Satu malam yang seharusnya hanya menjadi pelarian, justru mengikat mereka dalam takdir yang penuh gairah sekaligus luka.
Sejak malam itu, ia tak bisa lagi melepaskannya tubuh, hati, dan napasnya hanyalah miliknya......
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blumoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
wanita di masa lalu hyunwo
Aula pernikahan yang semula penuh tawa dan kebahagiaan kini mendadak seperti direnggut oleh kabut pekat. Bisikan lirih terdengar di segala penjuru, bercampur antara rasa kaget, takut, dan tidak percaya.
“Bagaimana bisa…”
“Bukankah Min Ji-hyun sudah meninggal di luar negeri?”
“Jangan-jangan kabar itu hanya bohong…”
Nama itu Min Ji-hyun—bergema seperti dentuman halilintar di telinga semua yang hadir. Sosoknya yang dulu pernah begitu dikenal, kini berdiri dengan angkuh di pintu aula, seolah bangkit dari kubur dengan senyum tipis penuh rahasia.
Nyonya Kang yang duduk di kursi kehormatan menggertakkan giginya. Kedua tangannya mengepal di atas pangkuan, dan sorot matanya memancarkan bara amarah.
“Wanita ini… apa maksud dari kedatangannya? Mengapa memilih hari ini, saat keluarga kami merayakan kebahagiaan?”
Sementara itu, Yura menatap tajam ke arah Ji-hyun, matanya membulat tak percaya. Jantungnya berdegup kencang, namun ia segera mengalihkan pandangan ke arah Soojin yang berdiri kaku di altar. “Jangan sampai wanita ini menggoyahkan tekad kakakku… jangan sampai dia hancurkan kebahagiaan ini,” gumamnya lirih.
Jaewon yang sejak tadi memperhatikan Yura bisa membaca kegelisahan sang adik. Ia mendekat, menepuk pundaknya dengan tenang.
“Percayalah pada kakakmu sekali ini saja, Ra. Aku yakin Hyunwoo tidak akan terjebak di lubang yang sama.”
Nada suaranya pelan, tapi penuh keyakinan.
Yura menggigit bibir bawahnya, menahan emosi. Ia mengangguk kecil meski matanya masih berkobar marah.
Soojin, yang berdiri di samping Hyunwoo, justru paling kebingungan. Kepalanya celingak-celinguk, mencari jawaban dari wajah para tamu yang sama-sama terdiam kaku. Ia menelan ludah, rasa tidak mengerti menyesakkan dadanya. “Siapa sebenarnya wanita itu? Mengapa semua orang bertingkah seolah mereka mengenalnya? Apa hubungan dia dengan Hyunwoo?”
Di tengah kebingungan itu, Eunhee mendekat, suaranya rendah namun penuh ketegasan.
“Jika laki-laki di sampingmu itu tidak bisa menepati janji yang barusan ia ucapkan… aku akan membawa kamu pergi sejauh mungkin dari tempat ini. Aku nggak akan biarin kamu terluka, Jin.”
“Ha… haah?” Soojin mengerjap, matanya melebar. Ia semakin bingung. Perasaannya sudah kacau sejak tadi, dan ucapan Eunhee hanya menambah tumpukan pertanyaan di kepalanya.
Namun alih-alih bertanya, Soojin memilih diam. Ada ketakutan bahwa jika ia membuka mulut, jawaban yang muncul malah membuatnya runtuh. Ia menghela napas panjang dan membatin lirih, “Sebenarnya ada apa ini…”
Hyunwoo yang sejak tadi berdiri tegak akhirnya menoleh ke arah istrinya. Mendengar bisikan lirih itu, ia merasa hatinya tersentuh. Tatapan matanya melembut, berbeda dengan wajah tegang yang ia tunjukkan pada orang lain.
Perlahan, ia meraih tangan mungil Soojin dan menggenggamnya erat.
“Ku mohon… percayalah padaku. Apa pun yang kau dengar atau lihat nanti, semua akan aku jelaskan setelah ini selesai. Jangan tarik kesimpulan sendiri.”
Soojin terdiam, menatap Hyunwoo yang kini tampak begitu serius. Lalu ia mendengar tambahan lirih yang membuat hatinya sedikit luluh.
“Saya harap istri mungil ini bisa mengerti…”
Ucapan itu diikuti oleh kecupan lembut di keningnya. Hangat. Menenangkan. Membuat Soojin akhirnya mengangguk kecil, meski dadanya masih penuh pertanyaan.
“Hm… aku faham,” jawabnya pelan.
Hyunwoo tersenyum samar lalu menepuk tangan istrinya sekali. Setelah itu, ia menoleh ke Eunhee dan Yura.
“Nona, tolong jaga Soojin sebentar. Yura, jaga kakak iparmu dengan baik.”
Keduanya mengangguk hampir bersamaan. Eunhee dengan tatapan tajam penuh kewaspadaan, Yura dengan semangat membara meski wajahnya masih kesal.
Hyunwoo pun melangkah keluar dari altar. Gerakannya tegap, namun setiap langkah mengandung bara kemarahan yang terkontrol. Sorot matanya dingin, menusuk ke arah Ji-hyun yang masih berdiri anggun di pintu aula.
Jaewon segera bergerak di sisi kiri, sementara Haneul mengambil posisi di sisi kanan. Keduanya seperti pagar besi yang memastikan Hyunwoo tidak kehilangan kendali dan melakukan hal yang akan disesali di depan para tamu.
Atmosfer aula makin tegang. Para tamu yang tadinya berbisik kini memilih diam, menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi.
Ji-hyun tersenyum tipis, seolah menikmati perhatian seluruh ruangan. Tatapannya tak pernah lepas dari Hyunwoo tajam, misterius, dan penuh tantangan.
Langkah demi langkah, jarak di antara mereka semakin mengecil. Dan ketika akhirnya Hyunwoo berdiri hanya beberapa meter di hadapannya, suasana nyaris meledak.
“Ji-hyun…” suara Hyunwoo terdengar berat. Jarak mereka kini sangat dekat, hanya beberapa langkah saja. Mata Hyunwoo menyala dengan amarah yang ditahan, sementara tatapan Ji-hyun justru dipenuhi rahasia, seperti menyimpan sesuatu yang besar.
“Aku kembali, Hyunwoo…” ucap Ji-hyun pelan, bibirnya melengkung membentuk senyum samar.
“Lalu?” jawab Hyunwoo dingin, cepat, seolah tak mau memberi celah sedikitpun.
Ji-hyun mencoba mendekat, tangannya terulur ingin memeluk pria yang dulu pernah menjadi segalanya. Namun, Hyunwoo segera menepis gerakan itu dengan kasar. Ia tak akan membiarkan dirinya terjebak ke dalam lubang yang sama dua kali.
“Hyunwoo… ada apa denganmu? Ini aku, Ji-hyunmu. Aku kembali!!!” Suaranya lirih, namun penuh tuntutan. Matanya bergetar dengan air mata yang siap jatuh.
Hyunwoo tetap tak bergeming, wajahnya dingin bagai es. Melihat tak ada respon, Ji-hyun terisak, lalu suaranya pecah, berusaha menggugah ingatan Hyunwoo.
“Bukankah dulu… kamu berjanji akan menungguku di sini? Mengapa setelah kamu sukses… kamu malah meninggalkanku? Dan sekarang… sekarang kau ingin menikah dengan wanita lain!” Air matanya jatuh deras, suara isaknya mengguncang suasana. “Aku sudah kembali, Hyunwoo… tapi kau sudah melupakan aku…”
“Cih.” Hyunwoo mendesis jijik. Ia melangkah maju, membuat jarak mereka hanya sejengkal. Tatapannya menusuk tajam.
“Bukankah Ji-hyun itu sudah meninggal enam tahun lalu? Di luar negeri. Kecelakaan mobil.” Nada Hyunwoo penuh penekanan, membuat beberapa tamu bergidik ngeri.
Riuh kecil mulai terdengar di antara para tamu. Sebagian menutup mulut dengan tangan, sebagian lainnya saling berbisik panik. Suasana pesta berubah tegang.
Mata Ji-hyun melebar, tubuhnya bergetar. “Itu… bohong… Aku tidak meninggal… Aku selamat! Tapi aku… aku koma, Hyunwoo…!” suaranya bergetar hebat, penuh tangisan.
“Delapan bulan lalu aku baru sadar dari koma, tapi aku belum diizinkan pergi jauh… Belum boleh kembali ke negara ini. Baru setelah delapan bulan pengobatan… aku akhirnya bisa kembali. Dan… dan ketika aku pulang…” suaranya pecah.
“Aku mendengar kabar bahwa kau akan menikah… TUNANGANKU akan menikah! Lalu bagaimana denganku? Bagaimana dengan keluarga aku? Bagaimana mereka menghadapi rasa malu ini, Hyunwoo?”
Isaknya terdengar memilukan. Para tamu mulai merasa simpati, bisikan-bisikan lirih terdengar, semakin lama semakin keras, menusuk telinga Hyunwoo.
Soojin yang berdiri di altar ikut terkejut, tubuhnya kaku. Namun ia mengingat janji Hyunwoo: untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Ia memilih berdiri tegar, meski hatinya diguncang badai.
Nyonya Kang, yang memperhatikan dari kursi kehormatan, menatap menantunya dengan penuh haru. Soojin tidak lari, tidak terguncang, ia tetap percaya pada Hyunwoo. Dengan langkah mantap, Nyonya Kang bangkit dan menghampiri Soojin yang ditemani Eunhee dan Yura di altar.
“Nak…” ucap Nyonya Kang lembut, lalu memeluk Soojin erat. “Terima kasih… kamu masih tetap berdiri di sini, memilih percaya pada Hyunwoo.”
Pelukan itu membuat hati Soojin hangat. Senyumnya lirih, ia membalas pelukan itu dengan tulus. “Hangat…” batinnya berbisik.
Tiba-tiba, suara tawa lirih memecah ketegangan.
“Ha… ha… ha…” Hyunwoo menunduk, lalu mendongak menatap Ji-hyun dengan senyum dingin.
“Mungkin orang lain bisa kamu tipu, Ji-hyun. Tapi tidak aku.”
Ucapan itu bergema, menyapu seluruh aula. Semua mata tertuju pada Hyunwoo. Para tamu membeku, bahkan Soojin dan Nyonya Kang menatapnya penuh tanda tanya.
“Hyunwoo…” Ji-hyun terperanjat. Air matanya makin deras. “A-apa maksudmu? Katakan sesuatu… jangan begini padaku…” suaranya terputus-putus, ia memegangi dadanya seakan hatinya benar-benar remuk.
Hyunwoo sudah muak. Ia mengibaskan tangannya, memberi kode pada Hanuel yang sejak tadi berdiri siaga.
“Bawa kemari semua buktinya.”
“Bukti?” Ji-hyun tersentak, wajahnya pucat pasi. Tubuhnya limbung, lalu jatuh terduduk di lantai. Pikirannya kalut.
“Tidak… tidak mungkin… Mereka tidak mungkin punya bukti… Semua akses sudah aku tutup rapat… Semua jejak sudah aku hapus…” pikirnya panik.
Namun ketakutannya semakin menjadi-jadi ketika Hanuel kembali dengan sebuah map besar berwarna hitam. Dengan langkah mantap, ia menyerahkannya langsung ke tangan Hyunwoo.
Ji-hyun hanya bisa menatap map itu dengan mata melebar, napasnya tersengal. Dunia seolah runtuh di hadapannya.
---
Bersambung.......
belum juga sedih karena penghianatan udah jadi istri orang aja🤣