Aku seorang gelandangan dan sebatang kara, yang hidupnya terlunta-lunta di jalanan, setelah ibuku meninggal, hidup yang penuh dengan kehinaan ini aku nikmati setiap hari, terkadang aku mengkhayalkan diriku yang tiba-tiba menjadi orang kaya, namun kenyataan selalu menyadarkanku, bahwa memang aku hanya bisa bermimpi untuk hidup yang layak.
Namun di suatu siang bolong, saat aku hendak menata bantal kusam ku, untuk bermimpi indah tiba-tiba, ada segerombolan pria berpakaian rapi, mereka menyeretku paksa, tentu saja hal seperti ini sudah biasa, aku kira aku kena razia lagi.
Dan ternyata aku salah, aku dibawa ke rumah yang megah dan di dudukan di sofa mewah berlapis emas, karena terlalu fokus pada kemewahan rumah itu.
Tiba-tiba saja aku adalah anaknya, dan besok aku harus menikah dengan duda beranak satu yang tak bisa bicara, untuk menggantikan kakakku yang kabur.
Ayo baca yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vie Alfredo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Rumitnya cinta
Divon saat itu segera pergi ke makam Laura.
Di atas batu nisan itu Divon menitihkan air matanya.
" Apa anda masih merindukan Laura?" Divon terkejut karena kebetulan dia bertemu dengan Bella.
Divon hanya menggeleng kepala, sebenarnya banyak sekali yang ingin dia tanyakan langsung pada Bella, sebenarnya tujuannya apa?, lalu apa hubungannya dengan semua ini yang terjadi.
Namun Divon lupa tidak membawa book digitalnya karena terburu-buru.
Karena ada Bella, Divon pun pergi lebih dulu.
" Tuan, seharusnya anda lebih mengingat lagi seseorang yang pertama kali anda temui." ujar Bella.
Entah apa yang Bella maksud, Divon tidak mengerti sama sekali.
Divon pun pergi meninggalkan Bella Begitu saja.
Setelah masuk ke dalam mobilnya, Divon baru menggerutu.
" Yah membuat mood orang semakin buruk saja." Ujar Divon kesal.
Divon segera menginjak pedal gas dan pergi meninggalkan tempat itu.
Bella memandangi mobil Divon yang mulai menghilang.
" Kau sudah bahagia bukan dengan orang yang kau cinta?, kakak baikkan mengirim mu pada Harun, kalau kau mencintai Harun kenapa kau meminta Divon untuk menikahi mu?, kau tahu serakah itu tidak baik, kau tahu juga saat itu yang menolong Divon itu aku bukan kau, kenapa kau mengaku kalau itu kau, hanya karena wajah kita sangat mirip." Ujar Bella sambil menaburkan bunga di atas makam Laura.
" Tenang saja, aku akan menjaga anakmu, entah itu anakmu dengan Harun atau anakmu dengan Divon, anak itu tidak salah kok, kakak akan mencintainya, tapi anak itu sangat mirip denganmu ya, keras kepala, dia tidak melihatku, malah melihat ke arah Vania yang sekarang jadi ibu tirinya, aku hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku, aku tidak jahat kan?" ujar Bella sambil meneteskan air mata.
Laura dan Bella, memang sangat mirip perbedaannya hanya di warna bola matanya saja, jika Laura memiliki mata biru, mata Bella berwarna hijau Jamrud, dulu warna rambut dan bentuk rambut mereka sama.
Namun karena ada kesalahan pahaman, yang. Sering terjadi, Bella merubah warna rambutnya yang semula pirang menjadi coklat gelap, yang tadinya rambutnya bergelombang menjadi lurus.
Sifat mereka sangat berbeda, jika Laura adalah anak yang ceria dan sangat rame, sedangkan Bella adalah anak yang pendiam namun sangat cerdas, dan sedikit malu-malu dengan lawan jenis.
Sejak kecil Bella selalu kalah dari Laura yang sangat pintar mengambil hati orang tuanya, sehingga Bella lebih banyak bersama kakek neneknya dari pada orang tuanya.
Rumah mereka dengan dengan sungai, yang di mana sungai itu sering di datangi oleh turis-turis manca negara, Laura memiliki banyak teman dan selalu bergaul bebas kesana kemari, sementara Bella lebih suka melukis dan berdiam diri di tempat sunyi di belakang rumahnya yang mengarah pada anak sungai.
Suatu hari Bella bertemu dengan Divon tanpa sengaja, Divon saat itu seperti sedang mencari sport berenang yang jauh dari keramaian, dia berjalan mendekat ke arah Bella, dan menyapa Bella.
" Maaf nona, apa di sini aman untuk berenang?" tanya Divon sopan.
Saat itu Bella benar-benar terpesona dengan sopan santun seorang pria, dan apalagi wajah Divon sangat asia, berbeda dengan orang - orang di negaranya.
Bella menunduk malu.
" Aman kok." jawab Bella yang jantungnya berdebar kencang.
" Maaf apa aku mengganggumu, wah kau sedang melukis, apa kau tinggal di sini?" tanya Divon.
" Ya, rumahku di sana." sambil menunduk menunjuk rumahnya.
" Iya, kau malu ya ... Maaf ya mengganggumu, aku pindah saja kalau kau terganggu." ujar Divon akan melangkah pergi.
" Tidak Tuan, silahkan berenang, saya akan melukis dengan tenang, saya senang ada teman." ujar Bella malu-malu.
Divon tersenyum melihat ke arah Bella yang sangat malu-malu itu.
" Kalau begitu aku berenang ya." ujar Divon.
Divon tidak sabar untuk masuk ke dalam air yang sangat jernih itu.
" Eh Tuan airnya sangat di--dingin, ah dia kenapa tidak pemanasan dulu." ujar Bella yang terlambat mengingatkan.
Namun Divon tampak baik-baik saja, akhirnya Bella kembali duduk menghadap lukisannya untuk kembali melukis, namun tiba-tiba Divon berteriak minta tolong.
Sudah jelas pasti Divon mengalami kram otot, tanpa berpikir panjang Bella langsung berlari masuk ke dalam air dan segera menolong Divon untuk naik ke atas.
" Tuan, seharusnya tidak langsung masuk, anda main-main air dulu agar tidak kaget ototnya." ujar Bella mengomel.
" Ya Tuhan nona cantik, aku berhutang nyawa padamu." ujar Divon yang sudah menggigil.
Bella segera mengambil kain yang selalu dibawanya untuk alas duduk dan merangkapkan pada Divon.
" Apa ini?, tunggu sebentar aku akan mengambilkan pakaian hangat." Ujar Bella berlari pulang menuju rumahnya yang lumayan jauh namun masih tampak terlihat.
Namun tak lama Harun dan Charles datang dan segera membawa Divon yang sudah menggigil itu kembali ke asrama.
Sebenarnya Divon enggan kembali sebelum gadis pirang yang cantik tadi datang, namun dia sudah tak kuat dingin dan memutuskan akan datang ke rumah gadis itu besok untuk berterima kasih.
Keesokan harinya Divon dan 2 sahabatnya datang ke kediaman Bella, namun saat itu yang membukakan pintu Laura, Divon mengira Laura adalah gadis yang menyelamatkannya.
" Hallo, cari siapa ya ?" tanya Laura.
" Loh, kamu lupa ya, kalau kemarin sudah menyelamatkan aku, apa kamu marah karena aku pergi begitu saja saat kau kembali hendak mengambil pakaian." Ujar Divon.
" Ya, kami sangat berterima kasih pada Nona penyelamat, karena sudah menyelamatkan sahabat kami." ujar Harun.
Saat itu Laura langsung terpanah pada ketampanan Harun yang sangat gentleman.
" Oh iya, aku marah karena saat kembali anda sudah tidak ada disana." ujar Laura berbohong.
Sebenarnya dia sudah tahu itu pasti kakaknya yang menyelamatkan pria dihadapannya itu, bodo amat soal itu yang penting Laura harus mendapatkan nilai baik agar bisa dekat dengan Harun.
Saat itu Bella juga tidak ada dirumah karena harus membantu neneknya memanen strawberry.
Akhirnya mereka bertiga Keluar dan main makan bersama dari sana mereka bertiga berteman baik.
Laura selalu diajak mereka bertiga pergi bersama, dan sangat di ratu kan namun hubungan itu sangat menyesakkan karena pada akhir Harun dan Laura saling jatuh cinta dan mereka berpacaran sampai mereka menyelesaikan pendidikan mereka di sana dan harus kembali ke negaranya.
Saat itu Harun harus kembali dan mulai untuk memimpin perusahaan, karena dia anak satu-satunya yang di banggakan keluarganya.
Di saat itu Laura baru mengaku pada kakaknya jika dia berpura-pura menjadi dirinya yang telah menolong Divon, namun saat itu Laura bilang, jika Laura tidak menyukai pria yang kakaknya tolong, jadi dia meminta kakaknya untuk memintakan ijin pada orang tuanya untuk pergi ke negara +62, Laura berjanji akan mengatakan pada Divon yang sesungguhnya kalau kakaknya mendapatkan ijin ke negara +62.
Bella sempat kesal, namun karena pria yang disukai Laura itu bukan yang dia tolong Bella pun mengiyakan permintaan Laura, dan Laura pun mendapatkan ijin untuk tinggal di +62 bersama Bella.