, seperti dulu.”

Kayla membuka tablet di tangannya, menampilkan daftar nama-nama model yang masih aktif bekerja sama dengan butik mereka.

“Lalu, bagaimana dengan model untuk koleksi baru nanti?” tanyanya sambil menatap Aliza. “Apakah kita perlu mencari wajah baru untuk kampanye Family Holiday?”

Aliza menggeleng pelan. “Sepertinya tidak dulu, Kay. Model-model kita yang sekarang masih sangat mampu menyaingi pasar. Mereka punya daya tarik dan karakter yang kuat, cukup untuk menarik perhatian para pembeli.”

Kayla mengangguk setuju. “Benar juga. Lagipula, pelanggan kita sudah mengenal mereka. Ada rasa percaya di situ. Mengganti model bisa berisiko kalau tidak disiapkan matang.”

Aliza tersenyum tipis. “Tepat. Untuk saat ini kita fokus pada desain dan konsep koleksi. Kalau nanti butuh penyegaran di musim berikutnya, baru kita pikirkan model baru.”

Kayla menutup tabletnya dengan semangat. “Baik, berarti aku fokus ke rekrutmen desainer dulu dan persiapan promosi untuk koleksi liburan.”

Aliza menepuk lembut bahu sahabatnya itu. “Terima kasih, Kay. Tanpa kamu, aku mungkin sudah kewalahan.”

Kayla tertawa kecil. “Sudah kubilang, kita tim yang hebat. Jadi jangan terlalu memikirkan semuanya sendirian.”

Aliza tersenyum, merasa sedikit lebih ringan. Di tengah kesibukan dan tekanan, percakapan singkat itu memberinya kekuatan baru untuk terus melangkah.

Aliza menatap papan perencanaan yang penuh coretan target produksi dan ide-ide baru. Tatapannya berpindah ke sudut yang bertuliskan “Luxury Jewelry Line” — proyek besar yang sejak lama ia impikan.

“Kay,” ucapnya perlahan, “untuk perhiasan… sepertinya kita masih butuh waktu lama untuk meluncurkannya.”

Kayla menoleh dengan ekspresi penasaran. “Kenapa? Bukankah konsepnya sudah kamu rancang dari tahun lalu?”

Aliza mengangguk pelan. “Iya, tapi kita belum punya tenaga ahli di bidang itu. Kita butuh tukang perhiasan yang benar-benar profesional, orang yang bisa memahami detail, kualitas, dan keunikan rancangan kita. Dan itu tidak mudah dicari.”

Kayla terdiam sejenak, memahami maksud sahabatnya.

“Selain itu,” lanjut Aliza sambil menghela napas, “biayanya juga tidak sedikit. Produksi perhiasan butuh modal besar. Aku harus mencari investor dulu sebelum proyek itu bisa jalan.”

Kayla mengangguk pelan. “Aku paham. Kalau begitu, fokus kita tetap di lini pakaian dulu. Setelah itu baru kita pikirkan ekspansi ke perhiasan.”

“Ya,” jawab Aliza dengan senyum tipis. “Aku tidak ingin memaksakan sesuatu yang belum siap. Lebih baik kita kuatkan dulu dasar butik ini. Kalau nanti sudah stabil, baru kita bisa melangkah lebih jauh.”

Kayla menatapnya dengan kagum. “Kamu selalu berpikir jauh ke depan, Liza. Itu yang membuat butik ini terus berkembang.”

Aliza hanya tersenyum kecil. Di balik ketenangan wajahnya, ada beban besar yang harus ia pikul — antara menjaga kualitas butik dan mewujudkan impiannya membangun lini perhiasan sendiri.

1
partini
baca jadi ingat novel tahun 2019 daniah sama tuan saga ,, good story Thor 👍👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!