Nizma Aida Mahfud, gadis cantik putri sulung dari Ustad Yusuf Mahfud, pemimpin pondok pesantren Al Mumtaz. Berparas cantik dan lulusan Al-Azhar Kairo membuat dirinya begitu didamba oleh semua orang.
Namun dia harus menerima kenyataan ketika sang Abah menjodohkannya dengan seorang pria bernama Bagas Abimana. Pria menyeramkan penuh tatto di sekujur tubuhnya dan merupakan ketua geng preman penuh masalah dan jauh dari Tuhan.
Sebagai seorang putri yang berbakti akhirnya Nizma menerima perjodohan itu meski banyak pihak yang menentang.
Akankah Nizma mampu menaklukkan hati seorang Bagas yang sekeras batu? mungkinkah Bagas akan berubah menjadi sosok imam yang baik bagi Nizma? ikuti terus kisah rumah tangga dengan bumbu cinta didalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Dewi Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 kembali mengusik
"Ciiee.. senengnya yang dianterin sama abang tersayang." Goda Aisyah yang menghampiri Nizma. Sementara Bagas masih menemui Ustad Yusuf, sepertinya sedang membicarakan hal sedikit serius.
"Bisa aja kamu, makanya buruan nikah biar gak ngiler kamu." goda Nizma balik.
"Ya kalau ada jodoh yang tepat sih maunya cepet. Tapi masalahnya masih belum ketemu Niz." keluh Aisyah.
"Yaudah aku doakan semoga cepat dipertemukan dengan jodohnya ya." ujar Nizma.
"Amiinnn..." jawab Aisyah.
Sementara itu Bagas sedang menemui ustad Yusuf untuk meminta agar mengawasi Nizma.
"Abah, Bagas minta ijin Abah titip Nizma selama mengajar, jangan sampai dia pergi sendirian. Nanti sebelum Bagas datang biar Nizma disini dulu." Tampak posesif memang namun Ustad Yusuf mengerti maksud Bagas, dia tak ingin terjadi sesuatu dengan istrinya.
"Iya, Abah pasti jaga istri kamu." jawab Ustad Yusuf.
Setelah berpamitan kini Bagas melanjutkan pekerjaannya. Dia berangkat menuju markas.
Nizma yang disibukkan dengan mengajar di pesantren pun merasa senang dan semangat. Saat dia sedang fokus menyampaikan materi salah satu muridnya tampak fokus melihat keluar ruangan sejak tadi.
"Finsa, ada apa kenapa sejak tadi melihat keluar terus?" Nizma menghampiri anak didiknya.
"Maaf ustadzah sejak tadi Finsa melihat ada seseorang mondar mandir di depan kelas." ucap anak itu.
Benar saja Nizma melihat ada seseorang tengah mondar mandir di depan kelasnya. Karena tak ingin menimbulkan gangguan akhirnya Nima pun menghampirinya.
"Assalamualaikum, maaf apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Nizma.
Seorang pria seumuran Bagas yang memiliki wajah gahar serta tatto di beberapa bagian tubuhnya kini berdiri di depan Nizma dengan tatapan yang tak lepas memandang Nizma dengan penuh rasa kagum.
'ternyata secantik ini istri Bagas, pantas saja dia begitu tergila-gila.' Batin pria itu. Apalagi setelah menatap kedua netra Nizma yang begitu indah dan teduh.
"Oh, tidak aku hanya penasaran dan melihat-lihat tempat ini.
Medengar jawaban dari pria asing itu memuat Nizma sedikit curiga.
"Maaf tuan, saat ini kami sedang ada jam pelajaran jadi mohon untuk tidak menggangu proses belajar mengajar. Jika tuan butuh sesuatu bisa minta bantuan di kantor depan." ujar Nizma dengan sopan.
"Oh, baiklah terimakasih." Pria itu akhirnya berlalu meninggalkan Nizma.
"Tuan Sean, apa yang harus saya lakukan setelah ini." tanya seorang pria yang sejak tadi mengikuti Sean.
"Tidak ada, hanya awasi saja gadis itu."
Sean tampak tersenyum miring setelah bertatap muka secara langsung dengan Nizma. Niat awalnya hanya ingin mencari tahu saja tak disangka justru bisa berhadapan langsung dengannya.
Dan tekadnya semakin kuat untuk merencanakan sesuatu.
.
Nizma selesai mengajar di kelas sampai siang hari. Sebelum melanjutkan kelas sore Nizma memutuskan untuk pergi ke rumah abahnya dulu.
Namun saat sedang berjalan dia mendengar bunyi pesan masuk di ponselnya. Karena tak ingin penasaran Nizma pun membuka pesan tersebut.
'My Hubby.' sudah pasti nama kontak itu adalah Bagas. Dengan semangat Nizma membuka pesan di ponselnya. Sebuah foto kotak makan yang disiapkan Nizma tadi pagi untuk suaminya.
"Makan siang istimewa, masakanmu enak sekali sayang." puji Bagas melalui pesan singkatnya.
Betapa senangnya hati Nizma mendapat pujian langsung dari suaminya. Bagas memang selalu menghargai apapun yang Nizma buat.
Karena tak ingin hanya sekedar berbalas pesan kini Nizma pun berniat meneleponnya. Rasanya akan lebih lega jika mendengar langsung suara suaminya. Namun saat Nizma sedang memencet tombol panggilan tiba-tiba Bagas langsung menolaknya.
Hampir saja Nizma bergumam karena menyesal telah mengganggu Bagas nyatanya panggilan itu berubah menjadi panggilan video.
Senyum lebar terpancar di wajah Nizma. Niatnya berjalan ke rumah abahnya langsung urung. Nizma memilih duduk di bangku taman yang masih satu area dengan pesantren.
"Assalamualaikum, abang." sapa Nizma dengan senyum indahnya.
"Waalaikumsallam, cantiknya abang. Lagi apa itu?" sapa Bagas.
"Lagi duduk aja di taman abang, tadi niatnya mau ke rumah abah tapi ntar aja deh, ngobrol sama abang dulu." Nizma menatap suaminya yang sedang duduk di ruang kerjanya sembari menyantap bekal yang dibawakan Nizma.
"Abang suka masakan adek?" tanya Nizma malu-malu.
"Suka banget dong, masakan adek nggak pernah gagal. Tadi aja Roy sampe ngiler nyium aromanya."
"Ya kalau Kak Roy mau besok adek bawain lebih deh bekalnya biar bisa dimakan sama-sama." ujar Nizma.
"Eh, jangan enak aja. Yang boleh nyicipin masakan kamu cuma abang aja. Yang lain biar ngiler gak peduli." Roy yang kebetulan sedang mengerjakan beberapa laporan di ruangan Bagas pun hanya bisa memutar bola matanya. Semenjak bosnya itu menikah banyak sekali perubahan drastis yang dirasakannya.
Bagas yang biasanya selalu bersikap dingin dan tak kenal senyum kini berubah menjadi sosok yang begitu hangat walaupun hanya kepada istrinya. Dan juga tingkat kebucinannya yang bisa dibilang sudah mulai akut.
"Tampang sangar tapi bawa bekal ke kantor, emang anak TK?" gumam Roy lirih. Untung saja Bagas tidak mendengarnya.
Namun tak berselang lama Roy mendapatkan telepon yang langsung membuatnya membulatkan matanya.
Cepat-cepat Roy memberi tahu Bagas dengan isyarat karena bosnya itu masih sibuk mengobrol dengan istrinya.
"Sayang abang ada urusan sebentara. Kita akhiri dulu ya teleponya. Adek jangan telat makan. Assalamualaikum." Bagas akhirnya mengakhiri panggilan itu.
Kini Bagas langsung menatap Roy dan meminta penjelasan darinya.
"Ada apa?"
"Saya mendapat kabar bahwa tim kembali diserang oleh anggota Allidra saat bertugas." Roy kini memasang wajah serius.
"Apa? mereka menyerang lagi. Kurang ajar. Apakah sampai melukai klien?" Bagas langsung murka mendengar hal itu.
"Untung saja tidak sampai tahu klien. Tim cadangan langsung menggantikannya." ujar Roy.
Bagas semakin emosi saat Allidra semakin lancang mengacaukan pekerjaannya. Selama ini dirinya selalu mengedepankan profesionalitas sebagai motto kerjanya. Penyerangan ini sejatinya adalah urusan pribadi Bagas.
"Kurang ajar, Mereka terus memancingku untuk bertemu." ujar Bagas.
"Tapi bos, Allidra itu licik, kalau bos menemui langsung mereka bisa menjebak anda." ucap Roy khawatir.
Belum sempat Bagas menjawab ucapan Roy tiba-tiba ponselnya berdering. Bagas melihat sebuah nomor asing menghubunginya. Seolah tahu siapa yang menelepon Bagas pun langsung mengangkatnya.
"Bagaimana adikku, cubitan sedikit apakah sudah terasa untukmu?" suara seorang pria dengan sombongnya. Tak lain adalah Sean Allidra.
"Mau apa kau Sean?" ucap Bagas dengan emosi yang tertahan.
"Aku hanya merindukan adikku. Kau sudah terlalu lama bersembunyi Bagas. Apa kau tak merindukan saat-saat kebersamaan kita?" tanya Sean dengan seringaian.
"Aku tidak pernah yang bersembunyi dari siapapun. Justru kau yang selalu sembunyi seperti seekor tikus yang selalu berada di gorong-gorong. Bukankah pekerjaanmu yang seperti itu?" Cibir Bagas kemudian.
Sean nampak mulai terpancing emosi karena perkataan Bagas. Bisnisnya yang berada di dunia gelap memang membuatnya tak ayal seperti seorang buron. Penyelundupan berbagai macam senjata ilegal, obat terlarang dan semua hal yang berbahaya membuatnya tak bisa sembarangan muncul di hadapan publik.
"Kau... kau bisa saja berbicara seperti itu sekarang, tapi ingatlah siapa yang membantumu saat terpuruk. itu aku." geram Sean.
"Kau tidak membantuku Sean, kau hanya memanfaatkan aku. Dan cukup kau mencari gara-gara denganku, semakin kau menggangguku semakin terlihat bagaimana lemahnya dirimu." tanpa menunggu jawaban Sean, Bagas langsung memutus panggilan itu.
"Arrgghh.." Bagas yang kesal langung melempar ponselnya. Beruntung dengan cepat Roy menangkapnya.
"Bos tenangkan diri anda. Jangan mudah terpancing, apalagi nanti kalau bos marah akan membuat Bu Bos takut." Roy mencoba meredam amarah Baga, dan kali ini Nizma sebagai alasannya langsung membuat Bagas mereda.
"Astaghfirulloh..." Bagas langsung mengusap kasar wajahnya.
Sementara itu Sean yang berada di markasnya tampak tersenyum smirk, setidaknya dia sudah berhasil sedikit memancing emosi Bagas.
"Aku hanya ingin kau tahu diri Bagas bahwa asalmu ada di tempat ini dan selamanya akan terus di sini. Kau sudah menjadi anggota keluargaku bahakan kau sudah seperti adikku. Tapi kau malah mengkhianati. Lihat saja setelah ini permainan akan dimulai." sepertinya kali ini Sean akan merencanakan sesuatu lebih besar.
...****************...
Sama cntik
ahhh.. pinisirin.
lanjut thor